Selasa, 19 Mei 2015

Teologi Kepemimpinan

Oleh : Ibang Lukmanurdin (Pemimpin Pesantren Ath Thaariq)

Hal yang sulit dipungkiri bila kepemimpinan merupakan hal yang terpenting dalam masyarakat dimanapun. Baik sebagai pemimpinan formal maupun pemimpin nonformal diantarnya Ibnu khaldun dalam kitab Muqaddimah banyak berbicara mengenai khalifah dan imamah (kepemimpinan). Ia menarik teori bahwa manusia mempunyai kecendrungan alami untuk memimpin karena mereka diciptakan sebagai khalifah. 
Dalam sebuah Hadist Rasulullah saw bersabda Artinya: setiap kamu adalah pemimpin dan setiap kamu akan diminta pertanggungjawaban tentang apa yang ia pimpin. Dalam hadist lain  Nabi Muhammad Saw bersabda artinya : Apabila tiga orang keluar dalam sutu perjalanan, hendaknya memilih/mengangkat salah seorang diantaranya untuk jadi pemimpin dalam perjalanan ( Riwayat Abu daud). Apalagi  kepemimpinan dan organisasi seperti dua sisi mata uang, saling berkaitan dan sulit untuk bisa dipisahkan, sebab bila organisasi itu bisa maju tentu peranan pemimpin memiliki nilai penting. 

Bahkan Syaidina Ali Karomallohu Wajhah mengingatkan bahwa : kebatilan yang terorganisir dengan baik, bisa mengalahkan haq/kebenaran yang tidak terorganisir dengan baik. Oleh karena itu, penyalahgunaan kekuasaan oleh penguasa tentu akan menghancurkan kekuatan rakyat yang tercerai berai meskipun tak terhitung para pemimpin agama yang   lahir dan menyebar dimana-mana.  Menurut baginda Rasulullah Saw bersabda:  Apabila amanat disia-siakan, maka tunggulah saat kehancurannya, salah seorang sahabat bertanya, “bagaimana menyia-nyiakannya, wahai rasulullah?’ Rasulullah Saw menjawab, Apabila perkara itu diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah saat kehancurannya. (HR, Buhari) artinnya bila mereka para pemimpin mendudukan amanah kekuasaan demi keuntungan politik ekonomi kelompoknya dan jaringannya, maka kehancuran moral, politik, ekonomi, hukum tak bisa dijaga dengan ikhsan, dan adil. Sehingga Rasulullah Saw bersabda: Apabila umatku mulai mengagung-agungkan perkara duniawi maka dicabut dari mereka pengaruh agama islam, dan apabila mereka meninggalkan amar ma’ruf  dan nahi munkar, mereka tidak akan mendapat keberkahan wahyu . (HR .Turmudzi) Tak lah berlebihan bila baginda Rasulullah menyatakan dalam sebuah hadist yang artinya : dua golongan dari umatku apabila mereka baik maka manusia baik, dan apabila mereka rusak maka manusia rusak, yaitu para pemegang pemerintahan dan para ahli fiqh (dari Ibnu Abbas). Dalam hadist lain Rasulullah saw bersabda yang artinya : Tidak akan celaka suatu kaum (rakyat) meskipun mereka dzalim dan buruk apabila para pemimpinnnya mendapat petunjuk, dan berjalan di atas petunjuk Allah swt. Tetapi akan celaka rakyat, meskipun mereka mendapat petunjuk dan berjalan di atas petunjuk Allah swt, apabila para pemimpinnya dzalim dan jahat (Al-hadist). Tentu bila praktek destruktif dalam pengelolaan Negara menghianati amanah. Maka tak lah bisa dipungkiri seperti apa yang di Ungkapkan baginda Rasulullah Saw artinya : Apabila Allah menghendkai keburukan bagi suatu kaum, maka dia akan menjadikan pemimpin mereka  hidup dalam kemewahan (hadist).
Dengan demikian maka di dalam konsep (manhaj) Islam, pemimpin merupakan hal yang sangat final dan fundamental. Ia menempati posisi tertinggi dalam bangunan masyarakat Islam. Dalam kehidupan berjama'ah, pemimpin ibarat kepala dari seluruh anggota tubuhnya. Ia memiliki peranan yang strategis dalam pengaturan pola (minhaj) dan gerakan (harakah). Kecakapannya dalam memimpin akan mengarahkan ummatnya kepada tujuan yang ingin dicapai, yaitu kejayaan dan kesejahteraan ummat dengan iringan ridho Allah (Qs. 2 : 207). Dalam bangunan masyarakat Islami, pemimpin berada pada posisi yang menentukan terhadap perjalanan ummatnya. Apabila sebuah jama'ah memiliki seorang pemimpin yang prima, produktif dan cakap dalam pengembangan dan pembangkitan daya juang dan kreativitas amaliyah, maka dapat dipastikan perjalanan ummatnya akan mencapai titik keberhasilan. Dan sebaliknya, manakala suatu jama'ah dipimpin oleh orang yang memiliki banyak kelemahan, baik dalam hal keilmuan, manajerial, maupun dalam hal pemahaman dan nilai tanggung jawab, serta lebih mengutamakan hawa nafsunya dalam pengambilan keputusan dan tindakan, maka dapat dipastikan, bangunan jama'ah akan mengalami kemunduran, dan bahkan mengalami kehancuran (Qs. 17 : 16). "Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah (kaum elit dan konglomerat) di negeri itu (untuk menaati Allah), akan tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnyalah berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya." (Qs. 17 : 16) Oleh karena itulah, Islam memandang bahwa kepemimpinan memiliki posisi yang sangat strategis dalam terwujudnya masyarakat yang berada dalam Baldatun Thoyyibatun Wa Robbun Ghofur (Qs. 34 : 15), yaitu masyarakat Islami yang dalam sistem kehidupannya menerapkan prinsip-prinsip Islam. Begitu pentingnya kepemimpinan atau imam dalam sebuah jama'ah atau kelompok, sampai-sampai Rasulullah bersabda yang maksudnya:"Apabila kamu mengadakan perjalanan secara berkelompok, maka tunjuklah salah satunya sebagai imam (pemimpin perjalanan)."
Apalagi bila kita telusuti  dalam sejarah Islam (Tarikh Islam) mengenai pentingnya kedudukan pemimpin dalam kehidupan ummat muslim. Kita lihat dalam sejarah, ketika Rasulullah saw. wafat, maka para shahabat segera mengadakan musyawarah untuk menentukan seorang khalifah. Hingga jenazah Rasulullah pun harus tertunda penguburanya selama tiga hari. Para shahabat ketika itu lebih mementingkan terpilihnya pemimpin pengganti Rasulullah, karena kekhawatiran akan terjadinya ikhlilaf (perpecahan) di kalangan ummat muslim kala itu. Hingga akhirnya terpilihlah Abu Bakar sebagai khalifah yang pertama setelah Rasulullah saw. wafat. Tak lah berlebihan bila Al-mawardi dalam Al-Ahkam Al-Sulthaniyyah ; Kepemimpinan (imamah) sebagai pengganti kenabian dalam memelihara agama dan mengatur dunia serta menetapkannnya pada orang yang akan menegakkannya di tengah-tengah umat wajib hukumnya menurut ijma’.Tentu semua itu, tak lain hendak membangun masyarakat islam yang kaffah yaitu masyarakat yang memiliki wilayah teritorial yang kondusif (al-bi'ah, al-quro), ummat (al-ummah,syari'at atau aturan (asy-syari'ah), dan pemimpin (al-imamah, amirul ummah), bahkan dalam kontek kebangkitan umat, pemimpin pun menjadi salah satu pilar penting dalam upaya menuju perubahan. Islam yang telah dikenal memiliki minhajul hayat (konsep hidup) paling teratur dan sempurna dibandingkan konsep-konsep buatan dan olahan hasil rekayasa dan imajinasi otak manusia, telah menunjukkan nilainya yang universal dan dinamis dalam penyatuan seluruh komponen ummat (Qs. 21 : 92).Tentu dalam kebangkitan umat diperulukan Pertama, Keadilan para pemimpin (umaro). Kedua,Ilmunya para ‘ulama Ketiga,Kedermawanan para aghniya (orang kaya). Keempat,Do'anya orang-orang faqir (miskin). Maka menurut Murtadha muthahhari pemimpin harus menjadi pemandu bagi umatnya dalam akhlaq, iman, social, politik dan hukum. Karena bila pemimpin tak menjadi conta yang baik maka tentu berbagai malapetaka social, moral, hukum, politik akan menyebar ke seluruh sendi kehidupanummatnya.
Definisi Pemimpin
Istilah pemimpin ada beberapa pengertian diantaranya pertama,Umaro atau ulil amri yang bermakna pemimpin negara (pemerintah). Kedua,Amirul ummah yang bermakna pemimpin (amir) ummatketiga, Al-Qiyadah yang bermakna ketua atau pimpinan kelompok
keempat,Al-Mas'uliyah yang bermakna penanggung jawab. kelima,Khadimul ummah yang bermakna pelayan ummat.Dari beberapa istilah tadi, dapat disimpulkan bahwa pemimpin adalah orang yang ditugasi atau diberi amanah untuk mengurusi permasalahan ummat, baik dalam lingkup jama'ah (kelompok) maupun sampai kepada urusan pemerintahan, serta memposisikan dirinya sebagai pelayan masyarakat dengan memberikan perhatian yang lebih dalam upaya mensejahterakan ummatnya, bukan sebaliknya, mempergunakan kekuasaan dan jabatan untuk mengeksploitasi sumber daya yang ada, baik SDM maupun SDA, hanya untuk pemuasan kepentingan pribadi (ananiyah) dan kaum kerabatnya atau kelompoknya (ashobiyah).

Syarat Pemimpin
Jika kita menyimak terhadap perjalanan siroh nabawiyah (sejarah nabi-nabi) dan berdasarkan petunjuk Al-Qur'an (Qs. 39 : 23) dan Al-Hadits (Qs. 49 : 7), maka kita dapat menyimpulkan secara garis besar beberapa kriteria dalam menentukan pemimpin. Beberapa faktor yang menjadi kriteria yang bersifat general dan spesifik dalam menentukan pemimpin tersebut adalah antara lain :Pertama Faktor Keulamaan,Dalam Qs. 35 : 28, Allah menerangkan bahwa diantara hamba-hamba Allah, yang paling takut adalah al-‘ulama. Hal ini menunjukkan bahwa apabila pemimpin tersebut memiliki kriteria keulamaan, maka dia akan selalu menyandarkan segala sikap dan keputusannya berdasarkan wahyu (Al-Qur'an). Dia takut untuk melakukan kesalahan dan berbuat maksiat kepada Allah.Berdasarkan Qs. 49 : 1, maka ia tidak akan gegabah dan membantah atau mendahului ketentuan yang telah ditetapkan Allah dan Rasul-Nya. Dalam pengambilan keputusan, ia selalu merujuk kepada petunjuk Al-Qur'an dan Al-Hadits.Berdasarkan Qs. 29 : 49, maka seorang pemimpin yang berkriteria ulama, haruslah memiliki keilmuan yang dalam di dalam dadanya (fii shudur). Ia selalu menampilkan ucapan, perbuatan, dan perangainya berdasarkan sandaran ilmu.Berdasarkan Qs. 16 : 43, maka seorang pemimpin haruslah ahlu adz-dzikri (ahli dzikir) yaitu orang yang dapat dijadikan rujukan dalam menjawab berbagai macam problema ummat. Kedua :Faktor Intelektual (Kecerdasan),Seorang calon pemimpin haruslah memiliki kecerdasan, baik secara emosional (EQ), spiritual (SQ) maupun intelektual (IQ).Dalam hadits Rasulullah melalui jalan shahabat Ibnu Abbas r.a, bersabda :"Orang yang pintar (al-kayyis) adalah orang yang mampu menguasai dirinya dan beramal untuk kepentingan sesudah mati, dan orang yang bodoh (al-‘ajiz) adalah orang yang memperturutkan hawa nafsunya dan pandai berangan-angan atas Allah dengan segala angan-angan." (HR. Bukhari, Muslim, Al-Baihaqy).Hadits ini mengandung isyarat bahwa seorang pemimpin haruslah orang yang mampu menguasai dirinya dan emosinya. Bersikap lembut, pemaaf, dan tidak mudah amarah. Dalam mengambil sikap dan keputusan, ia lebih mengutamakan hujjah Al-Qur'an dan Al-Hadits, daripada hanya sekedar nafsu dan keinginan-nya. Ia akan menganalisa semua aspek dan faktor yang mempengaruhi penilaian dan pengambilan keputusan. Berdasarkan Qs. 10 : 55, mengandung arti bahwa dalam mengambil dan mengajukan diri untuk memegang suatu amanah, haruslah disesuaikan dengan kapasitas dan kapabilitas (kafa'ah) yang dimiliki (Qs. 4 : 58).Rasulullah berpesan : "Barangsiapa menyerahkan suatu urusan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya." Ketiga : Faktor Kepeloporan:Berdasarkan Qs. 39 : 12, maka seorang pemimpin haruslah memiliki sifat kepeloporan. Selalu menjadi barisan terdepan (pioneer) dalam memerankan perintah Islam.Berdasarkan Qs. 35 : 32, maka seorang pemimpin haruslah berada pada posisi hamba-hamba Allah yang bersegera dalam berbuat kebajikan (sabiqun bil khoiroti bi idznillah) Berdasarkan Qs. 6 : 135, maka seorang pemimpin tidak hanya ahli di bidang penyusunan konsep dan strategi (konseptor), tetapi haruslah juga orang yang memiliki karakter sebagai pekerja (operator). Orang yang tidak hanya pandai bicara, tetapi juga pandai bekerja.Berdasarkan Qs. 6 : 162 - 163, maka seorang pemimpin haruslah orang yang tawajjuh kepada Allah. Menyadari bahwa semua yang berkaitan dengan dirinya, adalah milik dan untuk Allah. Sehingga ia tidak akan menyekutukan Allah, dan selalu berupaya untuk mencari ridho Allah (Qs. 2 : 207)Berdasarkan Qs. 3 : 110, sebagai khoiru ummah (manusia subjek) maka seorang pemimpin haruslah orang yang selalu menyeru kepada yang ma'ruf, mencegah dari perbuatan yang mungkar, dan senantiasa beriman kepada Allah. Keempat :Faktor Keteladanan :Seorang calon pemimpin haruslah orang yang memiliki figur keteladanan dalam dirinya, baik dalam hal ibadah, akhlaq, dsb.Berdasarkan Qs. 33 : 21, maka seorang pemimpin haruslah menjadikan Rasulullah sebagai teladan bagi dirinya. Sehingga, meskipun tidak akan mencapai titik kesempurnaan, paling tidak ia mampu menampilkan akhlaq yang baik layaknya Rasulullah. Berdasarkan Qs. 68 : 4, maka seorang pemimpin haruslah memiliki akhlaq yang mulia (akhlaqul karimah), sehingga dengannya mampu membawa perubahan dan perbaikan dalam kehidupan sosial masyarakat.Faktor akhlaq adalah masalah paling mendasar dalam kepemimpinan. Walaupun seorang pemimpin memiliki kecerdasan intelektual yang luar biasa, tetapi apabila tidak dikontrol melalui akhlaq yang baik, maka ia justru akan membawa kerusakan (fasada) dan kehancuran.Kelima :Faktor Manajerial (Management):Berdasarkan Qs. 61 : 4, maka seorang pemimpin haruslah memahami ilmu manajerial (meskipun pada standar yang minim). Memahami manajemen kepemimpinan, perencanaan, administrasi, distribusi keanggotaan, dsb.Seorang pemimpin harus mampu menciptakan keserasian, keselarasan, dan kerapian manajerial lembaganya (tandhim), baik aturan-aturan yang bersifat mengikat, kemampuan anggota, pencapaian hasil, serta parameter-parameter lainnya.Dengan kemampuan ini, maka akan tercipta tanasuq (keteraturan), tawazun (keseimbangan), yang kesemuanya bermuara pada takamul (komprehensif) secara keseluruhan.Oleh karena itu, mari kita lebih berhati-hati dalam menentukan imam atau pemimpin kita. Kekuasaan yang diperoleh pemimpin dengan kesalehan, ketaatan penuh dan pengabdian penuh kepada Allah akan melahirkan kebangkitan dan kemaslahatan ummat disemua sektor kehidupan. Namun bila kita diam membisu pada apapun  yang dilakukannya, maka kita pun akan turut bertanggung jawab terhadapnya. Karena Jika kepemimpinannya baik, maka kita akan merasakan nikmatnya. Sebaliknya, apabila kepemimpinannya buruk, maka kita pun akan merasakan kerusakan dan kehancurannya. Rasulullah saw bersabda : Apabila umatku meninggalkan amar ma’ruf dan nahi munkar, mereka tidak akan mendapat keberkahan wahyu (HR. Turmudzi). Untuk itu dari Ibnu Umar ra. Rasulullah saw bersabda : Artinya berbuat baiklah kepada orang yang layak menerimanya. Rasulullah saw bersabda kejujuran mendatangkan rizeki, khianat membawa kepada kemiskinan (HR. Ad Dailami)  bahkan lebih jauh dari Ibnu Abbas Rasulullah saw bersabda: Bencana agama ada tiga, yaitu ahli fiqih yang durhaka, pemimpin yang zalim dan mujtahid yang jahil (HR, Sd dailami)  Wallahu a'lam bish-showwab "Al Haqqu min robbika, fala takuu nanna minal mumtariin"(Qs. Al Baqarah (2) : 147)

Tipe pemimpin 
Pemimpin Yang Diktator;- Dari Abu Hurairah r.a. berkata, bahawa Rasulullah s.a.w bersabda:“Sesungguhnya di kalangan kamu nanti akan tertanam kemahuan besar kedudukan (politik) dalam kerajaan. Sesungguhnya yang demikian itu akan menjadikan kamu menyesal dan susah pada Hari Kiamat; Sebaik-baik ibu adalah yang mahu menyusui anak (ertinya sebaik-baik pemimpin adalah yang memperhatikan kepentingan rakyat), dan seburuk-buruk ibu adalah ibu yang tidak mahu menyusui anaknya (ertinya seburuk-buruk pemimpin adalah pemimpin yang tidak memerhatikan kepentingan rakyat);- (Riwayat Bukhari dan Nasae’i).
Pemimpin Yang Menipu Rakyat;- Ka’ab bin Ujrah r.a. berkata bahawa Rasulullah s.a.w bersabda: Akan datang di kemudian hari nanti, setelah aku tiada; beberapa pemimpin yang berdusta dan berbuat aniaya. Maka barang siapa yang membenarkan kedustaan mereka dan membantu (mendukung) tindakan mereka yang aniaya itu, maka ia bukan termasuk umatku, dan bukanlah aku daripadanya. Dan ia tidak akan dapat sampai datang ke telaga (yang ada di syurga);- (Riwayat Tirmidzi, Nasae’i dan Hakim).
Iman Yang Semakin Lemah;- Dari Abu Hurairah r.a. bahawa Rasulullah s.a.w. bersabda: “Dahulukanlah amal soleh di mana pada waktu itu akan terjadi huru-hara dahsyat bagaikan malam yang gelap gelita, seseorang pada pagi harinya beriman lalu pada petang harinya menjadi kafir, atau petang harinya kafir, lalu pagi harinya menjadi mukmin. Ia menjual agamanya dengan keduniaan” ;- (Riwayat Muslim).
Abu Umamah r.a. berkata bahawa Rasulullah s.a.w. bersabda: “Kelak akan terjadi suatu fitnah, yang keadaan mukmin sedang petang harinya menjadi kafir, kecuali orang yang Allah dihidupkan dengan ilmu yang manfaat” ;- (Riwayat Ahmad dan Thabrani).
Pemimpin Yang Menyembunyikan Hak Rakyat;- Dari Ubadah bin Shamit r.a. bahawa Rasulullah s.a.w. bersabda: Sesudahku nanti ada pemimpin-pemimpin yang menguasai urusanmu. Mereka mengetahui urusanmu, sedangkan kamu sendiri tidak mengetahuinya. Mereka menyembunyikan atasmu sesuatu yang menjadi hakmu sedang kamu mengetahuinya. Barangsiapa yang menemui kejadian seperti itu, maka janganlah mentaati orang yang berbuat durhaka kepada Allah Azza Wa jalla;- (Riwayat Thabrani dan Hakim).
Pemimpin Yang Membuat Kerosakan;- Ibnu Mas’ud r.a berkata bahawa Rasulullah s.a.w. bersabda: Nanti kamu sekalian akan dikuasai para pemimpin yang selalu membuat kerosakan, dan Allah tidak akan memberikan perbaikan/pertolongan kepada mereka. Barangsiapa di antara mereka taat kepada Allah, maka bagi mereka akan mendapat pahala dan kamu harus bersyukur. Dan barangsiapa di antara mereka yang membuat maksiat kepada Allah, maka mereka akan mendapat dosa dan kamu harus bersikap sabar;- (Riwayat Thabrani).
Ramai Pemimpin Tetapi Tidak Dapat Menjamin Ketenteraman;- Dari Abdurrahman Al-Anshari r.a bahawa Rasulullah s.a.w. bersabda: Sebahagian dari tanda-tanda dekatnya Hari Kiamat adalah banyaknya bacaan (ramai yang pandai membaca) dan sedikit di antara mereka yang mengerti agama, banyak umara’ (pemimpin) tetapi ketenteraman berkurang;- (Riwayat Thabrani).
Pemimpin Yang Diingkari Rakyat;- Dari Ibnu Abbas r.a bahawa Rasulullah s.a.w bersabda: Kelak akan ada pemimpin yang kamu mengenalnya, tetapi kamu mengingkari (perbuatan)nya. Barangsiapa yang menentang mereka (tidak mengikuti dan tidak mendukung perbuatannya), mereka akan selamat. Barangsiapa yang menjauhi mereka, ia akan aman sentosa, barangsiapa yang bergaul (mendukung) dengannya, maka ia akan binasa;- (Riwayat Ibnu Abi Syaibah dan Thabrani).
Dari Ummi Salmah r.a. bahawa Rasulullah s.a.w bersabda: Nanti akan ada penguasa; Kamu sekalian mengenalnya, tetapi kamu mengingkarinya. Barangsiapa yang membencinya, maka ia akan bebas; barangsiapa yang mengingkarinya dia akan selamat, tetapi mereka ada juga pengikutnya;- (Riwayat Muslim dan abu Daud).




Tidak ada komentar:

Posting Komentar