Oleh : Ibang Lukmanurdin (Pemimpin
Pesantren Ath Thaariq)
Hal yang sulit dipungkiri bila
kepemimpinan merupakan hal yang terpenting dalam masyarakat dimanapun. Baik
sebagai pemimpinan formal maupun pemimpin nonformal diantarnya Ibnu khaldun
dalam kitab Muqaddimah banyak berbicara mengenai khalifah dan imamah
(kepemimpinan). Ia menarik teori bahwa manusia mempunyai kecendrungan alami
untuk memimpin karena mereka diciptakan sebagai khalifah.
Dalam sebuah Hadist Rasulullah saw
bersabda Artinya: setiap kamu adalah pemimpin dan setiap kamu akan diminta
pertanggungjawaban tentang apa yang ia pimpin. Dalam hadist lain Nabi
Muhammad Saw bersabda artinya : Apabila tiga orang keluar dalam sutu
perjalanan, hendaknya memilih/mengangkat salah seorang diantaranya untuk jadi
pemimpin dalam perjalanan ( Riwayat Abu daud). Apalagi kepemimpinan dan
organisasi seperti dua sisi mata uang, saling berkaitan dan sulit untuk bisa
dipisahkan, sebab bila organisasi itu bisa maju tentu peranan pemimpin memiliki
nilai penting.
Bahkan Syaidina Ali Karomallohu
Wajhah mengingatkan bahwa : kebatilan yang terorganisir dengan baik, bisa
mengalahkan haq/kebenaran yang tidak terorganisir dengan baik. Oleh karena itu,
penyalahgunaan kekuasaan oleh penguasa tentu akan menghancurkan kekuatan rakyat
yang tercerai berai meskipun tak terhitung para pemimpin agama yang
lahir dan menyebar dimana-mana. Menurut baginda Rasulullah Saw
bersabda: Apabila amanat disia-siakan, maka tunggulah saat kehancurannya,
salah seorang sahabat bertanya, “bagaimana menyia-nyiakannya, wahai
rasulullah?’ Rasulullah Saw menjawab, Apabila perkara itu diserahkan kepada
orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah saat kehancurannya. (HR, Buhari)
artinnya bila mereka para pemimpin mendudukan amanah kekuasaan demi keuntungan
politik ekonomi kelompoknya dan jaringannya, maka kehancuran moral, politik,
ekonomi, hukum tak bisa dijaga dengan ikhsan, dan adil. Sehingga Rasulullah Saw
bersabda: Apabila umatku mulai mengagung-agungkan perkara duniawi maka dicabut
dari mereka pengaruh agama islam, dan apabila mereka meninggalkan amar
ma’ruf dan nahi munkar, mereka tidak akan mendapat keberkahan wahyu . (HR
.Turmudzi) Tak lah berlebihan bila baginda Rasulullah menyatakan dalam sebuah
hadist yang artinya : dua golongan dari umatku apabila mereka baik maka manusia
baik, dan apabila mereka rusak maka manusia rusak, yaitu para pemegang
pemerintahan dan para ahli fiqh (dari Ibnu Abbas). Dalam hadist lain Rasulullah
saw bersabda yang artinya : Tidak akan celaka suatu kaum (rakyat) meskipun
mereka dzalim dan buruk apabila para pemimpinnnya mendapat petunjuk, dan
berjalan di atas petunjuk Allah swt. Tetapi akan celaka rakyat, meskipun mereka
mendapat petunjuk dan berjalan di atas petunjuk Allah swt, apabila para
pemimpinnya dzalim dan jahat (Al-hadist). Tentu bila praktek destruktif dalam pengelolaan
Negara menghianati amanah. Maka tak lah bisa dipungkiri seperti apa yang di
Ungkapkan baginda Rasulullah Saw artinya : Apabila Allah menghendkai keburukan
bagi suatu kaum, maka dia akan menjadikan pemimpin mereka hidup dalam
kemewahan (hadist).
Dengan demikian maka di dalam konsep
(manhaj) Islam, pemimpin merupakan hal yang sangat final dan fundamental. Ia
menempati posisi tertinggi dalam bangunan masyarakat Islam. Dalam kehidupan
berjama'ah, pemimpin ibarat kepala dari seluruh anggota tubuhnya. Ia memiliki
peranan yang strategis dalam pengaturan pola (minhaj) dan gerakan (harakah).
Kecakapannya dalam memimpin akan mengarahkan ummatnya kepada tujuan yang ingin
dicapai, yaitu kejayaan dan kesejahteraan ummat dengan iringan ridho Allah (Qs.
2 : 207). Dalam bangunan masyarakat Islami, pemimpin berada pada posisi yang
menentukan terhadap perjalanan ummatnya. Apabila sebuah jama'ah memiliki
seorang pemimpin yang prima, produktif dan cakap dalam pengembangan dan
pembangkitan daya juang dan kreativitas amaliyah, maka dapat dipastikan
perjalanan ummatnya akan mencapai titik keberhasilan. Dan sebaliknya, manakala
suatu jama'ah dipimpin oleh orang yang memiliki banyak kelemahan, baik dalam
hal keilmuan, manajerial, maupun dalam hal pemahaman dan nilai tanggung jawab,
serta lebih mengutamakan hawa nafsunya dalam pengambilan keputusan dan
tindakan, maka dapat dipastikan, bangunan jama'ah akan mengalami kemunduran,
dan bahkan mengalami kehancuran (Qs. 17 : 16). "Dan jika Kami hendak
membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup
mewah (kaum elit dan konglomerat) di negeri itu (untuk menaati Allah), akan
tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnyalah
berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri
itu sehancur-hancurnya." (Qs. 17 : 16) Oleh karena itulah, Islam memandang
bahwa kepemimpinan memiliki posisi yang sangat strategis dalam terwujudnya
masyarakat yang berada dalam Baldatun Thoyyibatun Wa Robbun Ghofur (Qs. 34 : 15),
yaitu masyarakat Islami yang dalam sistem kehidupannya menerapkan
prinsip-prinsip Islam. Begitu pentingnya kepemimpinan atau imam dalam sebuah
jama'ah atau kelompok, sampai-sampai Rasulullah bersabda yang
maksudnya:"Apabila kamu mengadakan perjalanan secara berkelompok, maka
tunjuklah salah satunya sebagai imam (pemimpin perjalanan)."
Apalagi bila kita telusuti
dalam sejarah Islam (Tarikh Islam) mengenai pentingnya kedudukan pemimpin dalam
kehidupan ummat muslim. Kita lihat dalam sejarah, ketika Rasulullah saw. wafat,
maka para shahabat segera mengadakan musyawarah untuk menentukan seorang
khalifah. Hingga jenazah Rasulullah pun harus tertunda penguburanya selama tiga
hari. Para shahabat ketika itu lebih mementingkan terpilihnya pemimpin
pengganti Rasulullah, karena kekhawatiran akan terjadinya ikhlilaf (perpecahan)
di kalangan ummat muslim kala itu. Hingga akhirnya terpilihlah Abu Bakar
sebagai khalifah yang pertama setelah Rasulullah saw. wafat. Tak lah berlebihan
bila Al-mawardi dalam Al-Ahkam Al-Sulthaniyyah ; Kepemimpinan (imamah) sebagai
pengganti kenabian dalam memelihara agama dan mengatur dunia serta
menetapkannnya pada orang yang akan menegakkannya di tengah-tengah umat wajib
hukumnya menurut ijma’.Tentu semua itu, tak lain hendak membangun masyarakat
islam yang kaffah yaitu masyarakat yang memiliki wilayah teritorial yang
kondusif (al-bi'ah, al-quro), ummat (al-ummah,syari'at atau aturan
(asy-syari'ah), dan pemimpin (al-imamah, amirul ummah), bahkan dalam kontek
kebangkitan umat, pemimpin pun menjadi salah satu pilar penting dalam upaya
menuju perubahan. Islam yang telah dikenal memiliki minhajul hayat (konsep
hidup) paling teratur dan sempurna dibandingkan konsep-konsep buatan dan olahan
hasil rekayasa dan imajinasi otak manusia, telah menunjukkan nilainya yang
universal dan dinamis dalam penyatuan seluruh komponen ummat (Qs. 21 :
92).Tentu dalam kebangkitan umat diperulukan Pertama, Keadilan para pemimpin
(umaro). Kedua,Ilmunya para ‘ulama Ketiga,Kedermawanan para aghniya (orang
kaya). Keempat,Do'anya orang-orang faqir (miskin). Maka menurut Murtadha
muthahhari pemimpin harus menjadi pemandu bagi umatnya dalam akhlaq, iman,
social, politik dan hukum. Karena bila pemimpin tak menjadi conta yang baik
maka tentu berbagai malapetaka social, moral, hukum, politik akan menyebar ke
seluruh sendi kehidupanummatnya.
Definisi Pemimpin
Istilah pemimpin ada beberapa
pengertian diantaranya pertama,Umaro atau ulil amri yang bermakna pemimpin
negara (pemerintah). Kedua,Amirul ummah yang bermakna pemimpin (amir)
ummatketiga, Al-Qiyadah yang bermakna ketua atau pimpinan kelompok
keempat,Al-Mas'uliyah yang bermakna
penanggung jawab. kelima,Khadimul ummah yang bermakna pelayan ummat.Dari
beberapa istilah tadi, dapat disimpulkan bahwa pemimpin adalah orang yang ditugasi
atau diberi amanah untuk mengurusi permasalahan ummat, baik dalam lingkup
jama'ah (kelompok) maupun sampai kepada urusan pemerintahan, serta memposisikan
dirinya sebagai pelayan masyarakat dengan memberikan perhatian yang lebih dalam
upaya mensejahterakan ummatnya, bukan sebaliknya, mempergunakan kekuasaan dan
jabatan untuk mengeksploitasi sumber daya yang ada, baik SDM maupun SDA, hanya
untuk pemuasan kepentingan pribadi (ananiyah) dan kaum kerabatnya atau
kelompoknya (ashobiyah).
Syarat Pemimpin
Jika kita menyimak terhadap
perjalanan siroh nabawiyah (sejarah nabi-nabi) dan berdasarkan petunjuk
Al-Qur'an (Qs. 39 : 23) dan Al-Hadits (Qs. 49 : 7), maka kita dapat
menyimpulkan secara garis besar beberapa kriteria dalam menentukan pemimpin.
Beberapa faktor yang menjadi kriteria yang bersifat general dan spesifik dalam
menentukan pemimpin tersebut adalah antara lain :Pertama Faktor Keulamaan,Dalam
Qs. 35 : 28, Allah menerangkan bahwa diantara hamba-hamba Allah, yang paling
takut adalah al-‘ulama. Hal ini menunjukkan bahwa apabila pemimpin tersebut
memiliki kriteria keulamaan, maka dia akan selalu menyandarkan segala sikap dan
keputusannya berdasarkan wahyu (Al-Qur'an). Dia takut untuk melakukan kesalahan
dan berbuat maksiat kepada Allah.Berdasarkan Qs. 49 : 1, maka ia tidak akan
gegabah dan membantah atau mendahului ketentuan yang telah ditetapkan Allah dan
Rasul-Nya. Dalam pengambilan keputusan, ia selalu merujuk kepada petunjuk
Al-Qur'an dan Al-Hadits.Berdasarkan Qs. 29 : 49, maka seorang pemimpin yang berkriteria
ulama, haruslah memiliki keilmuan yang dalam di dalam dadanya (fii shudur). Ia
selalu menampilkan ucapan, perbuatan, dan perangainya berdasarkan sandaran
ilmu.Berdasarkan Qs. 16 : 43, maka seorang pemimpin haruslah ahlu adz-dzikri
(ahli dzikir) yaitu orang yang dapat dijadikan rujukan dalam menjawab berbagai
macam problema ummat. Kedua :Faktor Intelektual (Kecerdasan),Seorang calon
pemimpin haruslah memiliki kecerdasan, baik secara emosional (EQ), spiritual
(SQ) maupun intelektual (IQ).Dalam hadits Rasulullah melalui jalan shahabat
Ibnu Abbas r.a, bersabda :"Orang yang pintar (al-kayyis) adalah orang yang
mampu menguasai dirinya dan beramal untuk kepentingan sesudah mati, dan orang
yang bodoh (al-‘ajiz) adalah orang yang memperturutkan hawa nafsunya dan pandai
berangan-angan atas Allah dengan segala angan-angan." (HR. Bukhari,
Muslim, Al-Baihaqy).Hadits ini mengandung isyarat bahwa seorang pemimpin
haruslah orang yang mampu menguasai dirinya dan emosinya. Bersikap lembut,
pemaaf, dan tidak mudah amarah. Dalam mengambil sikap dan keputusan, ia lebih
mengutamakan hujjah Al-Qur'an dan Al-Hadits, daripada hanya sekedar nafsu dan
keinginan-nya. Ia akan menganalisa semua aspek dan faktor yang mempengaruhi
penilaian dan pengambilan keputusan. Berdasarkan Qs. 10 : 55, mengandung arti
bahwa dalam mengambil dan mengajukan diri untuk memegang suatu amanah, haruslah
disesuaikan dengan kapasitas dan kapabilitas (kafa'ah) yang dimiliki (Qs. 4 :
58).Rasulullah berpesan : "Barangsiapa menyerahkan suatu urusan kepada yang
bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya." Ketiga : Faktor
Kepeloporan:Berdasarkan Qs. 39 : 12, maka seorang pemimpin haruslah memiliki
sifat kepeloporan. Selalu menjadi barisan terdepan (pioneer) dalam memerankan
perintah Islam.Berdasarkan Qs. 35 : 32, maka seorang pemimpin haruslah berada
pada posisi hamba-hamba Allah yang bersegera dalam berbuat kebajikan (sabiqun
bil khoiroti bi idznillah) Berdasarkan Qs. 6 : 135, maka seorang pemimpin tidak
hanya ahli di bidang penyusunan konsep dan strategi (konseptor), tetapi
haruslah juga orang yang memiliki karakter sebagai pekerja (operator). Orang
yang tidak hanya pandai bicara, tetapi juga pandai bekerja.Berdasarkan Qs. 6 :
162 - 163, maka seorang pemimpin haruslah orang yang tawajjuh kepada Allah.
Menyadari bahwa semua yang berkaitan dengan dirinya, adalah milik dan untuk
Allah. Sehingga ia tidak akan menyekutukan Allah, dan selalu berupaya untuk
mencari ridho Allah (Qs. 2 : 207)Berdasarkan Qs. 3 : 110, sebagai khoiru ummah
(manusia subjek) maka seorang pemimpin haruslah orang yang selalu menyeru
kepada yang ma'ruf, mencegah dari perbuatan yang mungkar, dan senantiasa
beriman kepada Allah. Keempat :Faktor Keteladanan :Seorang calon pemimpin
haruslah orang yang memiliki figur keteladanan dalam dirinya, baik dalam hal
ibadah, akhlaq, dsb.Berdasarkan Qs. 33 : 21, maka seorang pemimpin haruslah
menjadikan Rasulullah sebagai teladan bagi dirinya. Sehingga, meskipun tidak
akan mencapai titik kesempurnaan, paling tidak ia mampu menampilkan akhlaq yang
baik layaknya Rasulullah. Berdasarkan Qs. 68 : 4, maka seorang pemimpin
haruslah memiliki akhlaq yang mulia (akhlaqul karimah), sehingga dengannya
mampu membawa perubahan dan perbaikan dalam kehidupan sosial masyarakat.Faktor
akhlaq adalah masalah paling mendasar dalam kepemimpinan. Walaupun seorang
pemimpin memiliki kecerdasan intelektual yang luar biasa, tetapi apabila tidak
dikontrol melalui akhlaq yang baik, maka ia justru akan membawa kerusakan
(fasada) dan kehancuran.Kelima :Faktor Manajerial (Management):Berdasarkan Qs.
61 : 4, maka seorang pemimpin haruslah memahami ilmu manajerial (meskipun pada
standar yang minim). Memahami manajemen kepemimpinan, perencanaan,
administrasi, distribusi keanggotaan, dsb.Seorang pemimpin harus mampu
menciptakan keserasian, keselarasan, dan kerapian manajerial lembaganya
(tandhim), baik aturan-aturan yang bersifat mengikat, kemampuan anggota,
pencapaian hasil, serta parameter-parameter lainnya.Dengan kemampuan ini, maka
akan tercipta tanasuq (keteraturan), tawazun (keseimbangan), yang kesemuanya
bermuara pada takamul (komprehensif) secara keseluruhan.Oleh karena itu, mari
kita lebih berhati-hati dalam menentukan imam atau pemimpin kita. Kekuasaan
yang diperoleh pemimpin dengan kesalehan, ketaatan penuh dan pengabdian penuh
kepada Allah akan melahirkan kebangkitan dan kemaslahatan ummat disemua sektor
kehidupan. Namun bila kita diam membisu pada apapun yang dilakukannya,
maka kita pun akan turut bertanggung jawab terhadapnya. Karena Jika
kepemimpinannya baik, maka kita akan merasakan nikmatnya. Sebaliknya, apabila
kepemimpinannya buruk, maka kita pun akan merasakan kerusakan dan
kehancurannya. Rasulullah saw bersabda : Apabila umatku meninggalkan amar
ma’ruf dan nahi munkar, mereka tidak akan mendapat keberkahan wahyu (HR.
Turmudzi). Untuk itu dari Ibnu Umar ra. Rasulullah saw bersabda : Artinya
berbuat baiklah kepada orang yang layak menerimanya. Rasulullah saw bersabda
kejujuran mendatangkan rizeki, khianat membawa kepada kemiskinan (HR. Ad
Dailami) bahkan lebih jauh dari Ibnu Abbas Rasulullah saw bersabda:
Bencana agama ada tiga, yaitu ahli fiqih yang durhaka, pemimpin yang zalim dan
mujtahid yang jahil (HR, Sd dailami) Wallahu a'lam bish-showwab "Al
Haqqu min robbika, fala takuu nanna minal mumtariin"(Qs. Al Baqarah (2) :
147)
Tipe pemimpin
Pemimpin Yang Diktator;- Dari Abu
Hurairah r.a. berkata, bahawa Rasulullah s.a.w bersabda:“Sesungguhnya di
kalangan kamu nanti akan tertanam kemahuan besar kedudukan (politik) dalam
kerajaan. Sesungguhnya yang demikian itu akan menjadikan kamu menyesal dan
susah pada Hari Kiamat; Sebaik-baik ibu adalah yang mahu menyusui anak (ertinya
sebaik-baik pemimpin adalah yang memperhatikan kepentingan rakyat), dan
seburuk-buruk ibu adalah ibu yang tidak mahu menyusui anaknya (ertinya
seburuk-buruk pemimpin adalah pemimpin yang tidak memerhatikan kepentingan
rakyat);- (Riwayat Bukhari dan Nasae’i).
Pemimpin Yang Menipu Rakyat;- Ka’ab
bin Ujrah r.a. berkata bahawa Rasulullah s.a.w bersabda: Akan datang di
kemudian hari nanti, setelah aku tiada; beberapa pemimpin yang berdusta dan
berbuat aniaya. Maka barang siapa yang membenarkan kedustaan mereka dan
membantu (mendukung) tindakan mereka yang aniaya itu, maka ia bukan termasuk
umatku, dan bukanlah aku daripadanya. Dan ia tidak akan dapat sampai datang ke
telaga (yang ada di syurga);- (Riwayat Tirmidzi, Nasae’i dan Hakim).
Iman Yang Semakin Lemah;- Dari Abu
Hurairah r.a. bahawa Rasulullah s.a.w. bersabda: “Dahulukanlah amal soleh di
mana pada waktu itu akan terjadi huru-hara dahsyat bagaikan malam yang gelap gelita,
seseorang pada pagi harinya beriman lalu pada petang harinya menjadi kafir,
atau petang harinya kafir, lalu pagi harinya menjadi mukmin. Ia menjual
agamanya dengan keduniaan” ;- (Riwayat Muslim).
Abu Umamah r.a. berkata bahawa
Rasulullah s.a.w. bersabda: “Kelak akan terjadi suatu fitnah, yang keadaan
mukmin sedang petang harinya menjadi kafir, kecuali orang yang Allah dihidupkan
dengan ilmu yang manfaat” ;- (Riwayat Ahmad dan Thabrani).
Pemimpin Yang Menyembunyikan Hak
Rakyat;- Dari Ubadah bin Shamit r.a. bahawa Rasulullah s.a.w. bersabda:
Sesudahku nanti ada pemimpin-pemimpin yang menguasai urusanmu. Mereka
mengetahui urusanmu, sedangkan kamu sendiri tidak mengetahuinya. Mereka
menyembunyikan atasmu sesuatu yang menjadi hakmu sedang kamu mengetahuinya.
Barangsiapa yang menemui kejadian seperti itu, maka janganlah mentaati orang
yang berbuat durhaka kepada Allah Azza Wa jalla;- (Riwayat Thabrani dan Hakim).
Pemimpin Yang Membuat Kerosakan;-
Ibnu Mas’ud r.a berkata bahawa Rasulullah s.a.w. bersabda: Nanti kamu sekalian
akan dikuasai para pemimpin yang selalu membuat kerosakan, dan Allah tidak akan
memberikan perbaikan/pertolongan kepada mereka. Barangsiapa di antara mereka
taat kepada Allah, maka bagi mereka akan mendapat pahala dan kamu harus
bersyukur. Dan barangsiapa di antara mereka yang membuat maksiat kepada Allah,
maka mereka akan mendapat dosa dan kamu harus bersikap sabar;- (Riwayat
Thabrani).
Ramai Pemimpin Tetapi Tidak Dapat
Menjamin Ketenteraman;- Dari Abdurrahman Al-Anshari r.a bahawa Rasulullah
s.a.w. bersabda: Sebahagian dari tanda-tanda dekatnya Hari Kiamat adalah
banyaknya bacaan (ramai yang pandai membaca) dan sedikit di antara mereka yang
mengerti agama, banyak umara’ (pemimpin) tetapi ketenteraman berkurang;-
(Riwayat Thabrani).
Pemimpin Yang Diingkari Rakyat;-
Dari Ibnu Abbas r.a bahawa Rasulullah s.a.w bersabda: Kelak akan ada pemimpin
yang kamu mengenalnya, tetapi kamu mengingkari (perbuatan)nya. Barangsiapa yang
menentang mereka (tidak mengikuti dan tidak mendukung perbuatannya), mereka
akan selamat. Barangsiapa yang menjauhi mereka, ia akan aman sentosa,
barangsiapa yang bergaul (mendukung) dengannya, maka ia akan binasa;- (Riwayat
Ibnu Abi Syaibah dan Thabrani).
Dari Ummi Salmah r.a. bahawa
Rasulullah s.a.w bersabda: Nanti akan ada penguasa; Kamu sekalian mengenalnya,
tetapi kamu mengingkarinya. Barangsiapa yang membencinya, maka ia akan bebas;
barangsiapa yang mengingkarinya dia akan selamat, tetapi mereka ada juga
pengikutnya;- (Riwayat Muslim dan abu Daud).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar