SBY dan Implikasi Ekspansi Kekuatan
Memperoleh tingket kelas esklusif tak begitu mudah, berbagai pengorbanan dan yang dikorbankan tentu tak terhitung besar. Tak masuk dalam hitungan jari. Setelah memperoleh tiket itu,tentu kekuasaan (tiket) itu perlu perlindungan dan penjagaan yang multi pihak bila perlu nyawa jadi tarohan. Biaya yang telah di keluarkan terlalu besar bila melepas sebelum bertarung.. selain pengorbanan tentu penjagaan itu Bukan hanya cukup dengan tampang dan kepintaran mengubar janji bila kursi itu telah di dudukinya. Dulu mungkin masih bisa merayu rakyat dengan potensi materi dimasa kampanye. Namun bila obat itu sudah hilang, pasti rakyat akan kembali hidup normal. Bahwa peguasa yang yang di harapankan memperoleh perubahan tak jauh dari para pembawa tiket eksklusif lainnya. bisa di telusuri dan Ini terbukti dimasa berkuasanya orde baru dari mulai tahun 1967 sampai sekarang. Da catatan yang terpenting Semua arena politik bangsa dan kaum politikus tersentralisasi di cendana, bukan pada realitas kaum tertindas. Tentu kekuatan itu dibangun dengan biaya kelakukan yang tak terhingga besarnya. Bahkan korban dari para kaum tertindas tak terhitung akibat kekuasaannya. Seperti biasanya berbagai hal yang telah hilang di wilayah kaum tertindas yang enjadi korban tak jauh dari hitungan sampah. Bila perlu berbagai peluru di arahkan untuk wargaya sendiri. Tak jadi soal bila itu pilihan. Namanya juga usaha meghimpun politin sentralisasi, semua energi harus di arahkan pada melanggengkan kekuasaan.
SBY sadar atas kekuatan yang dimilikinya kecil. Dan diam baginya adalah kematian. Namun upaya-upaya itu mulai dirik ketika areal-areal politik berpotensi berkonflik. Tentu berbagai stategi dan energi di kerahkan dalam upaya penguasaan. Dan seperti kelakuakn para penguasa sebelumnya, berbagai arena politik yang di intervensinya tak lain sebagai upaya dalam pengamanan kekuasaannya yang masih berumur jagung. Bahkan ketika dominasi kaum parlemen di kuasai oleh kelompok lawan mainnya, tentu jadi ancaman bila tak di benahi. bakhan di biarkan akan menjadi bumerang atas kekuasaannya. Semantara kekuatan politik yang dulu jadi harapannya akan hilang perlahan-lahan. Meskipun ia lahir dari pilihan rakyat langsung. Tapi persoalan bangsa yang telah di beri judul “ perubahan” su;lit untuk di implementasikan. Artinya akan mengusik suara rakyat yang terlalu menyimpan kepercayaan akan perubahan. Namun sikap politik yang ril untuk melakukan perubahan sangat sulit dilakukan. Berbagai janji pada basis politik lain yang sebelumnya di sepakati menjadi arena yang mengendalikannya. Bahkan di masa 100 hari kerjanya SBY harus menaikan harga BBM sekitar 40 %. Tentu sikap politik itu tak lain akibat dari keberpihakannya pada ekonomi kapitalis yang telah membesarkannya. tentu Ini artinya nilai rupiah akan turun drastis seperti sampah. Dan seperti bacaan sederhana kenaikan itu akan berimbas pada semakin meningkatnya ber bagai beban bagi rakyat. Namun sekali lagi ia akan seperti penguasa sebelumnya. Persoalan dan realitas rakyat menjadi hitungan yang terus di hapus. Mengingat untuk potret politik indonesia bila melakukan perlwanan terhadap penguasa yang sah, maka berbagai model penyelesian yang destruktif memperoleh legitimasi konstitusi. Bisa jadi di sebut propokator, menjadi kambing hitam, mengalami kelakukan refresif, atau di sebut teroris bila tidak pernah berketi. Begininah potret politik konservatif yang kukuh menggunakan tangan besi menjadi kado buat rakyat.
POLITIK SOAN
Pemberian izin wakil presiden (Yusuf kalla) untuk ikut bursa calon orang nomor satu partai pohon beringin bukanlah tak beralasan. Itu merupakan hitungan yang maksimal. Dan Kepentingan itu dilakukan tentu untuk memiliki kekuatan yang optimal di parlemen. Seperti biasanya politik feodalisme, bila penguasanya berpihak pada satu kekuasaan yang akan mendatangkan aliran modal, barang, agraria, informasi dan orang. Dan rakyat akan menjadi komoditi politik untuk di korbankan. Dan parlemen akan hidup membeo apa titah eksekutif. Tentu bahasa sederhana parlemen jadi mandul.
Sehingga bila kekuatan presiden dan wakil presiden memuncak . tentu tak ada hubungan yang akan mengakibatkan kekuasannya runtuh berkeping-keping seperti kejadian Gusdur. Karena kekuatan parlemen yang menjadi ancaman dapat di mobilisasi dan mengendalikan kekuatan golkar yang menjadi ancaman penguasa. Dan alat pengendalinya tak lain masuk melalui potensi kekuasaan wakil presiden. Dengan demikian koalisi kebangsaan yang menjadi ancaman akan melemah menjadi abu. Bahkan yang tinggal hanya tulisan di beberapa media cetak dan elektrolik.
Bahkan penggalangan kekuatan yang dilakukan oleh penguasa tak hanya di wilayah politik yang dominan sebagai pemenang pemilu. Sebelumnya mulai bermain di wilayah politik kaum sarungan dengan mulai bermain agak halus di muktamar NU yang baru-baru ini dilakukan. Dan hasilnya seperti biasanya, memperoleh kekuatan yang cukup penting untuk menyeimbangi kekuatan lain yang merongrong dalam bacaan oleh kaum sarungan.
*******
Seperti biasanya, lagu klasik dalam potret gerakan politik kita, partai sering membaca (Golkar) bahwa perkembangan dan penguasaan barang, agararia, modal, barang dan informasi tak bisa dilakukan tanpa para kader partai (Golkar) menduduki pusat kekuasaan. Sekali lagi ini terbukti ketika Akbar tanjung yang sebelumnya memberikan jalan bagi Agung laksono untuk menduduki ketua DPR RI, akhirnya menginjak dan menelantarkan . berbagai pelayanannya di kubur dan putusan akhirnya menjadi bagian dari ripal dalam bursa pencalonan partai (Golkar). Inilah biaya dan kelakukan yang harus di tebus mahal konsekwensi dari kelakukan para politisi yang dipertanyakan dan diragukan keberpihakannya. Namun seperti biasa,Rakyat tetap jadi korban. Bahkan paradigma rezim deveopmentalisme yang di kampanyekan orde baru tetap menjadi anutan.
Apabila ini terus di lakukan, maka arena perubahan yang di motori oleh keseimbangan kekuatan politik dari parlemen untuk menjaga kelakukan destruktif eksekutif akan kembali ke kehidupan politik orde baru. Harapan keadilan dan demokrasi akan hancur dan terkubur. Eksekutif happy menjadi aktual. Dan parlemen menjadi arena seremonial. Dan konsolidasi menjadi epektif memulihkan kehawatiran dan ancaman.
Dalam pertarungan itu kini, partai golkar kebali menghirup udara segar. Jaringan penopang partai kembali merampas bumi. Kalangan birokrasi pemerintahan yang di motori jusuf kalla, aburizal bakrie dan fahmi indris, Hemangku Buwono X. kalangan bisnin srperti surya paloh, praabowo Subianto, Siswono Yudo Husodo, tanri abeng, jan Darmadi. Parlemen Agung laksono, paskah Suzetta, Theo l sambuaga, dll). Untuk siapa kekuasan yang di himpun. Tentu seperti biasanya rakyat hanya bisa menghayal. Semua barang, informasi, agraria, modal dan orang akan terkonsentrasi pada mereka. Seperti potret kelakukan lama.
Begitupun lahirnya koalisi kerakyatan, bisa jadi menjadi arena meraih jabatan yang besar di masa depan laksana berkuasanya rezim orde baru. Sedangkan koalisi kebangsaan menjadi tugu yang usang. Rakyat akan di hujani dengan berbagai tumpukan sampah. Mukin seyogyanya kejadian ini menjadi momentum kebangkitan kesadaran politik warga. Tanpa itu warga hanya jadi jaminan utang, jaminan berkuasa, jamina yang tiap kali siap di arahkan pada lawan yang bermain dan jaminan bersaing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar