Rabu, 16 Maret 2016

Berdaulat Pangan dari Rumah Sendiri


Oleh : Nissa Wargadipura

Azoola Pinata,
Tanaman penting bagi bahan pupuk alami tanaman.
Dikenalkan di Pesantren Ath Thaariq sejak dini bentuk,  manfaat,
Cara pengolahannya serta penggunaannya.

Akibat Revolusi Hijau di sektor pertanian yang berakibat pada tanah semakin tidak subur karena penggunaan secara terus menerus (bahkan di luar batas) pupuk kimia (urea, pestisida, herbisida, round up), sistem pertanian monokultur, dan benih yang tidak mandiri. Maka ekosistem wilayah hidup di tempat kami mengalami kerusakan yang sangat parah, tanah semakin tidak subur , serangan hama tikus dan hama lainnya tidak terkendali. Setiap kali menanam dan memeliharanya,  dengan sekuat tenaga, pikiran dan modal tercurahkan, berharap akan mendapatkan hasil yang banyak dan terbaik, namun semua itu sirna dan membuat putus asa.  Kejadian kejadian ini terus berulang dari tahun ke tahun seolah tidak ada jalan keluar, kebutuhan paling dasar kami yakni hasil produksi pertanian  terus turun kwalitas dan jumlahnya.
Kondisi diatas membuat para petani  di desa desa wilayah kami, dimana tanah sebagai sumber utama keluarga “terpaksa dilepaskan” karena bertani sudah tidak lagi memberikan keuntungan serta tidak bisa menjadi tulang punggung utama keluarga lagi.
Manusia begitu sangat lambat merespon kondisi kerusakan diatas.
Masalah yang lain adalah besarnya populasi manusia, alih fungsi lahan menjadi pemukiman dan industrialisasi serta eksploitasi sumber daya alam. Ini berakibat pada punahnya keanekaragaman hayati di sekitar kami sebagai penjamin keberlangsungan kehidupan di bumi,  semua ini berdampak pada berbagai segi kehidupan, memunculkan sebuah masalah bernama krisis sosial ekologis.

Membiasakan diri mengolah hanya yang ada
di lingkungan. Membuat berbagai Pupuk Alami
untuk menyuburkan tanah.
Anak anak yang dibiasakan sejak awal
Mengetahui bagaimana cara merehabilitasi
dan menyuburkan tanah.
Cacahan batang pisang dan air cucian daging
salah satu untuk Pupuk Organik Cair.
Kegiatan sehari hari di Pesantren Ath Thaariq
Begitu pula di kawasan Pesantren Ekologi Ath Thaariq, pada 2008 yang lalu, dengan 20 orang santri dan lima keluarga inti. Kami mengolah sawah seluas 8.500m2. Sawah kami diserang kawanan tikus secara membabi buta, berbagai cara sudah dilakukan, dari tahun ke tahun hasil padi kami terus menurun drastis. Kami menanam kacang panjang di pematang pematang sawah sebagai area tumpang sari, namun terus diserang hama wereng, begitupun dengan mentimun, daunnya terus dimakan ulat dan buahnya basah didalam. Pakcoy dan Selada Hijau kami hanya mampu bertahan beberapa minggu saja, setelah itu layu tanpa sebab. Ditambah burung pipit berbondong bondong memakan bulir padi.Yang paling mengerikan lagi adalah, ketika musim panen telah lewat, padi padi kering kami simpan di karung karung di sisi lain di sawah musim tanam padi masih kecil, tikus tikus datang ke rumah kami dalam jumlah ratusan ekor, gabah kami jadi sasaran.  Mampuslah kami, terancam Pesantren dibubarkan dan tanah dijual.
Tapi kami terus berjuang, terus maju, terus mencari jalan.
Kami mencari akar masalahnya, ternyata ini diakibatkan karena sistem bertanam monoculture, pada satu kawasan, hanya padi, dan beberapa tanaman sayur saja, serta pemakaian pupuk kimia - urea, pestisida, herbisida, round up -  yang mematikan berbagai tanaman lainnya sebagai penyeimbang dan penyedia makanan bagi binatang dan serangga lainnya. Pada saat genting tersebut pula kami langsung teringat pada pelajaran SMP dan SMA dulu, pada gambar ular dan burung hantu, intinya adalah bila rantai makan pada ekosistem terputus, maka akan terjadi ketidak seimbangan yang akan memunculkan rusaknya ekosistem yang lainnya.

Sorgum, ditanam alami bersama Kacang.
 Tidak membutuhkan Pupuk, karena daun kacang (nitrogen )
telah membantunya mendapat asupan pupuk.
Dibuat untuk Karbohidrat lainnnya
Panen di Pesantren Kebon Sawah

Kawasan Pesantren Ekologi Ath Thaariq, telah terjadi keterputusan ekosistem yang sangat parah, sehingga perkembangbiakan tikus, burung  dan hama sangat masif, harus ada yang menyeimbangkannya, yakni ular, burung hantu, dan binatang lain begitu sangat penting, serta tanaman yang lebih beragam sebagai penyedia makanan.
Terlebih dahulu, diputuskan kami mengundang ular dan burung hantu dengan cara membuat semak semak di sepanjang selokan yang melewati seluruh sawah sawah dan kebun kami. Bertani tidak boleh lagi menggunakan pupuk kimia (urea, pestisida, herbisida, round up), karena penggunaan pupuk tersebut  malah membunuh dan mengundang banyak hama lainnya, serta membantai dan menghancurkan kehidupan berbagai makhluk hidup didalam tanah, selain tidak sesuai dengan ajaran yang diterapkan, yakni akhirnya khalifah yang telah melakukan kerusakan diatas muka bumi.
Proses panjang membawa Pesantren Ekologi Ath Thaariq Garut, berinisiatif berupaya sekuat tenaga mencari jalan keluar bagi pemulihan ekologis yang benar di kawasan seluas 8.500m2, juga supaya kami tidak melepaskan tanah, bersama keluarga hidup sejahtera di lingkungan  yang sehat alami, mandiri dan berdaulat. Bersama para warganya, guru dan santrinya, mempraktekkan langsung pengetahuan tentang lingkungan hidup melalui penerjemahan ajaran-ajaran agama, juga merancang sebuah system bernama bertani bernama “agroekologi”.
Agro ekologi adalah metode pengelolaan areal yang menciptakan kehidupan yang berkelanjutan, dimana konsep utamanya adalah “keseimbangan dan berbagi’ sehingga etika yang dibangun dalam mengelola yaitu peduli bumi, peduli sesama makhluk tuhan dan peduli masa depan. Agroekologi adalah model pengelolaan keanekaragaman dengan prinsip motede secara lokal, sumber daya lokal, bahan lokal,teknologi lokal dan tenaga lokal. Karena keanekaragaman melahirkan keseimbangan ekologi.
Agroekologi juga adalah sebuah cara pengelolaan lahan secara optimal yang
Menanam di pot, dengan memakai pupuk sisa sampah dapur, dilakukan pula di Pesantren Kebon Sawah, agar anak anak mudah menjangkaunya dan terbiasa memakan sayur dari hasil sendiri.

menggabungkan sistem produksi biologis dengan rotasi tanaman jangka pendek dan jangka panjang berdasarkan prinsip-prinsip keberlanjutan. Elemen tanaman dalam agro ekologi yaitu tanaman musiman (seperti sayuran : kami menggunakan sayuran non populer, talas, umbi jalar,padi, dll) tanaman tahunan (buah-buahan) dan tanaman jangka panjang misalnya kayu kayuan.
Dalam agro ekologi pola tanam sangat diperhatikan, sehingga menghasilkan produktivitas yang sangat optimal dan berkelanjutan. Secara umum faktor lingkungan dan karakter tanaman menjadi pertimbangan dalam menanam. Selanjutnya, pembagian zonasi harus dilakukan dengan sangat cermat agar menghasilkan siklus yang berkelanjutan. Begitu juga   Pertimbangan dalam merancang pola tanaman diantaranya : ketersediaan air, kondisi tanah ( jenis tanah,kesuburan tanah, dan bentuk permukaan tanah) keberadaan hama dan penyakit, ketersediaan bahan tanaman dari varietas berdasar kesesuai lahan. Sehingga sistem yang digunakan adalah “polikultur” dalam jumlah pohon yang cukup, bukan banyak. Yaitu budidaya berbagai jenis tanaman pada lahan dan waktu yang berbeda. Tentu manfaat dari agroekologi yaitu diversifikasi nutrisi, panen terus menerus, beragam tanaman, meningkatkan kesuburan tanaman, dengan polikultur dapat memutuskan siklus hidup hama dan penyakit tanaman. Sehingga peranan konservasi tanah dalam adalah memiliki peranan yang penting agar keanekaragaman hayati dan pemulihan ekosistem berjalan dengan baik.
Kami sangat menghargai sekali kehidupan di dalam tanah, karena kami membutuhkan makanan dan air yang sehat, sehingga pekerjaan kami selama bertahun tahun adalah merehabilitasi tanah.

Benih Open Pollinated Organic Seed
Karena dengan benih yang bisa berkembang
dan turun temurun secara alami
Maka kedaulatan pangan tetap terjaga
Disimpan dengan sangat baik di Pesantren Kebon Sawah
Agar penerapan Agro Ekologi tetap konsisten dijalankan, maka sistem ini harus didekatkan pada para pengelolanya, karena tujuan utama dari agroekologi ini sendiri adalah mengedepankan kebutuhan keluarga dan lingkungan terdekatnya, rumah menjadi pusat dari seluruh aktivitas di kawasan agroekologi ini. “Kebun Pekarangan” adalah kalimat yang tepat dalam etnisitas kalimat kita.
Kebun Pekarangan adalah tanah di sekitar rumah, biasanya berpagar keliling yang ditanami dengan berbagai tanaman, kadang kadang tumbuhan liar campuran dari tanaman buah buahan,  tumbuhan merambat, bambu, dan tanaman semak semak yang bermanfaat (Terra, 1953-163). Lembaga Ekologi pada 1978 (AgroEkosistem Orang Sunda – Jhon Iskandar dan Budiaawati S. Iskandar , Kiblat 2011) pekarangan didefinisikan  “sebidang tanah yang ada bangunan tempat tinggal diatasnya, yang mempunyai batas tertentu dan yang mempunyai hubungan fungsional, artinya bahwa penghuninya memiliki hak untuk menanam dan memungut hasil dari pekarangan tersebut.
Kebun Pekarangan dengan memakai sistem Agroekologi, telah memberikan kemanfaaatan bagi kami di Pesantren Ekologi Ath Thaariq Garut, sekarang, padi kami berlimpah, bisa dikonsumsi tiap hari bergantian dengan sayuran berbagai jenis dan karbohidrat lainnya , berjenis jenis bumbu rempah, tanaman obat obatan dari semak semak serta berbagi jenis ikan. Disisi lain kami pun menikmati berbagai kemunculan binatang – binatang  yang telah langka (tidak bisa tumbuh ditempat lain karena penggunaan pupuk kimia), tempat kami menjadi rumah bagi kunang kunang, kupu – kupu, burung, berbagai jenis katak, ular (yang bukan pembunuh utama manusia). Situasi ini sangat penting bagi anak anak kami serta santri santri Pesantren Ath Thaariq, dimana rata rata anak di Indonesia, mengetahui keaneka ragaman hayati hanya dari pelajaran yang tekstual
Bertani alami hanya dengan tanaman yang menyuburkan tanah mampu memangkas biaya produksi, menjadikan tanah subur, menarik perhatian, membuat nyaman, memberikan nutrisi lengkap. Adalah pertanian yang mengedepankan keluarga sebagai yang bagian utama. Poto : Kebun Bunga Matahari di Pesantren Kebon Sawah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar