Minggu, 07 Juli 2013

Manusia dan Agama

Manusia dan Agama Menurut Suyoto Usman (1997) membaca perkembangan peradan manusia kontemporer tumbuh semacam paradoksial. Di satu pihak penghayatan masyarakat terhadap nilai-bilai agama dalam dasa warsa terakhir meningkat pesat, bahkan di beberapa tempat ditengarai terjadi apa yang lazim di sebut dengan revivalisme, dilain pihak berbagai bentuk penyimpangan, kekerasan bahkan eksploitasi semakin sulit di kendalikan. Bahkan penghormatan atas hukum sebagai unit penjaga penyelewengan tidak bisa diwujudkan. Yang irasional penylewengan dan kekerasan itu bersandar atas nama rakyat. Hampir kita bisa baca diberbagai media, sekolahan, dan ruang-ruang lain dari mulai doktrin agama telah di bedah secara terbuka, ritual, bahkan symbol agama di baca dengan makna baru bahkan dengan bingkai purifikasi. Tapi pada saat yang tak jauh berbeda berbagai kekerasan atas nama agama, negera, konstitusi,partai sangat menonjol. Bahkan kerakusan penguasaan atas asset-aset produksi, penggusuran dengan dalih penertiban, penguasaan dengan dalih pengrusakan/penjarah, nampak semakin kuat dan menonjol dimana-mana. Menyaksikan potret suram perjalanan bangsa, tak bisa henti untuk selau bercermin menatap bangsa yang semakin menakutkan. Penyelengaga negara yang gemar menggunkan intrumen kekerasan sebagai penyelesaian alternatif atas tuntutan keadilan. Dulu bahkan sampai sekarang mitos tentang kesatuan pancasila, moral pancasila, harus di baca selektif ulang. Lebih baik mengaku mengidap penyakit destruktif yang parah dari pada melegitimasi kekerasan, eksploitasi atas nama rakyat, stabilitas nasional dan pembangunan. Yang lebih irasional, kita seringkali melupakan pengorbanan rakyat yang beban hidupnya paling berat di masa krisis ini, tak ada waktu untuk berhenti mereka mengadu nasib demi sesuap nasi. Dan potret kegelapan mereka tak lain dari perlakukan yang tidak adil selama ini. Dan bila suara itu keluar dari mulut-mulut kaum tertindas dan terhisap, energi mereka tak pernah untuk di dengar. Mereka di klaim kampungan, kaum terbelakang, bodoh,dan kaum uang recehan. Para pengarap, buruh , miskin kota, nelayan, pengemis, pengangguran hanya bisa ditempatkan sebagai kaum piggiran yangsering di klaim membuat kesemerawutan, penjarahan, melanggar kebijakan, melakukan pembangkangan. Padahal sampai sekarang perlakukan struktur orang –orang “besar “ tak jelas memberikan penjelasan secara objektif. Agama dan manusia Membaca agama, terdapat empat hal yang terpenting: pertama keyakinan, kedua, upacara,ketiga, pengalaman hidup beragama, dan keempat komunitas para pemeluk agama. Dan dalam Islam ke empat elemen itu diyakini bersumber pada bahasa revilasi yang di wahyukan melalui nabi yang teakhir. Tapi bagaimana masyarakat memahami nilai-nilai tersebut sangat beragam, tergantung dari system social dan struktur social yang membingkainya. Bahkan kalau membaca bacaan Greetz walaupun teorinya memperoleh kritikan tajam dari para ahli. Bahkan di klaim geetz tak berhasil memahami nilai sociol religius masyarakat jawa yang sangat komplek, menggolongkan pemahman pengalaman keberagamaan di jawa menjadi tiga kategori yaitu : abangan, santri, dan priyayi Sementara Menurut C.y Glock dan R Stark (1960) setiap agama paling tidak memilki lima dimensi yaitu : Ritual, mistikal, intelektual, idiologikal dan social. Dan unit-unit ini merupan hal terpenting untuk membaca dan memahami agama dalam kontek universal. Artinya lima elemen itu sebagai kerangka dasar pengabsahan agama langit. Karena dalam perkembangan wacana para pemerhati agama, klaim perkembangan agama ada dua yakni agama langit dan agama bumi. Menurut jalaluddin rahmat (1993) yang dimaksud dengan ritual berkenaan dengan upacara-upacara keagamaan, ritus-ritus religius seperti sholat, . Dimensi mistikal. Menunjukan pengalaman keagamaan yang meliputi paling tidak tiga aspek : concern, cognition, trust dan fear. Yakni keinginan untuk mencari makna hidup, kesadaran akan kehadiran Yang Maha Kuasa. Dimensi Idiologi; mengacu pada serangkaian kepercayaan yang menjelaskan eksistensi manusia vis-à-vis Tuhan dan Mahluk Tuhan yang lain. Pada dimensi inilah misalnya, orang islam memandang manusia sebagai kholifatullah fil ardh, dan orang islam di pandang mengemban tugas luhur untuk mewujudkan amar Allah di bumi. Dimensi intelektual menunjukan pemahaman orang terhadap doktrin-doktrin agama dan kedalamnnya tentang ajaran-ajaran agama yang dipeluknya. Dimensi social, disebut glocak dan strark sebagai konsekwensional .dimensi adalah manipestasi ajaran agama dalam kehidupan ber masyarakat. Ini meliputi keseluruhan yang didefinisikan oleh agama. Namun dalam memahami agama, J.P Williams mengatakan bahwa dalam keagamaan setidak-tidaknya ada empat tipe tingkatan keagamaan. Yaitu pertama tingkatan rahasia, kedua tingkatan pribadi, ketiga tingkatan dominasi dan ke empat tingkat masyarakat. Tingkat rahasia yaitu fenomena pemahaman seseorang dalam memegang ajaran agama yang dianut dan diyakini itu untuk dirinya sendiri, dan tidak untuk dipublikasikan melalui dialektika dengan komunitas lainnya. Tingkatan privat yaitu fenomena dinamika dialektika dengan komunitas sebagai penyebaran dalam kenyakinan beragama. Dan kontek ini dilakukan untuk meningkatkan spiritualitas soaial. Tingkat dominasi, yakni kesamaan keyakinan dalam beragama dengan komunitas yang lainnya bahkan dalam jumlah yang mayoritas sebagai agama yang dijadikan justifikasi kehidupan. Tingkat masyarakat, yakni individu menyakini dengan kesadaran apa yang diyakininya sama dengan keyakinan yang di sepakati masyarakat secara makro. Membaca agama baik sebagai spiritual social mapun spiritual transedental, memiliki dimensi yang terpenting bagi manusia. Kontek ini akibat manusia tak hanya mahluk peradaban, namun ia memilki potensi untuk menggunakan kekuatan untuk melakukan penindasan , eksploitasi dan penguasaan. Manusia dalam terminology arab disebut insane yang berasal dari kata nasiya yang berarti pelupa. Dilalah tersebut menunjukan adaya potensi yang erat dengan kesadaran dirinya. Abu tamam dalam salah satu syairnya yang dikutip Mahmud al-‘aqad mengatakan “ janganlah kau lupakan perjanjian itu, engkau dinamakan insane karena engkau pelula. Kata insan jika dilihat dari asalnya al-uns atau anisa dapat berarti jinak. Sehingga binatang yang jinak dapat disebut anis seperti sebutan bagi kucing. Dalam Al-que’an kata al-insan sering di pakai dalam kaitannya dengan kata al-jinni, sehingga aljinni sering dan dapat di artikan sebagai lawan dari katan anisa (jinak). Kata insane dalam al-qur’an disebut sebanyak 65 kali dalam 32 ayat, sedangkan kata ins di sebut 18 kali dalam 17 ayat, kata al- ans disebut 241 kali dalam 225 ayat. Kata unasi disebut 5 kali dalam 5 ayat, kata anasi dan insiyya masing-masing disebut 1 kali dalam 1 ayat,. Bahkan dalam al-qur’am manusia juga sering disebut basyar dalam beberapa kalimat dalam bahasa revilasi. Dan penggunaan kata basyar ini seringkali menginformasikan pengertian yang dimaksud dengan kata tersebut yaitu anak adam yang memerlukan makan, tinggal dalam ruang dan waktu yang letak geografisnya khusus sesuai dengan kondisi tubuhnya, biasa sakit, maut dan bahagia. Dan dalam al-qur’an kata basyar di ulang sebanyak 32 jkali dalam 3 ayat. Oleh karena itu ,manusia adalah mahluk psycho-physiek netral yaitu mahluk yang memiliki kemandirian jasmani dan rohani. Atau disebut homo social, yakni mahluk yang berwatak dan berkembang memilki kemampuamn dasar untuk bermasyarakat, homo sapiens (memiliki kecenderungan berpengetahuan), homo religius. Membaca manusia memiliki potensi yang komplek, maka agama menjadi hal yang tak bisa dipisahkan. Bahkan esensi bagi peradaban manusia. Menurut Popenoe (1989) ada lima penting peranan agama sebagai lembaga universal yaitu ; pertama, memberikan dukungan dan pelipur yang dapat membantu mengatasi kehawatiran tentang masa depan yang tidak menentu dan mencemaskan. Kedua, memberikan man dan tujuan bagi keberadaan manusia. Ketiga, memungkinkan mentransedensikan realitas sehari-hari. Keempat, membantu manusia megembangkan rasa identitas. Misalnya rasa kebersamaan dalam berorganisasi. Kelima, membantu manusia selama menghadapi krisis yang terjadi pada tahap transisi kehidupan. Bahkan peranan agam sebagai pemeliharan stabilitas kehidupan social, Popennoe dapat: pertama mengikat masyarakat secara bersama melaui ritual ibadah dan ketaatan pada kekusaan yang suci. Kedua membekali masyarakat norma dan nilai-nilai dasar yang lebih penting dan juga lebih dapat diterima masyarakat. Ketiga, membantu masyarakat mengawasi penyimpangan social. Ke empat, menolong mendamaikan masyarakat terhadap kekerasan dan ketimpangan. Untuk itu penyatuan pengalaman keberagamaan manusia mampu menghantarkan manusia menjadi mahluk yang dimuliakan oleh Allah (al-Isro:70)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar