Minggu, 07 Juli 2013

Ekonomi Syariah VS Neoliberalisme

Ekonomi Syariah vs Neoliberalisme Saat ini ekonomi syariah hadir sebagai salah satu alternatif terbaik sebenarnya dibandingkan sistem-sistem ekonomi lain yang ditawarkan oleh para pakar-pakar ekonomi sekalipun kekuatan ekonomi neoliberalisme menjadi tren disemua penjuru bumi. Ini terlihat dari terjadinya krisis global di seluruh negara yang menjadi panding fathernya sistem ekonomi kapilis. Dari mulai Amerika sampai Eropa mengalami keterpurukan ekonomi, sehingga tak ada alasan bila kita masih menyakini sistem ekonomi kapilatis jadi solusi terpenting bagi siapapun dalam membangun ekonomi . Namun di masyarakat istilah ekonomi syariah masih terasa asing sehingga kurang dipahami. Tentu berbagai kendalam mewarnai penyebaran gagasan alternatif ini, tentu upanya membumikan merupakan pilihan yang tidak bisa ditunda. Untuk meyakinkan tren baru ini, dimana ekonomi syariah jadi solusi, mari kita membahas satu persatu keraguan-keraguan yang tertuang dalam beberapa pertanyaan antara lain: ”Mampukah ekonomi syariah mencabut cengkraman sistem kapitalisme global yang sudah begitu mengakar?” dan ”Mampukah ekonomi syariah diharapkan sebagai satu-satunya alternatif untuk menggantikan tatanan sistem ekonomi kapitaslime dan menyejahterakan seluruh lapisan masyarakat tanpa terkecuali?”.Untuk menjawab kedua pertanyaan diatas, ada beberapa hal yang perlu diluruskan tentang pemahaman ekonomi syariah. Ekonomi syariah tidak hanya mengatur soal moneter atau keuangan non riba atau perkara-perkara perdagangan semata. Ekonomi syariah adalah sebuah sistem ekonomi yang komprehensif yang di bangun di atas landasan ideologi yang khas. Ke khas-an itu kemudian terpancar dalam peraturan-peraturan yang dilahirkannya. Sehingga ekonomi syariah yang bersumber dari Islam, berbeda dengan ekonomi kapitalisme atau sosialisme yang memiliki landasan ideologi tertentu pula. Berangkat dari pendapat Islam, bahwa problem ekonomi pada dasarnya adalah bagaimana memperoleh kekayaan. Karenanya Islam mengatur bagaimana (1) Konsep Kepemilikan kekayaan (2) Pengelolaan kepemilikan dan kekayaan, dan (3) Distribusi kekayaan. Ketiga hal inilah yang di atur dalam ekonomi syariah. Mengenai teknis memproduksi dan memperbanyak barang dan jasa di serahkan kepada manusia untuk mengembangkannya. Berbeda dengan sistem ekonomi kapitalis yang berangkat dari pendapat bahwa problem ekonomi adalah masalah bagaimana memproduksi barang dan jasa sebanyak-banyaknya. Sistem ekonomi kapitalisme mengabaikan persoalan distribusi kekayaan. Akhirnya kita dapati ketimpangan ekonomi seperti yang diutarakan di atas terjadi dimana-mana.dan fotret ketidak adilan sulit dipungkiri. Karena dalam ekonomi kapitalis segala sesuatu yang menyangkut soal-soal ekonomi diserahkan pada pasar. Dan dipasar hanya yang kuatlah yang berkuasa.dan yang jadi korban adalah mereka yang memiliki segala keterbatasan. Dalam ekonomi syariah, menerapkan konsep kepemilikan paling tidak ada tiga persoalan yang dapat segera di selesaikan oleh sistem ekonomi syariah, yaitu privatisasi, liberalisasi dan pasar bebas. Dengan kebijakan ”disiplin” kepemilikan yang diatur ekonomi syariah, kepemilikan akan di bagi menjadi tiga: kepemilikan individu, umum (publik) dan negara. Yang termasuk kategori kepemilikan umum (publik) adalah (1) Segala sesuatu yang menjadi kebutuhan vital rakyat, yang ketiadaanya akan menyebabkan kehidupan masyarakat tidak berjalan baik seperti air dan sumber energi (gas, listrik, minyak bumi, air, batu bara, dll). (2) Berbagai komoditas yang tidak bisa dimiliki secara pribadi seperti lautan, sungai, masjid, jalan umum dan sebagainya. (3) Barang tambang yang depositnya tidak terbatas seperti sumber daya mineral (garam, besi, emas, perak, timah dll). Semua yang termasuk kepemilikan umum tidak boleh dimiliki oleh individu atau swasta dan bukan pula milik negara. Negara hanya mengelolanya saja, yang hasil pendapatannya diserahkan ke Baitul Mal yang digunakan sepenuhnya untuk kepentingan rakyat. Namun saat ini kita di hadapkan pada persoalan banyaknya aset-aset publik yang dikuasai oleh pihak swasta, mulai swasta personal sampai korporasi swasta asing seperti Amerika Serikat. Ini tentunya dapat menghambat upaya pemerintah untuk memberikan pelayanan-pelayanan kebutuhan standar masyarakat. Oleh karena itu ekonomi syariah menyarankan kepada negara untuk membeli kembali aset-aset yang telah terlanjur di jual tersebut. Negara juga dibolehkan untuk mengambil alih aset-aset tersebut secara sepihak jika aset tersebut adalah milik kafir harbi fi’lan seperti AS. Ini karena pertimbangan bahwa negara berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan dasar rakyat dan menjaminnya dalam kondisi aman tanpa ketergantungan dengan pihak asing. Selain itu, pertimbangan lainnya adalah pelarangan syariat secara mutlak bagi kaum muslim untuk bertransaksi ekonomi maupun ekspor-impor dengan kafir harbi fi’lan. Untuk menjamin meratanya distribusi kekayaan di tengah-tengah masyarakat, negara berkewajiban untuk mencegah berputarnya kekayaan hanya pada segelintir orang saja (QS Al-Hasyr: 7). Pencegahan itu dilakukan dengan melarang penimbunan uang, emas dan perak (sebagai mata uang) meskipun telah dikeluarkan zakatnya. Yaitu mengumpulkannya bukan untuk membiayai sesuatu yang direncanakan. Syariat juga melarang praktek ekonomi non-real dan hanya membolehkan ekonomi real. Emas dan perak digunakan sebagai standar mata uang, dan bukan barang komoditi yang bisa diperjual belikan. Uang hanya difungsikan sebagai alat tukar. Semua ini menjamin terdistribusinya kekayaan di tengah-tengah masyarakat secara adil dan terhindar dari fluktuasi ekonomi yang kerap terjadi pada ekonomi kapitalis. Semua ini juga menjamin semua aktifitas ekonomi hanya bersifat real dan memiliki efek langsung terhadap kesejahteraan dan peningkatan taraf ekonomi. Berbeda dengan sistem ekonomi kapitalis, uang dan harta ditimbun dalam berbagai bentuk portofolio, tabungan, deposito, reksa dana, saham dan sebagainya yang lebih banyak beredar di sektor non-real bukan investasi langsung pada sektor makro ekonomi. Akibatnya terciptalah buble ekonomi (ekonomi gelembung sabun yang rapuh terhadap krisis), kesejahteraan dan pertumbuhan semu, dan banyak terjadi aktifitas-aktifitas ekonomi yang tidak berpengaruh langsung secara real pada peningkatan taraf ekonomi, kesejahteraan dan pertumbuhan. Selain itu, distribusi kekayaan di tengah-tengah masyarakat diperkuat lagi dengan keberadaan Baitul Mal. Baitul Mal adalah pintu terakhir dalam menjamin meratanya Distribusi kekayaan di masyarakat. Dalam hal ini Baitul Mal melakukan: pertama, memberikan kebutuhan-kebutuhan pokok berupa bahan makanan dan minuman secara cuma-cuma kepada anggota masyarakat yang karena kondisi fisik dan akalnya tidak memungkinkannya untuk bekerja, seperti penderita cacat. Kedua, memberikan secara cuma-cuma jasa pelayanan pendidikan, kesehatan dan keamanan kepada seluruh anggota masyarakat tanpa memandang suku, agama dan ras. Semua pengeluaran untuk pelayanan-pelayanan ini sepenuhnya ditanggung oleh negara melalui baitul mal. Adapun sumber pendapatan baitul mal, dapat diperoleh dari badan-badan usaha yang dikelola oleh negara seperti pertambangan logam, minyak bumi, gas, kehutanan, dsb. Dapat pula diperoleh dari jizyah, fa’i, kharaj, sedekah, hibah, zakat, ghanimah, dsb. Khusus untuk zakat, tidak boleh boleh bercampur dengan harta yang lain karena peruntukannya yang telah ditentukan secara spesifik di dalam al-Qur’an dan hadist. Demikianlah pembahasan sekilas tentang solusi ekonomi syariah dalam mengatasi persoalan-persoalan yang ditimbulkan oleh sistem ekonomi kapitalis. Masih banyak aspek lagi yang direkomendasikan sistem ekonomi syariah, seperti dalam sistem moneter, sistem pertanian, perdagangan, perindustrian dan sebagainya yang dapat meyakinkan kita bahwa sistem ekonomi syariah mampu menggantikan posisi kapitalisme di masa depan. Hanya saja tidak mungkin dibahas dalam kolom terbatas ini. Yang jelas, hanya dengan kembali kepada syariat Islam sajalah kita semua dapat merdeka dari kungkungan kapitalisme yang kejam yang senantiasa menjadikan yang lemah sebagai budak-budak para kapitalis seperti saat ini. Wallahu a’lam bishawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar