Kamis, 19 Februari 2015

Ath Thaariq, Membangun Kemandirian dan Prinsip Ramah Lingkungan

Pada saat ini Indonesia sedang menghadapi masa multi krisis yang berkelanjutan. Sistem ekonomi-politik kita telah mengubah wajah dan kondisi lingkungan sosial, ekologis dan ekonomi.  Kebijakan ekonomi global atau ‘globalisasi’ yang ditandai dengan liberalisasi perdagangan telah menghancurkan sumber-sumber perekonomian rakyat dan mengakibatkan pemiskinan.

Globalisasi telah mematikan basis-basis produksi dan konsumsi rakyat.  Selain itu, globalisasi juga menyebabkan hilangnya akses  rakyat terhadap tanah sebagai sumber penghidupan, menghancurkan dan mengabaikan keanekaragaman hayati, mengabaikan  dan menghancurkan produksi alamiah yang banyak dikelola perempuan maupun para petani kecil.

Berbekal kesadaran itu, di Pesantren Ath Thariq,  selain para santri  mempelajari  Kitab Kuning,  mereka juga diperkenalkan dengan  berbagai kajian dalam Ilmu sosial seperti soal HAM, demokrasi, keberagaman, kesetaraan, partisipatif, akuntabilitas,  yang juga sebagai prinsip - prinsip yang dijunjung tinggi oleh para pelaku pendidikan  di pesantren. Pesantren juga mendidik para santrinya (terutama santri perempuannya) untuk mentransformasi ilmu-ilmu yang didapat serta menjadi pemimpin  di pesantrennya  sendiri serta  mengajak  perempuan lainnya untuk tetap berproduksi bagi keluarga dan komunitasnya. Dengan demikian  mereka tidak akan lagi tergantung  pada tawaran  patriarki kapitalis.
Setiap santri didorong untuk bekerja keras, kreatif, inovatif, dan berpikiran kritis terutama di bidang produksi pertanian dan peternakan “lokal”.  Bagian ini adalah upaya -upaya untuk membiasakan diri agar lebih mandiri dan tidak tergantung pada produk luar yang belum tentu bermanfaat bagi kehidupan masa depan mereka. Pesantren Ath Thaariq mendidik santrinya yang tinggal di pondok untuk mengkonsumsi pangan (terutama karbohidrat) tidak saja beras,  namun juga jagung, talas, gadung, singkong dan sukun. Indonesia sangat kaya, punya beragam jenis pangan lokal yang dapat memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri. Sebenarnya, tercatat ada ada 77 jenis karbohidrat yang tersedia di sekitar kita. Namun, pemerintah mengandalkan beras  dan terigu yang 100% diimpor.  Begitupun asupan protein yang terdiri dari kacang – kacangan lokal, sayuran lokal serta buah-buahan lokal. Semua diproduksi sendiri. Yang lokal lebih tahan, ramah dan sehat.
Selain itu, kebiasaan – kebiasaan berperilaku ramah lingkungan pun dibentuk sejak dini dan dibiasakan terus menerus oleh para pelaku belajar di pesantren, terutama para santri. seperti menyemai pohon keras yang bersifat tanaman rakyat yang menghasilkan, pengelolaan sampah dapur dan plastik, membuat kompos dari lingkungan sendiri, bertanam sayuran organik, hingga tidak memakai “pembalut” pabrikan.
Sesungguhnya aktivitas paling sederhana yang dilakukan setiap hari, dapat membantu memulihkan planet kita yang kian rusak ini. Kita harus memulai dari apa yang kita bisa.{} Nissa Wargadipura,  Pimpinan Pesantren Ath Thaariq, Garut dan Pendiri  Serikat Petani Pasundan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar