Oleh : Muhaimin Iqbal
Setelah 69 tahun merdeka dan 7 presiden silih
berganti, belum nampak tanda-tanda negeri ini akan swasembada pangan. Bahkan
seperti yang pernah saya tulis sebelumnya “Red Alert : Darurat Pangan” kecenderungan
ketergantungan terhadap produk impor itu nampak semakin tinggi. Bisa jadi
karena selama ini kita mencari jawaban di tempat yang salah atau setidaknya
belum meng-eksplorasi peluang yang ada secara menyeluruh. Kita terlalu fokus
pada biji-bijian yang ditanam dengan susah payah – lupa ada potensi daun yang
bisa jadi lebih mudah !
Menanam padi yang menjadi unggulan bahan pangan kita
misalnya, tetap harus dilakukan. Hanya saja tidak bisa diharapkan pertumbuhannya
akan mengejar kebutuhan yang ada. Mencetak sawah adalah sejuta masalah – dan
negeri ini sudah pernah mencobanya di era Orde Baru, kita tidak perlu
mengulangi kesalahan yang sama.
Lantas dari mana sumber makanan kita untuk mengejar
dan mengatasi darurat pangan tersebut di atas ? Pertama dan awalnya kita harus
kembali kepada petunjukNya, agar kita tidak tersesat dengan trial and error
lagi seperti yang sudah-sudah.
Petunjuknya tentang sumber-sumber makanan kita itu
amat sangat jelas, dan kita disuruh langsung olehNya untuk memperhatikan
makanan kita ini : “Maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya”
(QS 80:24). Mari sekarang kita pelototi sumber-sumber makanan kita berdasarkan
petunjukNya ini.
Untuk bisa melihat potensinya secara menyeluruh, saya
pelototi ayat-ayat makanan ini dengan membaca Al-Qur’an dan tiga versi
terjemahannya (Departemen Agama, Yusuf Ali, Dr. Muhammad Taqi-ud-Din
Al-Hilali/Dr. Muhammad Muhsin Khan), juga tiga versi tafsirnya (Ibn Kathir,
Tafsiir Al-Jalaalayn dan Tafhim Al-Qur’annya Sayyid Abul Ala Maududi).
Kemudian bila ada perbedaan dari masing-masing
penterjemah atau penafsir, semuanya saya anggap benar karena mereka adalah
orang-orang yang sangat mengusai ilmunya. Perbedaan-perbedaan yang ada justru
memperkaya sudut pandang kita dengan perspektif yang berbeda.
Hasilnya lima kelompok makanan yang kita disuruh untuk
memperhatikan di dalam surat ‘Abasa ayat 24-32 saya sajikan ulang dengan
menaruh di dalam kurung bila ada terjemahan/tafsir yang berbeda sebagi berikut
:
1. Lalu disana Kami tumbuhkan
biji-bijian (QS 80:27)
2. Dan anggur dan sayur-sayuran
(hijauan pakan ternak, tanaman bergizi tinggi) (QS 80:28)
3. Dan zaitun dan pohon kurma
(QS 80:29)
4. Dan kebun-kebun yang rindang
(padat dengan pohon yang banyak, tertutup/padat dengan pohon dan dedaunan,
segala tanaman yang dikukumpulkan) (QS 80:30)
5. Dan buah-buahan dan
rerumputan (QS 80:31)
Rangkaian lima kelompok makanan tersebut ditutup
dengan “(Semua itu) untuk kesenanganmu dan untuk hewan-hewan ternakmu”
(QS 80:32) – yang juga menghasilkan sumber makanan berikutnya yaitu bahan
makanan yang berasal dari hewan ternak.
Sekarang mari kita lihat lebih detil mana di antara sumber
makanan yang sudah kita garap dan mana yang belum.
Nomor 1 yaitu biji-bijian seperti beras, jagung,
gandum dlsb. secara umum sudah kita garap dan menjadi bahan makanan utama kita
selama ini. Tingkat produksinya di dalam negeri mungkin sudah tidak banyak lagi
bisa ditingkatkan, pertama karena lahannya terus berkurang – kedua juga tingkat
produksi per satuan luas juga belum nampak adanya peningkatan yang massif, yang
nampak malah penurunan.
Nomor 2 anggur relative belum kita garap meskipun
sudah ada risetnya sejak jaman Belanda untuk jenis anggur yang kemungkinan
cocok untuk mayoritas tanah kita – yaitu anggur dataran rendah. Sayur-sayuran,
hijauan pakan ternak apalagi tanaman bergizi tinggi – nyaris belum kita
eksplorasi peluangnya.
Nomor 3 zaitun dan kurma juga belum banyak yang
menggarapnya. Melalui situs ini saja baru saya perkenalkan dalam dua tahun
terakhir, sejak saat itu ribuan kurma dan zaitun Alhamdulillah berhasil kita
tanam – tetapi untuk skala nasional tentu belum ada apa-apanya.
Nomor 4 kebun-kebun yang rindang juga baru digarap
secara sektoral seperti sawit, karet, tebu, kopi, teh, cengkeh – yang secara
keseluruhan belum memberi solusi swasembada pangan bagi negeri ini – karena
memang bukan dimaksudkan untuk kesana.
Nomor 5 buah-buahan kita juga nampak belum serius
menggarapnya dengan bukti semakin meningkatnya impor buah kita seperti dalam
tulisan saya sebelumnya di atas. Melalui project iGrow (www.igrow.asia)
kita mulai menggarap antara lain buah secara komersial di tanah yang luas –
tetapi ini juga baru permulaan. Rerumputan nyaris belum menjadi perhatian kita
sama sekali.
Dampak dari belum seriusnya kita menggarap hijauan
pakan ternak dan rerumputan juga pada terganggunya kemampuan kita dalam
memenuhi kebutuhan pangan dari sumber hewani. Sehingga rangkaian ayat yang
ditutup dengan “…kenikmatan bagimu dan hewan ternakmu...” ini belum bisa
bener-bener kita nikmati, apalagi ternak kita.
Kita sudah menanam padi, mulai menanam zaitun dan
kurma, mulai menanam buah-buahan dan bahkan mulai menggembalakan domba – tetapi
rasanya ini belum cukup dan masih ada yang perlu kita pelototi lagi ayat-ayat
tersebut di atas.
Maka kali ini saya fokuskan pada nomor 2 dan 4 yang
saya cetak tebal dalam rangkaian ayat-ayat tersebut di atas. Bila kita rangkai
ayat 28 dan 30, kita akan ketemu metode baru dalam bercocok tanam untuk jenis
tanaman yang menghasilkan hijauan (daun) bergizi tinggi – yaitu ditanam dalam
bentuk pohon-pohon yang sangat padat dan rindang.
Bila saya ungkapkan dalam satu kalimat kurang lebih
akan seperti ini pengungkapannya :
“…dedaunan sayuran/pakan ternak bergizi tinggi yang
berasal dari kebun/pohon yang ditanam secara padat/rindang…”
Setelah kita memformulasikan parameter dari sumber
pangan dan pakan andalan tersebut, kita tinggal mencari jenis tanaman apa yang
kiranya bisa kita kelola sehingga sesuai dengan parameter tersebut. Jenis
tanamannya sendiri saya tidak menemukan tanaman spesifik yang disebut di dua
ayat tersebut di atas – artinya bisa tanaman apa saja disekitar kita yang
menghasilkan gizi yang tinggi.

Maka saya ambilkan dari tanaman kelor atau Moringa oleifera yang
sudah saya bahas dalam tulisan saya sebelumnya. Apakah kelor bisa dijadikan
tanaman yang padat dan rindang ?, sangat bisa ! – lihat foto disamping. Dalam
foto tersebut kelor dtitanam dengan sangat padat di areal luasan yang sangat
sempit.
Dalam ukuran tanah kurang lebih 4 m2, penanaman kelor
yang sangat padat ini menghasilkan bahan makanan sekitar 90 kg per 2 bulan atau
540 kg per tahun. Bila Anda punya tanah 1 ha, ditanam dengan pola ini dan
asumsinya yang 30 % untuk jalan dan sarananya, maka per ha luas tanah Anda
hasilnya 945 ton daun kelor basah !
Daun kelor basah mengandung air sekitar 75 %, bila
dikeringkan secara maksimal akan menyisakan kandungan air sekitar 5 %. Beratnya
akan berkurang sekitar 70 %, sehingga hasil akhirnya adalah daun kelor kering
dengan berat 284 ton/ha/th.
Bagaimana dengan kandungan gizinya ?, daun kelor
kering mengandung protein sekitar 27 % dan karbohidrat sekitar 38 %. Tahukah
Anda bahan makanan kita yang proteinnya setara dengan protein daun kelor kering
ini ? Itulah daging sapi !
Artinya dalam hal sumber protein, satu hektar tanaman
kelor yang ditanam sedemikian rupa menjadi kebun yang sangat padat/rindang
seperti pada gambar tersebut di atas, dapat menghasilkan bahan pangan yang
nilai proteinnya setara dengan 284 ton daging sapi per tahun. Padahal untuk
menghasilkan 284 ton daging sapi ini diperlukan 1,420 ekor sapi ukuran sedang
dengan berat rata-rata 500 kg !.

Lantas untuk apa bahan makanan dari daun kelor ini ?
bagaimana memasaknya ?, bagaimana rasanya dlsb ? Ini hanya masalah selera dan ketrampilan
ibu-ibu di dapur, bagaimana membuat bahan makanan yang lezat dan bergizi tinggi
yang berbahan baku daun kelor tersebut.
Saat ini team Agroforestry Apprenticeship Program
(AAP) kita sedang bekerja keras untuk mencoba mewujudkan konsep ini, bagi Anda
yang tertarik untuk bergabung atau membantu dengan bibit, teknik
pengolahan/pengeringan dlsb. silahkan menghubungi kami.
Memang saat ini masih ada sedikit masalah yang harus
kami pecahkan, yaitu masalah ketersediaan bibit baik berupa biji maupun berupa
stek batang dalam jumlah yang massif.
Kemudian juga ada challenge tersendiri yang
kami tangani dengan senang hati yaitu teknologi pengolahannya. Daun kelor
karena proteinnya yang tinggi menjadi mudah busuk – bila tidak segera diolah
setalah diambil dari pohonnya, dengan pengeringan standar yang melibatkan panas
juga akan menghilangkan sebagian dari nutrisi yang ada.
Maka pengolahan/pengeringannya harus dalam kondisi
segar, cepat dan tidak melibatkan panas. Baru setelah menjadi bubuk/tepung daun
kelor, Anda bisa olah menjadi apa saja seperti antara lain dalam foto di
atas. Daun kelor juga insyaAllah bisa diekstrak – diambil sari pati-nya untuk
bahan obat, untuk yang terakhir ini Alhamdulillah justru kami sudah punya
teknologinya.
Tertarik untuk eksplorasi potensi daun kelor ?
silahkan bergabung untuk revolusi bahan pangan yang satu ini, revolusi daun
kelor yang ditanam dengan mengikuti petunjukNya. InsyaAllah.
Published on Sunday, 16 November 2014 07:02
Tidak ada komentar:
Posting Komentar