Kamis, 11 Juli 2013

Memahami Surat Al-Fatihah

Alhamdullillahi Robbil A’la,miin

Merupakan menetapkan akan keberadaan Sang Illah yang tak terhingga akan kekuasaan-Nya. Tak ada yang pantas memperoleh pujian hanya milik-Nya semata. Allah  tentu merupakan nama suatu hakekat, atau keniscayaan yang bersifat  mutlak. Maka dari itu, Nama itu hanya  pantas diperuntukan bagi Tuhan. Dia adalah Zat yang abadi dan kekal. Dia adalah Maha Mutlak. Dia adalah yang Maha Nyata. Dia adalah Totalitas. Nama Allah yang disebut sebagai Ism Al “Izzah yang merupakan nama Yang Khusus bagi-Nya. Dalam hadis menyatakan bahwa”  bagi Tuhan memiliki 99 nama”, yang secara keseluruhan dinamakan al-Asma al-Husna (nama-nama yng terbaik) dan nama tersebut terbagi dua jenis : Asma al-Zat (Nama Esensi) dan Nama Al –Shifat ( Nama Sifat). Al- Awwal (57:3), al-Akhir (57:3), al-Ahad ( 112:1), al-Badi”( 2:117), al-Bari (59:24), dan lain-lain. Hal ini menandakan bahwa Dia Yang Maha Pantas  “al-Muqsit” ( 21:47) untuk memiliki keagungan, karena Dia Maha Agung “ al-Azhim”. Dia penerima taubat karena Dia Maha taubat “ al-Tawaab” ( 2:37). Dia adalah Yang Maha Benar “ Al-Haqq” karena dia memiliki kebajikan “ al-Khabir ( 6:18) dan Yang Tunggal “ al-Wahid (74:11)

            Menurut Muhammad Busyrah menyatakan : Nama “Allah” tersusun empat hurup yang dibaca Allah. Jika hurup pertama dihilangkan terbaca Lillah (untuk atau kepada Tuhan ). Jika hurup berikutnya juga dihilangkan terbaca lahu (untuk-Nya atau kepada-Nya). Dan jika  hanya tinggal ha terbaca hu (Dia) yang merupakan Nama Esensi atau Hakikat. Dengan cara yang sama, maka ketika engkau berdoa atau berzikir dengan menyebut Nama Allah, niscaya secara bertahap Nama tersebut akab melarut di dalam dada. Seperti inipula perihal kematian seseorang dimana nyawanya ditarik sampai ujung napas, dan akhirnya nyawa lepas meninggalkan badan dengan hembusan nafas yang terakhir.
            Dalam Al-Quran, menerangkan Allah dalam sejumlah ayat dengan sangat Indah :
“Allah.Tidak ada Tuhan melainkan Dia yang Hidup Lagi kekal abadi. Tidak Pernah ngantuk dan tidur. Kepunyaannya apa yang ada dilangit dan di bumi. Siapakah yang dapat memberi safaat disisi Allah tanpa Izin-Nya ?. Allah Mengethaui semua yang dihadapan mereka dan yang dibelakang mereka. Sedang mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan terhadap apa yang dikehendaki-Nya. Singgasana Allah meliputi langit dan bumi, dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi serta maha besar. ( ayat Kursiy, 2:255)
            “ Dia adalah Allah. Tiada Tuhan selain Dia. Maha mengetahui yang ghaib dan yang nyata. Dia Maha Pemurah serta Maha Penyayang. Dia adalah Allah. Yang tiada Tuhan selain Dia. Dia raja yang menguasai segala kesucian, segala kesejahteraan, Yang Memberi Keamanan, Yang Maha Memelihara, Maha Kuasa, dan Pemilik segala Keagungan. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan. Dia adalah Allah. Yang Maha menciptakan, Mengadakan dan Yang memebentuk segala rupa. Pemilik nama-nama yang paling baik. Seluruh yang ada dilangit dan di bumi bertasbih kepada_nya. Dia Maha Perkasa serta Maha Bijaksana ( Qs. 59:22)
“ Dialah yang menjadikan bintang-bintang bagimu, supaya kamu pergunakan sebagai penunjuk jalan dalam kegelapan didunia dan dilaut. Telah Kami jelaskan tanda-tanda (kebesaran) Kami bagi orang-orang yang mengetahui dan paham (QS 6:97)

            Tak ada alam yang bukan kepunyaan-Nya. Sehingga bagi siapapun yang mengelola alam-Nya harus bersyukur hanya kepadanya. Tak ada alam tanpa kehadiran-Nya dan campur tangan-Nya. Tentu bentuk syukur akan terpancar dari akhlak keseharian dan aqidahnya.
            Bagi para hamba yang menyakini akan kepemilikan-Nya, tak ada pemahaman akan menghimpun segenap kekayaan hanya terpusat bagi diri dan keluarganya, sementara disampingnya tergeletak dan terkapar para hamba yang kelaparan, kehausan dan kedinginan. Begitupun ia tak akan menggusur, menelantarkan dan melakukan kekerasan hanya karena atas nama “kekuasaan”  dan atau “pembangunan”. Ia tak akan menjual kejujuran dengan kebohongan. Keserakahan, kedengkian, kedholiman, dan ketidak adilan, namun akan dipendamnya menjadi penghormatan dan perlindungan. Dan ia tak akan mempertontonkan kekayaan di depan kaum mustad’afin. Karen ia sadar bahwa perampasan dan pemaksaan atas harta yang bukan haknya adalah kekeliruan besar. Bahkan lebih jauh baginda Rasullullah mengecamnya seperti dalam salah satu hadis dari Abu Hurairah R.A. katanya Rasulllah S.A.W. bersabda : “ tiap-tiap  seseorang mengambil sejengkal dari tanah yang bukan haknya, niscaya akan dikalungi oleh Allah dengan tujuh lapis bumi pada hari kiamat. Sementara dalam hadis lain bagi para korban yang memperjuangkan menuntut dan mempertahankan hak-haknya akan memperoleh kedudukan yang sangat mulia, seperti dalam hadis dari Abu Hurairah  r.a. katanya : “ Datanglah seseoarang kepada Rasulllah s.a.w. lalu bertanya : “ Apakah yang ku perbuat terhadap seseorang yang datang untuk  merampas harta saya ? “ Jawab rasulullah s.a.w. : “ Jangan berika  harta anda ! “ Jika ia hendak membunuh saya ?’ Jawab Rasulullah s.a.w. “ Bunih pula dia !’ Kata orang itu lagi : “ Kalau saya mati ?” Jawab Rasullah : “Anda Sahid.”
            Untuk itu dalam surat Al-anfal, 8:-4 ciri orang yang beriman adalah “ sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut Allah, mereka gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, maka bertambahlah iman mereka (karenanya), dan kepada Tuhanlah mereka bertawakal, (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafakahkan sebagian dari rizeki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebanar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian disisi Tuhannya dan ampunan serta rezeki (nikmat) yang mulia”.
            Sementara bekenaan dengan perlakuan yang membaca kaum mustad ‘afin sebagai objek eksploitasi, objek politisasi dan perbudakan tentu dilarang keras keberadaannya. Seperti dalam surat Al An’am ayat 145  mengatakan haram hukumnya “memakan darah yang mengalir”. Ayat  ini dengan tegas melarang proses penghisapan antar manusia hanya karena dia memiliki kekuasaan , jabatan dan harta. Begitu juga melarang sistem yang  dirancang hanya diperuntukan bagi keuntungan segelintir orang, dan menelantarkan banyak warga. Dalam surat An-Nisa menyatakan bahwa “ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian saling memakan harta sesama kalian dengan jalan yang batil” ( 4 :29)
            Al-Bathil berasal dari al-buthl dan al-buthlan yang berarti kesia-siaan dan kerugian. Artinya mengambil sesuatu tanpa disertai dengan keikhlasan, keridhoan. Dan memperkerjakan orang dengan tanpa pemenuhan hak-hak yang dimiliki para pekerjaan adalah bentuk al-bathil. Begitupun merampas, mengusur dan menguasai  kekayaan dalam segala jenisnya yang tidak tercatat hak kepemilikannya namun menurut hukum  diperuntukan bagi para mustad’afin ( kaum lemah dan tertindas) tentu wujud al-Bathil. Padahal menurut Ash-Shahihain diriwayatkan, bahwa Rasulullah SAW bersabda “ Sesungguhnya Islam yang paling utama dan paling baik ialah memberikan makanan dan mengucapkan salam kepada orang yang telah engkau kenal maupun belum engkau kenal”. Lebih jauh makna dari hadis ini adalah Islam merupakan agama yang melarang akan pemusatan kekayaan dalam segala jenisnya. Namun memerintahkan untuk mendistribusikan atau melakukan penataan ulang atas pemusatan kekayaan alam dalam segala jenisnya kepada mereka yang memilik hak atas itu ( kaum mustad’afin). Hal ini dengan alasan umat Islam adalah umat yang adil seperti dalam surat Al-baqarah ( 2 : 143.) yang artinya “ Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kalian (umat Islam), umat yang adil”. dan dalam banyak ayat, Allah Ta’ala memerintahkan supaya menegakkan keadilan, diantarnya seperti dalam ayat Al-Maidah (5:8) artinya “ Berlaku adilah, karena adil itu lebih dekat dengan takwa”. Dalam surat An-Nisa (4:135) artinya “Jadilah kalian orang yang benar-benar menegakkan keadilan,” dalam surat Al-Hujurat (49-9) menyatakan bahwa “ maka damaikanlah antara keduanya dengan adil dan berlaku adilah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil”. Dan orang yang menyebarkan penghisapan , perbudakan pada manusia, melakukan ketidak adilan, menggunakan hukum untuk melindungi dan menjaga diri dan kekayaan, menumpuk kekayaan demi keuntungan yang terakumulasi pada kepentingan diri bukan menafkahkan hartanya dijalan Allah maka mereka sebenarnya telah kembali ke belakang sesudah petunjuk itu jelas bagi mereka seperti dalam surat Muhammad (47 :25) menyatkan “ Sungguhnya orang-orang yang kembali kebelakang (kepada kekafiran ) sesudah petunjuk itu jelas bagi mereka, setan telah menjadikan mereka mudah (berbuat dosa) dan memanjangkan angan-angan mereka, “.
            Lebih jauh lahirnya kepemimpinan yang hanya menjadi bagian dari pemilik modal dan pasar yang hidupnya mengklaim demi rakyat dan untuk rakyat, namun ia menghianati rakyat dijelaskan dalam hadis dari Ma’qal bin Jasar Almuzani. Katanya : Saya dengan Rasullullah S.A.W. bersabda “ tiap-tiap hamba Allah yang diserahi kepemimpinan rakyat, sedangkan dia curang kepada rakyatnya itu, maka Allah akan mengharamkan surga baginya.
Zakat yang termasuk dalam Ar-arkan Al-Islam bukti kongkrit bahwa ketimpangan akan penguasaan atas kekayaan dalam segala jenisnya akan terjadi. Dan ketimpangan  ini lebih disebabkan oleh sistem yang zulm. Dan bangkitnya kepemimpinan zulm tentu fasca  meninggalnya beliau (Rasulullah). Di Era  Rasulullah merupakan era ideal Islam terwujud dengan amat sempurna. Muhammad dengan ajaran-ajarannya mendorong penghormatan dan pembebasan pada kemanusiaan. Hal ini terlihat para pemeluk agama Islam yang pertama diantarnya para budak-budak, mawali (budak yang telah dimerdekakan) seperti Bilal, Syu’aib, Salman, Zaid ibn harithah, Abdullah ibn Mas’ud, dan Ammar ibn Yassir, (Al-Jamiah, 432: 2005)
            Dan kemiskinan bukanlah dari Tuhan, namun ia lahir dari keserakahan. Hal ini dijelaskan dalam surat an-Nisa “ sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar dzarrah “ ( 4:40)

            Manusia tanpa Tuhan maka ia akan hidup hanya demi dirinya. Semua harta yang terkumpul dalam dirinya, diperuntukan bagi kebahagian dan kecukupan nya. Mengangkat harkat dan martabat kaum mustad’afin di klaim bukan sebagai upaya menafakahkan hartanya di jalan Allah. Lebih jauh Semua di baca dengan bacaan “untung dan rugi”. Bukan sebagai bentuk pengabdian pada Sang Maha Tunggal dan Tak Terhingga.

Menelusuri manusia, Manusia dalam terminology arab disebut insane yang berasal dari kata nasiya yang berarti pelupa. Dilalah tersebut menunjukan adaya potensi yang erat dengan kesadaran dirinya. Abu tamam dalam salah satu syairnya yang dikutip Mahmud al-‘aqad mengatakan “ janganlah kau lupakan perjanjian itu, engkau dinamakan insane karena engkau pelupa.
            Kata insan jika dilihat dari asalnya al-uns atau anisa dapat berarti jinak. Sehingga binatang yang jinak dapat disebut anis seperti sebutan bagi kucing. Dalam Al-qur’an kata al-insan sering di pakai dalam kaitannya dengan kata al-jinni, sehingga al-jinni sering dan dapat di artikan sebagai lawan dari kata anisa (jinak).
Kata insane dalam al-qur’an disebut sebanyak 65 kali dalam 32 ayat, sedangkan kata ins di sebut 18 kali dalam 17 ayat, kata al- ans disebut 241 kali dalam 225 ayat. Kata unasi disebut 5 kali dalam 5 ayat, kata anasi dan insiyya masing-masing disebut 1 kali dalam 1 ayat,.
Bahkan dalam al-qur’am manusia juga sering disebut  basyar dalam beberapa kalimat dalam bahasa revilasi. Dan penggunaan kata basyar ini seringkali menginformasikan pengertian yang dimaksud dengan kata tersebut yaitu anak adam yang memerlukan makan, tinggal dalam ruang dan waktu yang letak geografisnya khusus sesuai dengan kondisi tubuhnya, biasa sakit, maut dan bahagia. Dan dalam al-qur’an kata basyar di ulang sebanyak 32 jkali dalam 3 ayat.

            Dengan demikian, manusia memiliki potensi dasar melakukan kejahatan selain kebaikan. Hal ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya yakni memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun pemenuhan itu seringkali mendorong untuk melakukan berbuat zulm. Padahal kekayaan yang dimilikinya bukanlah lahir dari dirinya semata, namun investasi dari para budak yang dipekerjakannya, diperintahnya, diekploitasinya dan ditindasnya. Padahal menempatkan kaum tertindas dalam kemuliaan dan penghormatan merupakan pintu menuju keridhoan-Nya. Seperti ditegaskan  dalam suatu hadis dari Ibnu Umar ra. Rasulullah Saw. Bersabda “Setiap sesuatu ada kuncinya, dan kunci surga ialah mencintai orang-orang miskin dan orang-orang fakir (HR. Ibnu La-al).


Hampir seluruh sirah nabawiyah , pembebasan-pembebasan masa buruh dan atau para budak  di beberapa kota mekah   menjadi berita yang hangat. Bahkan dari mulai  diangkatnya Muhammad sebagai utusan Allah, bahkan sampai berakhirnya alam ini  berita pembebasan manusia dari penindasan, penghisapan dan ekploitasi masih mewarnai lembaran ayat yang harus dibumikan. Tentu pembebasan masa kaum mustad ‘afin dilakukan tidak hanya diarahkan kaum yang memiliki kekayaan, namun  harus menjadi sikap politik penguasa dan atau imamah  . Dan  kaum mustad ‘afin yang memadati lembaran suram masa depennya harus menjadi perhatian semua unsur, bukan hanya dicatat menjadi sebuah dokumentasi yang akan mengalirkan uang lembaran bagai kepentingannya.Sementara kaum miskin terus hidup dalam kemiskinan.
Dalam sebuah Hadist yang dari Abu Darda ra. Rasullah Saw bersabda “ Sampaikanlah hajat orang yang tidak mampu dengan menyampaikan keperluannya kepada penguasa. Siapa saja yang menyampaikan keperluan (orang tersebut) kepada penguasa, kelak dihari kiamat Allah Swt. Akan menetapkan kedua telapak kakinya di atas Shirathal mustaqim ( HR. Ath Thabrani). Namun upaya  Baginda beserta para pejuangan Al-Haq memperoleh Berbagai kecaman dari penguasa di lontarkan dan teriakan oleh  Abu Jahal, Abu Lahab dan sahabatnya  menolak ajaran-Nya. dari kursi kemiskinan itu Nabi Muhamad melawan berbagai perlakuan pembumi hangusan martabat manusia oleh kekuasaan. Bahkan selanjutnya tuntutan itu diikuti oleh para budak yang telah merdeka , bila tuntutan para buruh tak dikabulkan.Bahkan akibat kemarahan yang tak terkendali, beberapa para budak buruh mengekpresikan amarahnya melalui pembangkangan menolak berbagai perlakukan diskriminatif, penghisapan dan pengkerdilan . Bahkan akibatnya para budak itu  di tangkap oleh pihak penguasa abu jahal.
Potret kekerasan dan perampasan hak  kemanusiaan dan keringat para pekerja akan terus hidup dan dihidupkan oleh orang yang menghimpun kekayaan untuk dirinya semata. Dan potret kebangkitan penghisapan itu telah diingat oleh baginda Rasulullah  dalam sebuah hadis dari Abi Hurairah ra. Rasullah  Saw. Bersabda “ Kan datang kepada manusia  suatu zaman, dimana zaman tersebut seseorang tidak memperdulikan lagi harta yang diperolehnya, apakah dari hasil yang halal ataukah dari hasil yang haram (HR, Bukhari)
      
Pertentangan Kelas dan Perjuangan Kelas
Dengan ayat itu tentu dilalah lain yang harus dipahami adalah bahwa dibumi ini seringkali terjadi pertarungan antara kaum tertindan dan kaum penindas. Dan potret kecenderungan pertarungan itu memiliki usia yang sangat jauh seperti pertentangan antara syetan dengan adam. Syetan  yang mengklaim berada di klas yang tertinggi sementara adam berada di klas yang terendah. Namun pertentangan itu dipastikan oleh Sang Maha Tak Terhingga bahwa hanya Dia (Allah SWT) yang pantas dan berhak sebagai pemilik atas alam beserta isinya. Dan semua selain dirinya adalah sama, tak ada perbedaan. Tentang sejarah semua sususan masyarakat yang ada hingga sekarang adalah sejarah pertentangan kelas dan perjuangan kelas, itu telah dikemukakan Al Quran melalui surat Al Mukminun (53), Al Qashash (5-6) dan Ar Ra’du (11):
     Al Mukminun 53: Mereka terpecah-belah sesamanya tentang urusannya, menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan gembira dengan yang ada pada mereka.
     Al Qashash: 5-6: Dan kami hendak memberikan karunia kepada orang-orang yang tertindas (mustadahin atau dhuafa) di bumi dan hendak menjadikan mereka sebagai pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi bumi. Dan kami tegakkan kedudukan mereka di bumi.
     Ar Ra’du 11: Sesungguhnya Allah tiada akan mengubah keadaan suatu kaum, kecuali mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri. 
Ketiga surat-surat di atas bila dibaca dengan serius, mengandung petunjuk bahwa masyarakat manusia tidak satu lagi, tetapi telah terpecah-pecah dalam dua klas, yakni  yang menindas dan yang tertindas. sementara Tuhan dalam hal ini terang-terangan memihak kepada kaum yang tertindas. Itu tercermin dari janji Tuhan dalam Al Qashash (5-6).      Melalui surat Ar Ra’du 11 cukup jelas dikemukakan, bahwa keadaan mereka yang tertindas dan miskin tetap akan tertindas dan miskin, bila mereka sendiri tidak bangkit melemparkan belenggu yang dililitkan kaum penindas atas leher mereka. Usaha kaum atau perjuangan kelas dari kaum tertindas sendirilah yang menentukan terjadinya perubahan. Bantuan dari luar berupa sedekah, infak, zakat bukan faktor yang menentukan untuk terjadinya perubahan yang mendasar. 
Perjuangan kelas seperti yang dikemukakan surat Ar Ra’du 11 itu untuk membebaskan kaum yang tertindas dari penindasan yang mereka alami, lebih dipertegas tentang pentingnya pembebasan mereka itu dalam surat An  Nisa ayat 75. Mengapa tiada kamu mau berperang pada sabilillah dan untuk (membebaskan) orang-orang yang lemah di antara laki-laki, perempuan-perempuan dan anak-anak, sedang mereka itu berdoa: Ya, Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini yagn aniaya penduduknya dan adakanlah untuk kami seorang Wali dari sisiMu dan adakanlah untuk kami yang mengurus pekerjaan dari kamu. 
            Imbauan berperang untuk membebaskan orang-orang yang teraniaya dari surat Annisa 75, menunjukkan Tuhan mengizinkan jalan kekerasan guna menegakkan keadilan. Malah dalam surat Al Hajji ayat 39 dengan tegas dikatakan: “Telah diizinkan (berperang) kepada orang-orang yang diperangi, disebabkan mereka teraniaya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa menolong mereka itu. Islam menentang kekerasan yang tidak adil. Seperti kekerasan untuk menjajah negeri lain, untuk merampas harta orang lain, atau yang menimbulkan bencana pada orang lain. 
            Hadis Nabi Muhammad Saw juga mengatakan: Bila engkau melihat kemungkaran ubahlah dengan tangan (kekuatan, kekerasan), dan bila tidak mampu, ubahlah dengan lidah (kritik, nasehat) dan bila tidak mampu juga, ubahlah dalam hati dan itulah selemah-lemahnya iman. Bagi yang imannya kuat, kemungkaran harus diubah dengan tangan. 

Agama dan manusia

            Membaca agama, terdapat empat hal yang terpenting: pertama keyakinan, kedua, upacara,ketiga, pengalaman hidup beragama, dan keempat komunitas para pemeluk agama. Dan dalam Islam ke empat elemen itu diyakini bersumber pada bahasa revilasi yang di wahyukan melalui nabi yang teakhir. Tapi bagaimana masyarakat memahami nilai-nilai tersebut sangat beragam, tergantung dari system social dan struktur social yang membingkainya. Bahkan kalau membaca bacaan Greetz walaupun teorinya memperoleh kritikan tajam dari para ahli. Bahkan di klaim geetz tak berhasil memahami nilai sociol religius masyarakat jawa yang sangat komplek, menggolongkan pemahaman pengalaman keberagamaan di jawa menjadi tiga kategori yaitu : abangan, santri, dan priyayi
Sementara Menurut C.y Glock dan R Stark (1960) setiap agama paling tidak memilki lima dimensi yaitu : Ritual, mistikal, intelektual, idiologikal dan social. Dan unit-unit ini merupan hal terpenting untuk membaca dan memahami agama dalam kontek universal. Artinya lima elemen itu sebagai kerangka dasar pengabsahan agama langit. Karena dalam perkembangan wacana para pemerhati agama, klaim perkembangan agama ada dua yakni agama langit dan agama bumi. Menurut jalaluddin rahmat (1993) yang dimaksud dengan ritual berkenaan dengan upacara-upacara keagamaan, ritus-ritus religius seperti sholat,  . Dimensi mistikal. Menunjukan pengalaman keagamaan yang meliputi paling tidak tiga aspek : concern, cognition, trust dan fear. Yakni keinginan untuk mencari makna hidup, kesadaran akan kehadiran Yang Maha Kuasa. Dimensi Idiologi; mengacu pada serangkaian kepercayaan yang menjelaskan eksistensi manusia vis-à-vis Tuhan dan Mahluk Tuhan yang lain. Pada dimensi inilah misalnya, orang islam memandang manusia sebagai kholifatullah fil ardh, dan orang islam di pandang mengemban tugas luhur untuk mewujudkan amar Allah di bumi. Dimensi intelektual menunjukan pemahaman orang terhadap doktrin-doktrin agama dan kedalamnnya tentang ajaran-ajaran agama yang dipeluknya. Dimensi social, disebut glocak dan strark sebagai konsekwensional .dimensi adalah manipestasi ajaran agama dalam kehidupan ber masyarakat. Ini meliputi keseluruhan yang didefinisikan oleh agama.
            Namun dalam memahami agama, J.P Williams mengatakan bahwa dalam keagamaan setidak-tidaknya ada empat tipe tingkatan keagamaan. Yaitu pertama tingkatan rahasia, kedua tingkatan pribadi, ketiga tingkatan dominasi dan ke empat tingkat masyarakat. Tingkat rahasia yaitu fenomena pemahaman seseorang dalam memegang ajaran agama yang dianut dan diyakini itu untuk dirinya sendiri, dan tidak untuk dipublikasikan melalui dialektika dengan komunitas lainnya. Tingkatan privat yaitu fenomena dinamika dialektika dengan komunitas sebagai penyebaran dalam kenyakinan beragama. Dan kontek ini dilakukan untuk meningkatkan spiritualitas soaial. Tingkat dominasi, yakni kesamaan keyakinan dalam beragama dengan komunitas yang lainnya bahkan dalam jumlah yang mayoritas sebagai agama yang dijadikan justifikasi kehidupan. Tingkat masyarakat, yakni individu menyakini dengan kesadaran apa yang diyakininya sama dengan keyakinan yang di sepakati masyarakat secara makro.
Membaca agama baik sebagai spiritual social mapun spiritual transedental, memiliki dimensi yang terpenting bagi manusia. Kontek ini akibat manusia  tak hanya  mahluk peradaban, namun ia memilki potensi untuk menggunakan kekuatan  untuk melakukan penindasan , eksploitasi dan penguasaan.

Membaca manusia memiliki potensi yang komplek, maka agama menjadi hal yang tak bisa dipisahkan. Bahkan esensi bagi peradaban manusia.  Menurut Popenoe (1989) ada lima penting peranan agama sebagai lembaga universal yaitu ; pertama, memberikan dukungan dan pelipur yang dapat membantu mengatasi kehawatiran tentang masa depan yang tidak menentu dan mencemaskan. Kedua, memberikan man dan tujuan bagi keberadaan manusia. Ketiga, memungkinkan mentransedensikan realitas sehari-hari. Keempat, membantu manusia megembangkan rasa identitas. Misalnya rasa kebersamaan dalam berorganisasi. Kelima, membantu manusia selama menghadapi krisis yang terjadi pada tahap transisi kehidupan. Bahkan peranan agama sebagai pemeliharan stabilitas kehidupan social, Popennoe dapat: pertama mengikat masyarakat secara bersama melaui ritual ibadah dan ketaatan pada kekusaan yang suci. Kedua membekali masyarakat norma dan nilai-nilai dasar yang lebih penting dan juga lebih dapat diterima masyarakat. Ketiga, membantu masyarakat mengawasi penyimpangan social. Ke empat, menolong mendamaikan masyarakat terhadap kekerasan dan ketimpangan.
Untuk itu penyatuan pengalaman keberagamaan manusia mampu menghantarkan manusia menjadi mahluk yang dimuliakan oleh Allah (al-Isro:70)

Islam agama pembebasan
Istilah Tauhid vertikal (membersihkan kepercayaan) dan Tauhid sosial (berjihad menghentikan penghisapan manusia antar manusia ) dua mata uang yang tak bisa dilepas. Kedua areana itu  sangat relevan digunakan sebagai konsep menegakkan keadilan sosial, politik kesejahteraan, dan pembumian memanusiakan manusia. apalagi setelah peranan kekayaan diklaim milik pribadi ansich.  Potret yang tak bisa dipungkiri dari masa feodalisme, sampai hari  ini ketimpangan dan kesenjangan sosial semakin terasa dan perbedaan kelompok kaya dan miskin juga kian lebar. Jarak antara yang kuat dan kaya dengan yang lemah dan miskin semakin menyolok mata. Kaum dhuafa (lemah dan miskin) terhimpit oleh struktur ekonomi, sosial, politik dan hidup tanpa masa depan. 
Karena  setiap gejala eksploitasi manusia atas manusia pengingkaran terhadap persamaan derajat manusia di depan Allah. Jurang yang menganga lebar antara lapisan kaya dan miskin, yang selalu disertai kehidupan yang eksploitatif merupakan fenomena anti tauhid. 
Tegasnya mempertajam tauhid sosial atau nama lain dalam kerangka mengangkat dan menempatkan manusia pada perlombaan kebaikan, berarti mempertajam perjuangan menentang eksploitasi manusia atas manusia, sampai pada tingkat perang pembebasan kaum yang teraniaya, seperti yang diperingatkan surat Annisa 75. 
Cukup jelas mengenai ajaran Islam, bahwa membanguan keadilan sosial, mendirikan pemerintahan yang amanat, melahirkan imamah yang tablig, sidik, fathonah, dan amanah menjadi pilihan penting. Karena dengan kepemimpinan model itu dilalah-dilalah agama akan terasa pada ummah secara universal. Karena berbagai model berlkehidupan feodalistim, miiteristik, otoreter, dan liberalistik akan terkikis.  

Membumikan Isi Al Quran 

            Tentu  tak ada pilihan lain untuk menjaga keharmonisa sesama manusia, dan alam selain mengimplementasikan ayat-ayat Al-Qur’an. Dengan petunjuknya itu, maka umat manusia akan terbingbing pada penciptaan kesetaraan, keharmonisan dan keseimbangan. Manusia yang biasa hanya menghimpun kekayaannya untuk akumulasi dirinya semata harus berubah mewujudkan keadilan. Menghilangkan ketimpangan dan keserakahan.
Perlunya Bergandengan Tangan 
            Bertolak dari terdapatnya titik-titik persamaan antara Islam dan gerakan sosial, seharusnya yang terjadi ialah bergandengan tangan antara islam dan gerkan sosial: dalam memerangi kapitalisme, dalam menegakkan sosialisme, untuk terwujudnya di bumi masyarakat tauhidi, masyarakat tanpa kelas. 
            Karena belum bergandengan tangan itulah, maka meskipun janji Tuhan dalam Al Qashash (5-6), telah lebih 14 abad, juga belum membumi, belum terbukti, yaitu menjadikan kaum tertindas sebagai pemimpin di bumi dan mewarisi bumi. Malah yang terjadi sementara yang mengaku beragama Islam memerangi gerakan sosial. Pada hakikatnya: memerangi gerakan sosial, sama dengan “memerangi” membuminya tujuan Islam itu sendiri. 
      Sekiranya sementara umat Islam yang memerangi komunisme itu karena ketidaktahuannya akan perintah dan larngan-larangan agamanya sendiri, itu mudah dipahami dan menjadi kewajiban pemuka Islamlah untuk mengingatkan mereka kepada ajaran Islam yang sebenarnya. Tetapi jika yang mengerti isi Al Quran, yang memerangi gerakan sosial, itu sebabnya satu diantara dua:
      1. Mungkin mereka sengaja hendak menyembunyikan ayat-ayat tersebut, untuk ditukar dengan sedikit uang atau keuntungan. Bila itu yang mereka lakukan, itu bertentangan dengan surat Al Baqarah 174 dan 175. Siksaan yang pedih bagi mereka di akhirat kelak.
      2. Atau mereka tidak mengimani, mengingkari ayat-ayat tersebut. Mereka hanya mengimani ayat-ayat yang lain. Mereka masuk ke dalam Islam tidak secara keseluruhan, seperti yangf diminta surat Al Baqarah ayat 208. Bila mereka hanya beriman kepada sebagian kitab dan ingkar atas sebagian lain, surat Al Baqarah 85 sudah menunjukkan akibatnya bagi mereka, yaitu kehinaan dalam kehidupan di dunia dan siksaan di hari kiamat nanti. 
      Semoga mereka yang memerangi islam itu hanya karena ketidaktahuan mereka saja kepada ayat-ayat Al Quran dan bukan karena menyembunyikan sebagian ayat-ayat Al Quran, apalagi hanya beriman kepada sebagian Al Quran dan ingkar atas bagian lain. 
      Dengan bergandengan tangan antara Islam dan gerakan sosial dalam memerangi kapitalisme, menegakkan sosialisme untuk terwujudnya masyarakat Tauhidi di bumi, maka gerakan transformatif dapat diperikirakan akan berjaya. Insya Allah. 

Arahman Nirohim
Allah Maha pengasih dan Penyayang
a.      Memerangi Kapitalisme
Islam cukup jelas menentang adanya manusia mengeksploitasi manusia lain. Itu tercermin dari surat Al An’am ayat 145 yang mengatakan haram hukumnya “memakan darah yang mengalir”. Memakan darah yang mengalir, bukan hanya secara harafiah, yaitu melukai kulit seseorang, kemudian menghirup darah dari tempat yang dilukai, tetapi yang hakiki ialah tuan budak memeras tenaga para budaknya, tuan tanah memeras tenaga hamba taninya, kaum kapitalis “mencuri” tenaga kerja kaum buruh. Budak, tani hamba, buruh tidak akan dapat diperas, bila darah tidak megnalir lagi dalam tubuh mereka. 
Begitu juga surat Al Baqarah ayat 188 dengan tegas mengatakan:  walaa ta’kuluu amwaalakum baenakum bi al-bathil “janganlah sebagian kamu memakan harta orang lain dengan batil (menindas, menghisap, merampas) dan (jangan) kamu bawa kepada hakim (pembenaran melalui kebijakan, pengadilan, atas nama kekuasaan), supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta orang dengan berdosa (tidak adil), sedang kamu mengetahuinya. 
Dan yang lebih tegas lagi adalah ayat 1-4 surat Al Humazah. Yang jelas-jelas mengutuk orang-orang yang menumpuk-numpuk harta. Dan orang-orang yang menumpuk harta tersebut ialah kaum kapitalis. 
 “Menghisap keringatnya orang-orang yang bekerja, memakan hasil pekerjaan orang lain, tidak memberikan keuntungan yang semestinya (dengan seharusnya) menjadi bagian lain orang yang turut bekerja mengeluarkan keuntungan itu,--semua perbuatan yang serupa ini (oleh Karl Marx disebut memakan keuntungan ‘meerwaarde’ (nilai lebih) adalah dilarang sekeras-kerasnya oleh agama Islam, karena itulah perbuatan memakan ‘riba’ belaka. Dengan begitu maka nyatalah, agama Islam memerangi kapitalisme sampai pada ‘akarnya’, membunuh kapitalisme mulai darui ‘benihnya’, oleh karena pertama-tama sekali yang menjadi dasarnya kapitalisme, yaitu memakan keuntungan ‘meerwaarde’ sepanjang pahamnya Karl Marx, dan ‘memakan riba’ sepanjang pahamnya Islam” (Penerbit Bulan Bintang, Jkt, 1954, hal: 17). 
b.      Menegakkan Keadilan Sosial
Islam hendak menegakkan keadilan sosial . Lihatlah surat Al Qashash ayat 5-6. Di sana dengan gamblang dikemukakan janji Tuhan yang akan menjadikan kaum tertindas dan miskin (mustadafhin atau dhuafa) sebagai pemimpin di bumi dan mewarisi bumi. Bila kaum tertindas telah menjadi pemimpin di bumi dan mewarisi bumi, tidak ada tempat lagi bagi kaum mustakbirin (para tiran, bangsawan,priyayi, angkuh dan kaya) untuk melakukan penindasan dan penghisapan terhadap kaum mustadafhin. Keadilan sosial tegak. 
Masyarakat yang berkeadilan sosial,  adalah masyarakat transisi menuju masyarakat Tauhidi, “umat yang satu” seperti yang dikemukakan surat Al Mukminun ayat 52. 
Umat yang satu, yang dimaksud surat Al Mukminun ayat 52 ini, tentu umat yang tidak terpecah lagi dalam kaum-kaum tertindas dan miskin (mustadafhin atau dhuafa) dan kaum mustakbirin (para tiran, angkuh dan kaya). Tentu bukan umat yang satu bila sementara lain hidup dengan melimpah-ruah, sedang sementara hidup serba kekurangan. Umat yang satu, baru ada, bila setiap orang mendapat menurut kebutuhannya, bukan lagi menurut prestasi kerjanya, apalagi mendapat menurut “kontrak kerja” seperti yang berlaku dalam sistem kapitalis. 
Mengenai masyarakat Tauhidi ini, Asghar Ali Engineer melalui bukunya “Islam dan Pembebasan” mengemukakan bahwa Tauhid tidak hanya menyatakan keEsaan Allah, tetapi juga kesatuan manusia dalam semua hal. Suatu masyarakat jami’-i tawhid yang Islami, tidak akan membenarkan diskriminasi dalam bentuk apapun, entah itu didasarkan pada ras, agama, kasta maupun kelas. Masyarakat tauhid yang sejati menjamin kesatuan sempurna diantara manusia dan untuk mencapai ini, perlu untuk membentuk masyarakat tanpa kelas. KeEsaan Allah mengharuskan kesatuan masyarakat dengan sempurna dan masyarakat demikian tidak mentolerir perbedaan dalam bentuk apapun, bahkan perbedaan kelas sekalipun. Tidak akan terjadi solidaritas imam sejati, kecuali segala bentuk perbedaan ras, bangsa, kasta, kelas dihilangkan. Pembagian kelas menegaskan secara tidak langsung dominasi yang kuat atas yang lemah dan dominasi ini merupakan pengingkaran terhadap pembentukan masyarakat yang adil (hal: 94). 

Islam dan keadilan  
            Tak ada keraguan dalam islam akan kapitalisme.Dengan mencermati ayat-ayat yang terdapat dalam Al Quran di atas, cukup jelas menunjukkan bahwa Islam memerangi kapitalisme, Islam hendak menegakkan keadilan dan , Islam bertujuan terwujudnya masyarakat tanpa kelas. Dan untuk memenangkan perjuangan mengalahkan kapitalisme, memenangkan keadilan dan kemudian terwujudnya masyarakat tanpa kelas, Islam memberikan petunjuk harus dengan melalui perjuangan kelas. 
      Semuanya itu menunjukkan  titik pusat Islam . Memang istilahnya tentu tidak sama. Misalnya  menyebut yang diperanginya “kapitalisme”, Islam memakai istilah ‘mengutuk orang-orang yang menumpuk harta”;  memakai istilah “sosialisme” yang hendak ditegakkan, Islam mengatakan ‘menjadikan kaum tertindas menjadi pemimpin di bumi dan mewarisi bumi”.  menyatakan tujuan tujuannya yang terakhir terbentuknya “masyarakat  sejahtera”, “masyarakat tanpa kelas”, Islam memakai “masyarakat Tauhidi”. Dalam teori klas memakai istilah “perjuangan kelas”, Islam memakai istilah “usaha kaum”. “Usaha” itu adalah “perjuangan” “kaum”, itu adalah “golongan” atau “kelas”. 
      Tentang terdapatnya perbedaan antara Islam dan Komunisme tentu tak akan ada yang menyangkal. Islam mempermasalahkan kehidupan di dunia dan akhirat, sedang Komunisme hanya mempermasalahkan masalah kehidupan manusia di dunia, bagaimana supaya tegak keadilan. Masalah akhirat, tidak dipermasalahkan komunisme. Masalah akhirat, adalah masalah pribadi, masalah hubungannya dengan yang menciptakannya. 
      Ini sesuai dengan surat Al Kahfi 29, yang mengatakan: Kebenaran datang dari Tuhanmu. Barangsiapa yang mau (beriman) berimanlah, dan barangsiapa yang mau (kufur) kufurlah. Dalam surat Al Qomar 19 dikatakan: seseorang di akhirat akan menerima apa yang diusahakannya. Dengan kata lain, mau beriman atau kufur, resikonya atau “hasilnya” masing-masing akan menerima di akhirat kelak. 
      Malah dalam surat Yunus 99 dan 100 dipertegas: Jika Tuhan menghendaki, niscaya beriman sekalian orang di bumi. Adakah engkau memaksa manusia supaya mereka beriman? Tiadalah seorang beriman, melainkan dengan izin Allah. Sedang dalam surat Al Baqarah 256 dikatakan: tidak ada paksaan dalam agama. 
      Mengenai yang dipermasalahkan oleh gerakan lain hanya masalah dunia, ini juga sejalan dengan sebuah Hadis Nabi Muhammad: “Jika aku berikan perintah kepadamu mengenai agama, ikutilah, dan jika aku menyampaikan sesuatu hal yang berasal dari pendapatku sendiri, ingatlah bahwa aku adalah seorang manusia”. Al Saraksi dalam bukunya “Al Usul” menafsirkan sebagai berikut: “Jika aku memberi tahu tentang hal agama, kerjakanlah menurut keteranganku dan jika aku memberitahu tentang sosal-soal keduniaan, maka sesungguhnya kamu lebih tahu tentang urusan keduniaanmu”. 
      Malah Mohammad Sobary melalui tulisannya “Merombak Primordialisme dalam agama “mengartikan surat Ar Ra’du ayat 11 sbb: di dalam Islam aturan sudah jelas bahwa untuk urusan dunia, Tuhan sudah melimpahkan sepenuhnya pada kita. Kita diberi Tuhan hak mengatur sepenuh kehidupan kita. Kita memiliki otonomi penuh. Dan ini tidak boleh dikembalikan kepada Tuhan” (Spritualitas baru: Agama dan aspirasi rakyat”, 1994, hal:46). 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar