Selasa, 19 Mei 2015

Empat Solusi Penyelesaian Kasus Sengketa Tanah Menurut Islam

 Oleh : Ibang Lukmanurdin (Pemimpin Pesantren Ath Thaariq Garut)

Kebijakan menghidupkan tanah mati (ihya  al-mawat). Dalam hal ini syariat islam mengijinkan siapapun untuk menghidupkan tanah-tanah yang mati dengan cara mengelola dan mengarapnya. Hal ini didasarkan pada :
ﻤﻦﺍﻋﻤﺭﺍﺮﻀﺎﻠﻴﺴﺖﻷﺤﺪﻔﻬﻮﺍﺤﻖ
Siapa saya yang telah mengelola sebidang tanah, yang bukan milik orang lain maka dialah yang paling berhak (HR al-Bukhari(

ﻤﻥﺃﺤﺎﻁ ﺤﺎﺌﻁﺎﻋﻟﯽﺃﺮﺽﻔﻬﻲﻟﻪ
Siapa saja yang memagari sebidang tanah (kosong) dengan pagar, maka tanah itu menjadi milikinya (hr Abu Daud)

ﻤﻦﺍﺤﻳﺎﺍﺮﻀﺎﻤﯿﺗﺔ ﻔﻬﻲ ﻟﻪ
Siapa saja yang menghidupkan sebidang tanah mati, maka tanah itu menjadi miliknya (HR al-Bukhari)


Kedua, kebijakan memeberi masa berlaku legalitas kepemilikan tanah  dalam hal ini tanah pertanian, yang tidak produktif/ditelanarkan oleh pemiliknya, selama 3 tahun ketetapan ini didasarkan pada kebijakan kholifah Umar bin al-khaththab ra. Yang disepakati ijma oleh para sahabat Nabi. Beliau menyatakan :

ﻟﻴﺲ ﻟﻤﺤﺘﺠﺮﺤﻖ ﺑﻌﺪ ﺛﻼﺚ ﺴﻧﻮﺍﺖ
“Orang yang memagari tanah tidak berhak (atas tanah yang dipagarinya itu ) setelah (menelantarkannya) selama tiga tahun.Dengan hadist ini orang yang memagari tanah namun tak mengelolanya selama tiga tahun, maka ia tak berhak atas tanah itu.”
 Ketiga. Kebijakan Negara memberikan tanah. Tentu hal ini pernah dilakukan oleh baginda Rasululloh Saw ketika di Madinah. Dan kebijakan politik agrarian ini pernah juga dilakukan oleh Khulafaur Rasyidin sepeninggal beliau ( An-Nabhani 1990 : 120)
Keempat kebijakan subsidi negara. Negara memaksa orang yang memiliki kelebihan  untuk dan tidak memiliki kemampuan untuk mengelolanya seperti dilakukan oleh Khalifah Umar bin al-Khathab ra. Beliau pernah memberikan dana dari Maitul Mal (kas Negara) kepada petani irak yang memungkinkan mereka bisa menggarap tanah pertanian.
  


Tidak ada komentar:

Posting Komentar