Pesantren dan Perjuangan Melawan Globalisasi
Oleh : Nissa Wargadipura/ Pemimpin Pesantren Ath Thaariq Garut
Sejarah mencatat,
peran pesantren di masa penjajahan adalah menggerakan, memimpin dan melakukan
perjuangan mengusir penjajah, juga memprakarsai berdirinya Negara Republik
Indonesia. Pesantren telah menjadi tonggak perlawanan dan pembebasan dari
segala bentuk penindasan.
Pesantren juga
berperan dalam berbagai bidang secara multidimensional, baik berkaitan langsung
dengan kegiatan-kegiatan pesantren maupun diluarnya. Dimulai dari upaya
mencerdaskan bangsa, pesantren tercatat memiliki peranan penting dalam sejarah
pendidikan di tanah air dan memberikan sumbangan dalam mencerdaskan rakyat.
Selain sebagai lembaga pembinaan moral dan kultural. Menurut Ma’shum
Pesantrenpun mempunyai tiga fungsi yakni, fungsi religious (diniyyah), fungsi social (ijtimaiyyah) dan fungsi edukasi (tarbawiyyah). Peran itu memberikan
isyarat bahwa penyelenggaraan keadilan social melalui pesantren lebih banyak
menggunakan pendekatan kultural.
Di masa
penjajahan, pesantren memperluas fungsinya. Pesantren menjadi basis pertahanan
bangsa dalam melawan penjajah demi lahirnya kemerdekaan. Konsekwensi atas sikap
non kooperatif terhadap penjajah, pesantren terlibat aktif dalam mengadakan
perlawanan – perlawanan menentang Belanda. Masyarakat banyak menggantungkan
harapan kebebasan hidupnya pada perjuangan pesantren.
Pada saat ini
Indonesia sedang menghadapi masa multi krisis yang berkelanjutan. Sistem
ekonomi-politik kita telah mengubah wajah dan kondisi lingkungan social,
ekologis dan ekonomi.
Gempuran
kebijakan pembangunan yang eksesif di berbagai daerah, telah menyebabkan proses
dehumanisasi, kemiskinan dan pemiskinan, termasuk kerusakan sosial-ekologis.
Rehabilitasinya rumit karena telanjur menciptakan keterasingan di tanah
sendiri. Saat bersamaan, praktik pemberdayaan komunitas justru mengadopsi
sistem ekonomi uang yang sebenarnya membunuh secara sistematis kekuatan
komunitas itu sendiri, karena tidak dihubungkan dengan basis produksi-konsumsi
dan bahan-bahan energi pada komunitas tersebut.
Kerusakan yang
berkelanjutan ini, panglimanya adalah globalisasi ekonomi dalam bentuk perjanjian
perdagangan bebas yang dipimpin WTO, Organisasi Perdagangan Dunia. WTO
mengusung liberalisasi perdagangan yang menghancurkan sumber-sumber
perekonomian rakyat dan mengakibatkan pemiskinan. Pasar bebas yang diatur WTO menyebabkan
meningkatnya angka impor pangan Indonesia sehingga mematikan basis – basis
produksi dan konsumsi rakyat. Meningkatnya investasi asing di sektor pertanian,
perkebunan, dan pertambangan telah mengakibatkan terjadinya konflik agraria karena
perampasan tanah oleh korporasi besar hingga hilangnya akses terhadap tanah
sebagai sumber penghidupan.
Globalisasi juga
sengaja menghancurkan dan mengabaikan keanekaragaman hayati, mengabaikan
produksi alamiah, juga produksi yang dikelola perempuan, para petani kecil
Dunia Ketiga, tak bedanya menganggap bahwa perusakan dan perampasan sebagai
penciptaan. Padahal perempuan adalah produsen dan
pengelola utama pangan dunia. Namun, pekerjaan mereka dalam produksi dan
pengelolaannya sekarang dihilangkan.
Latar di atas mendorong lahirnya Pesantren Ath Thaariq,
sebuah pesantren yang dijadikan sebagai tempat perlawanan sekaligus belajar
tanpa batas ruang, mendorong pemulihan kerusakan sosial-ekologis dan ekonomi
serta menghambat perusakan sosial-ekologis dan ekonomi di ruang hidup para
pelaku pelajarnya.
Pesantren Ath
Thaariq didirikan pada 2009, bertempat Kelurahan Sukagalih Tarogong Kidul Garut Jawa Barat oleh siapa Ibang Lukmanurdin dan penulis sendiri.
Pesantren ini
dihuni para santri usia dini, mahasiswa hingga
orang tua. Selain mempelajari kitab-kitab kuning, mereka juga belajar ilmu –
ilmu sosial, Hak Asasi Manusia, demokrasi, pluralisme, kesetaraan,
partisipatif, akuntabilitas, yang juga menjadi prinsip – prinsip yang dijunjung
tinggi pesantren.
Pesantren Ath
Thaariq didedikasikan secara khusus mendidik dan mencetak santri perempuan menjadi
pemimpin pesantren di desanya kelak. Mereka akan mentransformasi ilmu – ilmu
yang didapat, menjadi pemimpin pesantren yang mengajak perempuan lainnya terus berproduksi bagi keluarga dan komunitasnya. Tidak tergantung
pada upaya – upaya patriarki kapitalis. Tentu ini pekerjaan maha berat, namun
bisa dimulai lewat pekerjaan – pekerjaan teraramat sederhana, sebuah pekerjaan
untuk memenuhi kebutuhan, bisa memastikan keberlangsungan hidup dan melepaskan
diri dari ketergantungan.
Cita-cita di
atas diwujdukan dengan menerapkan sistem “pendidikan yang membebaskan”, untuk membangun harkat dan martabat
manusia ke arah lebih baik, yakni memiliki kemandirian dan jati diri utuh.
Mereka mampu memecahkan berbagai problem hidup yang dihadapinya serta memiliki
daya produktifitas tinggi yang bermanfaat bagi dirinya sendiri maupun
masyarakat dan lingkungannya.
Seluruh pelaku
dididik sebagai kader yang didorong untuk pemulihan kerusakan sosial-ekologis
dan ekonomi. Gerakan – gerakan sederhana telah banyak dilakukan dari pesantren
ini, pekerjaan – pekerjaan yang dilakukan adalah pondasi terhadap penentangan
gerakan melawan globalisasi.
Perlawanan dilakukan
dalam berbagai bentuk, di antaranya : tetap memelihara budaya lokal seperti gotong royong dan keswadayaan, sebuah
gerakan yang menentang individualisme akibat ketatnya persaingan
individu, salah satu dampak dari pasar
bebas.
Setiap santri didorong bekerja
keras, kreatif, inovatif, dan berpikiran kritis terutama dibidang produksi pertanian dan peternakan “lokal”. Ini
upaya -upaya untuk membiasakan lebih mandiri, tidak tergantung pada produk luar
yang belum tentu bermanfaat bagi masa depan mereka. Pesantren selalu menekankan
pendidikan yang bertumpu pada sumber daya lokal. Karena kini di seluruh
dunia teramat sangat sulit menghasilkan pangan, baik karena perubahan
iklim maupun kompetisi lahan pangan dengan berbagai kebutuhan lainnya, atau
penggunaan sumber pangan sebagai sumber energi.
Pesantren Ath
Thaariq mendidik santrinya untuk mengkonsumsi pangan beragam, tidak saja beras
sebagai sumber karbohidrat, tapi juga jagung, talas, gadung, singkong dan
sukun. Indonesia sangat kaya, punya beragam jenis pangan lokal untuk memenuhi
kebutuhan pangan dalam negeri. Tercatat ada 77 jenis karbohidrat yang tersedia.
Pemerintah mengandalkan beras dan terigu impor. Begitupun asupan protein dari
kacang – kacangan lokal, sayuran lokal serta buah – buahan lokal. Semua
diproduksi sendiri, sebab yang lokal
lebih tahan, ramah dan sehat.
Kebiasaan – kebiasaan berperilaku ramah lingkunganpun dibentuk sejak
dini, melalui usaha terus
menerus, seperti menyemai pohon keras produktif, , pengelolaan sampah dapur dan
plastik, membuat kompos dari lingkungan sendiri, bertanam sayuran organik,
hingga tidak memakai “pembalut” pabrik.
Pesantren Ath
Thaariq menjadi bagian sebuah gerakan untuk “melokalisasi diri”, sebuah
ungkapan perlawanan, yang mengupayakan semua dilakukan dan dipenuhi di dalam
area pesantren sendiri mulai kebutuhan makan, minum, kecuali yang tidak bisa
dibuat sendiri.
Konsep alam
sangat kental pada pesantren kami, sebuah model pendidikan yang berusaha
mengembangkan pendidikan secara alami, belajar dari semua makhluk yang ada di
alam semesta. Alam dijadikan ruang belajar, sebagai media dan bahan ajar, dan
sebagai objek pembelajaran.
Metode pendidikan yang diterapkan pesantren, selalu
melalui metode – metode yang mudah, dari mulai permainan, diskusi yang
menyenangkan, pembahasan kitab kuning dan pelajaran Al’Quran yang tidak
memberatkan, santai namun padat berisi. Ini sangat berbeda dengan pendidikan
modern saat ini, yang sangat sangat
diskriminatif, kapitalistik serta memecah-belah ekonomi masyarakat.
Pendidikan yang diterapkan berusaha mengajarkan berbagi
pada sesama, bersikap sportif, melalui proses, jika ingin sukses harus berjalan
mulai bawah setelah itu baru merasakan hasil kerja keras. Anak-anak akan
berpikir kreatif terhadap hal-hal yang ada disekelilingnya , sehingga kelak mereka
menjadi manusia dewasa yang kreatif dalam jiwa yang positif.
Pesantren Ath
Thaariq ingin menunjukkan bahwa kegiatan
paling sederhana yang dilakukan setiap hari, dapat membantu memulihkan planet
kita yang kian rusak ini. Jangan tunda lagi. Sudah saatnya setiap orang ikut mengambil
peran dengan cara masing-masing dan
sesegera mungkin. Pastikan semua menggunakan paradigm penyelamatan sosial, ekologis
dan ekonomi yang lebih berpihak pada rakyat. Mulailah dari apa yang kita bisa.
Semoga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar