Kamis, 28 Mei 2015

Pesantren Ekologi Berjuang dari Sejengkal Tanah



Oleh : Nissa Wargadipura/Pemimpin Pesantren Ekologi Ath Thaariq Garut
Sejarah mencatat, peran pesantren di masa penjajahan adalah menggerakan, memimpin dan melakukan perjuangan mengusir penjajah, juga memprakarsai berdirinya Negara Republik Indonesia. Pesantren telah menjadi tonggak perlawanan dan pembebasan dari segala bentuk penindasan.
Pesantren juga berperan dalam berbagai bidang secara multidimensional, baik berkaitan langsung dengan kegiatan-kegiatan pesantren maupun diluarnya,. Dimulai dari upaya mencerdaskan bangsa, pesantren tercatat memiliki peranan penting dalam sejarah pendidikan di tanah air dan memberikan sumbangan dalam mencerdaskan rakyat. Selain sebagai lembaga pembinaan moral dan kultural. Menurut Ma’shum Pesantrenpun mempunyai tiga fungsi yakni, fungsi religious (diniyyah), fungsi social (ijtimaiyyah) dan fungsi edukasi (tarbawiyyah). Peran itu memberikan isyarat bahwa penyelenggaraan keadilan social melalui pesantren lebih banyak menggunakan pendekatan kultural.
Di masa penjajahan, pesantren memperluas fungsinya. Pesantren menjadi basis pertahanan bangsa dalam melawan penjajah demi lahirnya kemerdekaan. Konsekwensi atas sikap non kooperatif terhadap penjajah, pesantren terlibat aktif dalam mengadakan perlawanan – perlawanan menentang Belanda. Masyarakat banyak menggantungkan harapan kebebasan hidupnya pada perjuangan pesantren.
Pada saat ini Indonesia sedang menghadapi masa multi krisis yang berkelanjutan. Sistem ekonomi-politik kita telah mengubah wajah dan kondisi lingkungan social, ekologis dan ekonomi.
Gempuran kebijakan pembangunan yang eksesif di berbagai daerah, telah menyebabkan proses dehumanisasi, kemiskinan dan pemiskinan, termasuk kerusakan sosial-ekologis. Rehabilitasinya rumit karena telanjur menciptakan keterasingan di tanah sendiri. Aaat bersamaan, praktik pemberdayaan komunitas justru mengadopsi sistem ekonomi uang yang sebenarnya membunuh secara sistematis kekuatan komunitas itu sendiri, karena tidak dihubungkan dengan basis produksi-konsumsi dan bahan-bahan energi pada komunitas tersebut.
Kerusakan yang berkelanjutan ini, panglimanya adalah globalisasi ekonomi dalam bentuk perjanjian perdagangan bebas yang dipimpin WTO, Organisasi Perdagangan Dunia. WTO mengusung liberalisasi perdagangan yang menghancurkan sumber-sumber perekonomian rakyat dan mengakibatkan pemiskinan. Pasar bebas yang diatur WTO menyebabkan meningkatnya angka impor pangan Indonesia sehingga mematikan basis – basis produksi dan konsumsi rakyat. Meningkatnya investasi asing di sektor pertanian, perkebunan, dan pertambangan telah mengakibatkan terjadinya konflik agraria karena perampasan tanah oleh korporasi besar hingga hilangnya akses terhadap tanah sebagai sumber penghidupan.
Globalisasi juga sengaja menghancurkan dan mengabaikan keanekaragaman hayati, mengabaikan produksi alamiah, juga produksi yang dikelola perempuan, para petani kecil Dunia Ketiga, tak bedanya menganggap bahwa perusakan dan perampasan sebagai penciptaan. Padahal perempuan adalah produsen dan pengelola utama pangan dunia. Namun, pekerjaan mereka dalam produksi dan pengelolaannya sekarang  dihilangkan.
Latar  di atas  mendorong lahirnya Pesantren Ath Thaariq, sebuah pesantren yang dijadikan sebagai  tempat perlawanan sekaligus belajar tanpa batas ruang, mendorong pemulihan kerusakan sosial-ekologis dan ekonomi serta menghambat perusakan sosial-ekologis dan ekonomi di ruang hidup para pelaku pelajarnya.
Pesantren Ath Thaariq didirikan pada ....... dimana ... oleh siapa.
Pesantren ini dihuni para santri usia dini,  mahasiswa hingga orang tua. Selain mempelajari kitab-kitab kuning, mereka juga belajar ilmu – ilmu sosial, Hak Asasi Manusia, demokrasi, pluralisme, kesetaraan, partisipatif, akuntabilitas, yang juga menjadi prinsip – prinsip yang dijunjung tinggi pesantren.
Pesantren Ath Thaariq didedikasikan secara khusus mendidik dan mencetak santri perempuan menjadi pemimpin pesantren di desanya kelak. Mereka akan mentransformasi ilmu – ilmu yang didapat, menjadi pemimpin pesantren yang mengajak perempuan lainnya terus berproduksi bagi keluarga dan komunitasnya. Tidak tergantung pada upaya – upaya patriarki kapitalis. Tentu ini pekerjaan maha berat, namun bisa dimulai lewat pekerjaan – pekerjaan teraramat sederhana, sebuah pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan, bisa memastikan keberlangsungan hidup dan melepaskan diri dari ketergantungan.
Cita-cita di atas diwujdukan dengan menerapkan sistem “pendidikan yang membebaskan”, untuk membangun harkat dan martabat manusia ke arah lebih baik, yakni memiliki kemandirian dan jati diri utuh. Mereka mampu memecahkan berbagai problem hidup yang dihadapinya serta memiliki daya produktifitas tinggi yang bermanfaat bagi dirinya sendiri maupun masyarakat dan lingkungannya.
Seluruh pelaku dididik sebagai kader yang didorong untuk pemulihan kerusakan sosial-ekologis dan ekonomi. Gerakan – gerakan sederhana telah banyak dilakukan dari pesantren ini, pekerjaan – pekerjaan yang dilakukan adalah pondasi terhadap penentangan gerakan melawan globalisasi.
Perlawanan dilakukan dalam berbagai bentuk, diantaranya : tetap memelihara budaya lokal seperti gotong royong dan keswadayaan, sebuah gerakan yang menentang individualisme akibat ketatnya persaingan individu, salah satu dampak dari pasar bebas.
Setiap santri didorong bekerja keras, kreatif, inovatif, dan berpikiran kritis terutama dibidang produksi pertanian dan peternakan “lokal”. Ini upaya -upaya untuk membiasakan lebih mandiri, tidak tergantung pada produk luar yang belum tentu bermanfaat bagi masa depan mereka. Pesantren selalu menekankan pendidikan yang bertumpu pada sumber daya lokal. Karena kini di seluruh dunia teramat sangat sulit menghasilkan pangan, baik karena  perubahan iklim maupun kompetisi lahan pangan dengan berbagai kebutuhan lainnya, atau penggunaan sumber pangan sebagai sumber energi.
Pesantren Ath Thaariq mendidik santrinya untuk mengkonsumsi pangan beragam, tidak saja beras sebagai sumber karbohidrat, tapi juga jagung, talas, gadung, singkong dan sukun. Indonesia sangat kaya, punya beragam jenis pangan lokal untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri. Tercatat ada 77 jenis karbohidrat yang tersedia. Pemerintah mengandalkan beras  dan terigu impor. Begitupun asupan protein dari kacang – kacangan lokal, sayuran lokal serta buah – buahan lokal. Semua diproduksi sendiri, sebab yang lokal lebih tahan, ramah dan sehat.
Kebiasaan – kebiasaan berperilaku ramah lingkunganpun dibentuk sejak dini, melalui usaha terus menerus, seperti menyemai pohon keras produktif, , pengelolaan sampah dapur dan plastik, membuat kompos dari lingkungan sendiri, bertanam sayuran organik, hingga tidak memakai “pembalut” pabrik.
Pesantren Ath Thaariq menjadi bagian sebuah gerakan untuk “melokalisasi diri”, sebuah ungkapan perlawanan, yang mengupayakan semua dilakukan dan dipenuhi di dalam area pesantren sendiri mulai kebutuhan makan, minum, kecuali yang tidak bisa dibuat sendiri.
Konsep alam sangat kental pada pesantren kami, sebuah model pendidikan yang berusaha mengembangkan pendidikan secara alami, belajar dari semua makhluk yang ada di alam semesta. Alam dijadikan ruang belajar, sebagai media dan bahan ajar, dan sebagai objek pembelajaran.
Metode pendidikan yang diterapkan pesantren, selalu melalui metode – metode yang mudah, dari mulai permainan, diskusi yang menyenangkan, pembahasan kitab kuning dan pelajaran Al’Quran yang tidak memberatkan, santai namun padat berisi. Ini sangat berbeda dengan pendidikan modern saat ini, yang sangat sangat diskriminatif, kapitalistik serta memecah-belah ekonomi masyarakat.
Pendidikan yang diterapkan berusaha mengajarkan berbagi pada sesama, bersikap sportif, melalui proses, jika ingin sukses harus berjalan mulai bawah setelah itu baru merasakan hasil kerja keras. Anak-anak akan berpikir kreatif terhadap hal-hal yang ada disekelilingnya , sehingga kelak mereka menjadi manusia dewasa yang kreatif dalam jiwa yang positif.
Pesantren Ath Thaariq ingin menunjukkan  bahwa kegiatan paling sederhana yang dilakukan setiap hari, dapat membantu memulihkan planet kita yang kian rusak ini. Jangan tunda lagi. Sudah saatnya setiap orang ikut mengambil peran  dengan cara masing-masing dan sesegera mungkin. Pastikan semua menggunakan paradigm penyelamatan sosial, ekologis dan ekonomi yang lebih berpihak pada rakyat. Mulailah dari apa yang kita bisa.
Semoga


Tidak ada komentar:

Posting Komentar