Kemiskinan dan Agraria
kemiskinan merupakan racun bagi rakyat dimanapun. Berbagai upaya dilakukan oleh pemerintahan namun tak pernah memeroleh hasil yang maksimal. Padahal berbagai kekayaan melimpah di jambrut katulistiwa. Dan masih menjadi catatan penting hingga manapun. Bahkwa kaum kolonial datang ke kepulauan nusantara berabad-abad tak lain akibat kekayaan produk pertanian trofis yang bermanfaat dan bernilai tinggi. Tentu yang dicari tak lain dari rempah-rempahan yang dapat dipasarkan di dunia eropa. Dan gugusan gunung berapi yang ada hampir di semua kepulauan Indonesia sudah menjadi jaminan akan tingkat kesuburan selain fanorama yang indah.
Namun setelah indonesia merdeka, produktivitas pertanian tetap menjadi potret suram dan kelam. Bahkan komoditi pertanian itu tertinggal dari negara-negara lainnya. Tak bisa di hindari, kemiskinan menjadi potret yang aktual. Meskipun indonesia kaya raya. Rakyat acapkali menuai bencana.Ibarat tikus mati di lumbung padi.
Bila diterusuri dengan sadar,Hal yang harus menjadi catatan penting bahwa kehancuran pertanian yang berakibat pada semakin miskinnya rakyat petani tidak terlepas dari strategi pembangunan yang lebih berorientasi pada sektor industri. Padahal banyak warga tak bisa lepas dari ketergantungannya dengan sektor pertanian. Dan ketergantungan itu di yakini diwilayah Garut dalam perkembangan ekonomi bahwa struktur pereknomian Garut berbasis pada pertanian.
Maka arah kebijakan pembanunan diantara : 1.Meningkatkan Indek Pembangunan Manusia ( IPM );2.Mengurangi disparitas atau ketimpangan pembangunan Garut selatan dengan Garut Utara dan Tengah;3.Memberdayakan masyarakat dan mengentaskan kemiskinan melalui pembangunan yang berbasis pedesaan; 4.Menciptakan atau menambah lapangan kerja; 5.Meningkatkan pendapatan dan kesejahtraan masyarakat; 6.Mempertahankan atau menjaga kelestarian sumber daya alam agar bermanfaat secara optimal.
Upaya tersebut akan sangat sulit untuk di realisasikan. Bahkan hanya akan jadi tulisan yang cukup di dokumentasikan. Disatu sisi rakyat memiliki ketergantungan dengan agraria, disisi lain arah kebijakan pembangunan yang dilaim ideal memisahkan agraria dari warga. Ini terlihat dari agraria, informasi, modal, barang, orang yang menjadi sumber kesejahteraan, kesehatan dan produksi rakyat miskin tak pernah ada kepastian dalam pengelolaan, penguasaan, dan pemilikan. Untuk itu, penetapan Menteri negara pembangunan daerah terrtinggal yang menyatakan bahwa Kabupaten Garut sebagai daerah tertinggal mebuktikan bahwa kemiskinan menjadi aktual tak bisa ditutupi dengan pembenaran kwantitatif melalui data statistik . Tentu tak perlu di biarkan itu terus hidup. Menurutnya Ada enam kriteria untuk memasukan suatu daerah dalam katagori daerah tertinggal diantaranya : presentasi kemiskinan di daerah, sumber daya manusia yang rendah akibat terbatasnya akses pendidikan, kesehatan dan lapanga kerja infrastruktur, fiskal, aksesbilitas ( Pikiran rakyat 8 –12/2004)
Dan diskriminasi sektoral itu sudah jelas akan memperburuk kondisi ekonomi rakyat pedesaan yang sekarang hidup sebagai tunakisma, buruh tani, dan petani buram (kecil), maka upaya-upaya tujuan membangun perekonomian yang berdampak pada menurunnya kemiskinan melalui sektor pertanian di kabupaten Garut harus menjadi skala prioritas yang serius. Tetapi membangunkan sektor pertanian menjadi areal investasi bagi produksivitas, kesejaheraan dan kesehatan rakyat tak akan pernah berarti bila kepastian bagi buruh tani yang miskin akan agraria tak pernah dimilikinya. Karena kekeliruan sikap penguasa selama ini di jelaskan dalam TAP MPR No IX tahun 2001 tentang pembaruan agraria dan pengelolaan sumber daya Alam dalam hal menimbang butir (c) di nyatakan bahwa “ pengelolaan sumber daya agraria/siumber daya alam yang berlangsung selama ini telah menimbulkan penurunan kwalitas lingungan, ketimpangan struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatannya serta menimbulkan berbagai konflik (d) bahwa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya agraria/sumber daya alam saling tumpang tindih dan bertentangan’.
Ketimpangan penguasaan bisa di telusuri dari luas areal Kabupaten Garut yang terletak di bagian selatan Propinsi Jawa Barat (Jabar) berbatasan langsung dengan Samudera Indonesia. Dengan luas wilayah sekitar 306.519 Ha (3.065,19 km²), Kabupaten Garut merupakan kabupaten terluas nomor 2 di Jabar (8,297% dari luas wilayah Propinsi Jawa Barat 3.694.171 Ha ). Adapun Pemanfaatan lahan di kabupaten Garut didominasi oleh kaum tuan tanah, perkebunan negara, swasta dan perhutani mencapai 95,22 % dari total luas wilayah Kabupaten Garut. Lebih rincinya, penggunaan lahan di Garut adalah:
• Lahan sawah seluas 49.912 Ha atau 16,29%;
• Lahan kering (tegalan dan kebun campuran) seluas 97.401 Ha atau 31,78%;
• Lahan perkebunan seluas 35.756,23 Ha atau 11,67 %;
• Lahan kehutanan seluas 108.741,14 Ha atau 35,48% ;
• Penggunaan lahan lainnya untuk pemukiman sebesar 11.235 Ha atau 3,665 % dan industri sebesar 26 Ha atau 0,008 % .
Grafik1: Komposisi Penggunaan Lahan di Kabupaten Garut
Sumber: diolah dari www.garut.go.id/ tahun 2002.
Tabel 1: Luas Tanah dan Penggunaannya, Tahun 2000
Uraian Luas (Ha) %
I. Sawah
1.1 Irirgasi 38.699,00 12,625 %
1.2 Tadah Hujan 10.286,00 3,356 %
II. Darat
2.1. Pemukiman 11.235,00 3,665 %
2.2. Industri 26,00 0,008 %
2.3. Tanah Kering/Tegalan 45.988,00 15,003 %
2.4. Kebun Dan Kebun Campuran 63.066,00 20,575 %
2.5. Perkebunan 26.908,00 8,779 %
2.6. Hutan 99.290,00 32,393 %
2.7. Semak Belukar 7.177,00 2,342 %
2.8. Tanah Rusak/Tandus 0,00 0 %
III. Perairan
3.1. Pengairan/Situ, Waduk/Kolam 1.163,00 0,379 %
IV. Penggunaan Tanah Lainnya 2.681,00 0,875 %
Jumlah 306.519,00 100 %
Sumber: Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kab Garut. (Garut Dalam Angka,BPS 2000)
Dan ketimpangan itu menjadi arena pengangguran di sektor pertanian semakin serius. Dan kemiskinan di wilayah areal pertanian dan pedesaan menjadi porsi yang dominan. Berbagai bentuk diskriminasi, ketimpangan masih terus dirasakan kaum buruh tani, dan petani kecil. Padahal sampai sekarang tak bisa di pungkiri pertanian terbukti telah memberikan kontribusi tidak kecil bagi stabilitas ekonomi makro.
Untuk menjadikan pertanian menjadi daya jelajah yang besar dalam stablitas ekonomi makro, pembaruan agraria ( landreform) menjadi strategi yang penting tak bisa di tunda.
Menurut Tap MPR No IX tahun 2001 pasal (2) “Pembaruan agraria mencakup suatu proses yang berkesinambungan berkenaan dengan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan sumber daya agraria, dilaksanakan dalam rangka tercapainya kepastian dan perlindungan hukum serta keadilan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Adapun prinsif pembaruan agrraria dalam pasal (4)
“Pembaruan agraria dan pengelolaan sumber daya alam harus dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip:
a. Memelihara dan mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia ;
c. menghormati supremasi hukum dengan mengakomodasi keanekaragaman dalam unifikasi hukum;
d. mensejahterakan rakyat, terutama melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia;
e. mengembangkan demokrasi, kepatuhan hukum, transparansi dan optimalisasi partisipasi rakyat;
f. mewujudkan keadilan termasuk kesetaraan gender dalam penguasaan, pemilikan, penggunaan, pemanfaatan, dan pemeliharaan sumber daya agraria/sumber daya alam;
g. memelihara keberlanjutan yang dapat memberi manfaat yang optimal, baik untuk generasi sekarang maupun generasi mendatang, dengan tetap memperhatikan daya tampung dan daya dukung lingkungan;
h. melaksanakan fungsi sosial, kelestarian, dan fungsi ekologis sesuai dengan kondisi sosial budaya setempat;
i. meningkatkan keterpaduan dan koordinasi antarsektor pembangunan dan antar daerah dalam pelaksanaan pembaruan agraria dan pengelolaan sumber daya alam;
j. mengakui, menghormati, dan melindungi hak masyarakat hukum adat dan keragaman budaya bangsa atas sumber daya agraria/sumber daya alam;
k. mengupayakan keseimbangan hak dan kewajiban negara, pemerintah (pusat, daerah provinsi, kabupaten/kota, dan desa atau yang setingkat), masyarakat dan individu;
l. melaksanakan desentralisasi berupa pembagian kewenangan di tingkat nasional, daerah provinsi, kabupaten/kota, dan desa atau yang setingkat, berkaitan dengan alokasi dan pengelolaan sumber daya agraria/sumber daya alam.
Adapun arah kebijakan pembaruan agraria di jelaskan dalam pasal (5) :
(1) “Arah kebijakan pembaruan agraria adalah :
a. Melakukan pengkajian ulang terhadap berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan agraria dalam rangka sinkronisasi kebijakan antarsektor demi terwujudnya peraturan perundang-undangan yang didasarkan pada prinsip-prinsip sebagaimana dimaksud Pasal 4 Ketetapan ini.
b. Melaksanakan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (landreform) yang berkeadilan dengan memperhatikan kepemilikan tanah untuk rakyat.
c. Menyelenggarakan pendataan pertanahan melalui inventarisasi dan registrasi penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah secara komprehensif dan sistematis dalam rangka pelaksanaan landreform.
d. Menyelesaikan konflik-konflik yang berkenaan dengan sumber daya agraria yang timbul selama ini sekaligus dapat mengantisipasi potensi konflik di masa mendatang guna menjamin terlaksananya penegakan hukum dengan didasarkan atas prinsip-prinsip sebagaimana dimaksud Pasal 4 Ketetapan ini.
e. Memperkuat kelembagaan dan kewenangannya dalam rangka mengemban pelaksanaan pembaruan agraria dan menyelesaikan konflik-konflik yang berkenaan dengan sumber daya agraria yang terjadi.
f. Mengupayakan dengan sungguh-sungguh pembiayaan dalam melaksanakan program pembaruan agraria dan penyelesaian konflik-konflik sumber daya agraria yang terjadi.
Dalam pelaksanaannya dalam pasal 6 dijelaskan :
“Menugaskan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia bersama Presiden Republik Indonesia untuk segera mengatur lebih lanjut pelaksanaan pembaruan agraria dan pengelolaan sumber daya alam serta mencabut, mengubah dan/atau mengganti semua undang-undang dan peraturan pelaksanaannya yang tidak sejalan dengan Ketetapan ini.
Selanjutnya dalam pasal 7 dengan tegas bahwa ; “
“Menugaskan kepada Presiden Republik Indonesia untuk segera melaksanakan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber daya Alam serta melaporkan pelaksanaannya pada Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar