Minggu, 07 Juli 2013

Peristiwa Negeri Para Mafioso

Istilah cicak melawan buaya yang mengambarkan sosok kedua lembaga public tersebut masih basah di bacaan warga, dan potret konflik itu melukai kepercayaan warga,bahkan menurut Asep Sumarna, citra polisi sedang tercancam jatuh akibat konflik itu, karena istilah buaya sering kali di identikan dengan figure yang justru tidak berkonotasi positif kontruktif ( Pikiran rakyat :hal 26/ 2009). Mengapa hal ini terjadi?

Sulit di bongkar secara objektif mengapa peristiwa ini terjadi. Berbagai pandangan keluar dari mulai orang biasa hingga para ahli sesuai dengan bidang sekolahannya, namun tidak menuntaskan dengan memberikan kepercayaan yang baik bagi rakyat.Belum usai peristiwa itu  dapat  menyembuhkan luka bagi rakyat, kali inipun terjadi peristiwa yang sama sekali melukai rakyat.Disaat rakyat lahir kepercayaan atas pemberantasan corruption dinegeri para Mafioso. Karena selama waktu yang panjang, efek jera bagi para Mafioso absen. Kini lahir peristiwa Novel Bawesdan.
Peristiwa tanggal tanggal 5-6 oktober 2012 adalah peristiwa luar biasa karena Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut salah satu penyidiknya, Kompol Novel Baswedan merupakan simbol bagi lembaga ini. Pasalnya, posisinya sangat penting untuk mengungkap kasus pengadaan alat simulasi SIM di Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri. Posisi Novel penting karena salah satu ketua penyidik di korlantas," ungkap Juru Bicara KPK, Johan Budi saat memberi keterangan pers di Gedung KPK, Jakarta, Minggu (7/10). Novel layak diterima  menjadi penyidik KPK. Karena  memang dia penyidik terbaik, tentu Polri sudah mencatatnya, sehingga sangat diluar logika yang objektif tiba-tiba karena ia menjadi ketua penyidik di korlantas di kasus alat simulasi SIM di Korp lalu Lintas Poliri ia hendak ditangkap akibat kasus yang sebelumnya telah selesai seperti di ungkapkan oleh juru Bicara KPK Johan Budi, dalam konferensi pers, Minggu (7/10/2012) malam, mengatakan, hasil investigasi sementara menemukan bahwa peristiwa dugaan penganiayaan seperti yang dituduhkan Polri itu terjadi pada Februari 2004. Saat kejadian itu, kata Johan, Novel yang ketika itu menjabat Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Bengkulu sedang berada di kantornya. "Malam kejadian, sekitar Februari 2004 itu sedang berada di kantor Kasat Reskrim saat itu," jelas Johan. Malam itu, lanjut Johan, Novel mendapat laporan dari anak buahnya yang mengatakan ada pencurian sarang burung walet di Bengkulu. Novel pun menindaklanjuti informasi tersebut dan mengirim anak buahnya ke tempat kejadian perkara (TKP). "Selaku Kasat, Novel yang bertanggung jawab atas apa yang dilakukan anak buahnya," ujar Johan. Dari informasi anak buah Novel di TKP, diketahui kalau si pelaku pencurian sarang burung walet itu terjebak di dalam gedung dan hampir diamuk massa. Novel pun, lanjut Johan, memerintahkan anak buahnya untuk mengamankan tersangka itu dari amukan massa tersebut. "Lalu tersangka dan barang bukti dibawa ke Mapolresta Bengkulu," kata Johan. Kemudian, katanya, dari hasil pemeriksaan sementara terhadap para tersangka, tim yang dibentuk Novel melakukan pengembangan perkara dengan membawa tersangka ke lokasi perkara, di sebuah bangunan di dekat pantai. Pada saat tersangka dibawa ke sana, kata Johan, terjadi kekisruhan. "Kemudian enam tersangka itu mengalami luka tembak," katanya.Terhadap kejadian itu, Novel pun mendapat laporan dari anak buahnya. Novel kemudian memerintahkan anak buahnya membawa tersangka yang terluka itu ke rumah sakit terdekat. "Keesokan harinya, dari enam ini, ada satu yang meninggal dunia," tambah Johan.Selanjutnya, peristiwa pencurian sarang burung walet itu dilanjutkan hingga proses persidangan. Sementara terkait insiden kericuhan yang mengakibatkan enam pencuri ini ditembak, penyidik dari Reserse Kriminal Mapolres Bengkulu dan Polda Bengkulu melakukan penyelidikan dan pemeriksaan kode etik terhadap penyidik-penyidik yang diduga melakukan penembakan tersebut."Nah, saudara Novel selaku Kasat Serse waktu itu ikut tanggung jawab. Novel juga dilakukan pemeriksaan kode etik karena dia Kasat Reskrim-nya," ucap Johan.Dari hasil pemeriksaan kode etik tersebut, Novel pun dikenai sanksi berupa teguran. Setelah insiden itu, Novel masih dipercaya sebagai Kasat Reskrim di Polres Bengkulu hingga Oktober 2005. Baru pada 2006 Novel bergabung dengan KPK sebagai penyidik."Dia juga diusut dan sudah ada keputusan, dua teguran, sehingga jabatan Kasat Reskrim itu masih dijabat Novel sampai Oktober 2005, bahkan Novel lulus seleksi di pendidikan PTIK (Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian) Jakarta," ungkap Johan.(Kompas ;8 oktober 2012)
 Pemberantasan judicial corruption adalah pintu esensi untuk membongkar berbagai konpirasi korupsi, tanpa terkecuali. Karena selama hukum tidak dibersihkan dari para pemain jual beli keadilan, politik corruption akan selalu membajak,menghancurkan, dan memenjra keadilan. Karena setuju dan tak setuju, untuk membersihkan korupsi hukum dan penegak hukum harus tuntas diselesaikan. Karena bila potret ini diabaikan, akan sulit mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap institusi penegak hukum.
            KPK, tentu salah satu lembaga yang memperoleh amanah yang luar biasa penting untuk menangani masalah korupsi. Tentu pilihan ini dilakukan karena lembaga-lembaga lain memiliki kerja-kerja lain yang berkenaan dengan soal tindak-tindak kejahatan diluar korupsi. Meskipun sebenarnya tidak menutup kemungkinan untuk ikut bersinergis melakukan kerja-kerja yang sama seperti KPK dalam menangani itu korupsi. Namun  demikian, KPK masih relative lebih bersih di banding dengan lembaga penegak hukum lainnnya. Karena bila lembaga-lembaga lain tidak sering terseret pada konspirasi ranah itu, tentu sebenarnya KPK tidak perlu dibentuk bahkan diberikan kewenangan yang luar biasa. Namun karena issue ini sangat semsetif sehingga memerluka lembaga yang cukup indevenden dalam menganani penyakit bangsa yang luar basa ini. Di sisi lain, KPK merupakan Lembaga yang indevenden yang tentu berbeda dengan lembag penegak hukum lainnnya sehingga dalam membongkar kasus KKN agak berat karena akan penuh tarik menarik kekuatan politik yang sulit bending. Komisi Pemberantasan Korupsi mempunyai tugas:Pertama ;Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi;Kedua ;Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi;ketiga;Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi; keempat;Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi; dankelima ;Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.
Dalam melaksanakan tugas koordinasi, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang :Pertama;Mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi;Kedua;Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi;Ketiga;Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi yang terkait;Keempat;Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; dan Kelima;Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi.

            Peristiwa-demi peristiwa konflik lembaga penegakan hukum memberikan bukti kongkrit bahwa penangan KKN tentu akan serat dengan “kepentingan” apapun alasannya. Sehingga tidak mudah dalam membongkar kasus itu. Namun demikian penangan kasus KKN betapun beratnya harus dilakukan tanpa terkecuali. Karena korupsi yang dilakukan melalui jejaringannnya sehingga ada mafisonya adalah akibat karena keserakahan. Sehingga diperlukan tindakan yang tidak hanya menjerakan, namun membongkar sampai akar-akarnya. Tentu tidak mudah diwujudkan cita-cita mulia ini, karena tidak hanya pembenahan system hukum pemindanaan agar efek jera benar-benar membumi, namun diperlukan komitmen dari semua unsure penegak hukum bahwa siapapun melakukan KKN maka proses hukum yang adil harus ditegakkan.
Mengembalikan kepercayaan menjadi pilihan tak terbantahkan, sehingga penyiapan SDM baik secara akademisi maupun moral punpenting. Begitu juga keteladanan dari siapapun tanpa terkecuali, terutama dari para petinggi negeri ini, perlu menjadi pilihan genting. Karena bila keteladanan itu hilang, dari para petinggi negeri ini mengembalikan citra bangsa yang jeblog dan buruk sulit dituntaskan.
            Tulisan ini tentu bukan hendak memojokan penegak hukum tertentu dalam pemberantasan korupsi, tetapi inilah keyataan bangsa ini dilihan dan dirasakan masyarakat. Masyarakat bosan dengan berbagai jastifikasi, rakyat butuh kepastian.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar