Selasa, 23 Juni 2015

BEKONG & TERONG LOKAL MANIS

(Seri Tulisan Pengalaman Santri Ath Thaariq)

Oleh : Dinar Tri Wulandari
Tugas kami yang pertama di Pesantren Ath Thaariq adalah, bersama - sama membuat “bekong”, mengisinya dengan tanah, dan benih. 
Bekong  adalah kantong untuk pembbibitan yang terbuat dari daun pisang, lebarnya 5 cm di buat lingkaran sebesar 3 jari dan ditusuk pakai lidi. Benih ditanam dalam bekong, sampai diatumbuh menjadi bibit yang siap ditanam.
Setelah menyiapkan bekong, kami harus menyiapkan tanah dicampurkan dengan kotoran domba yang kering, dan diayak, menjadi tanah yang sangat lembut dan gembur. Tanah itu kemudian dimasukan ke dalam bekong satu persatu. Biasanya bekong yang dibuat bisa mencapai ratusan, diletakkan berjajar  di dalam pipa paralon persegi, tiap  1 pipa berisi 100 bekong atau lebih.

Kali ini kami menanam benih terong, ada  100 benih yang kami siapkan. Benih dimasukan dalam bekong pada  kedalaman 1 cm, kemudian ditutup tanah tipis – tipis. Tiap pagi dan sore kami harus menyiramnya bergantian dengan teman – teman sesuai jadwal. Menyiram menggunakan sendok agar benih tidak keluar dari bekong. Benih akan berkecambah, keluar akar dan daunnya.  Tunggu 1 minggu lebih beberapa hari dan daun-daun akan untuk bermunculan. Setelah sekitar  satu  bulan, benih tumbuh menjadi bibit yang  siap dipindahkan dari pipa paralon persegi, ke lahan yang lebih luas.
Sambil menunggu benih berdaun banyak lagi, aku ditugaskan untuk memeliharanya, kini semua menjadi tanggungjawabku. Aku mulai mencangkul tanah untuk menanam benih terong di lahan yang lebih luas. Tanah saya garpu, rumput dibuang dan dicabuti sampai akar, membuat tanahnya lembut. Hampir setiap sore saya mencangkulnya, mencampurkannya dengan kotoran domba hingga benar-benar gembur.
Setelah lahan siap, saya memindahkan benih terong. Memindahkannya pada sore hari, setelah pulang sekolah dan pulang mengaji. Memilih sore hari supaya benih yang baru dipindahkan tidak kepanasan. Esok harinya, saya melindungi benihnya dengan gedebog cau (pisang), satu persatu, tiap sore saya menyiramnya. Selanjutnya, tiap hari minggu kebun terong dibersihkan dan disiangi rumputnya.
Genap sudah lima  bulan lamanya. Pohon terongnya cukup tinggi hampir mencapai 45 cm, daunnya lebar – lebar sekali dan terus berbunga, warnanya ungu, berbuah lebat dan besar-besar. Rasa buahnya manis dan renyah sekali. Untuk kali ini saya belum menemukan penyakit di tumbuhan terong, semuanya tumbuh dengan baik, mungkin karena bibitnya local, sehingga cocok dengan cuaca dilingkungannya. Itulah asyiknya benih local.
Hampir tiga hari sekali kami memanen terong. Seluruh  penghuni Pesantren Ath Thaariq bisa mencicipi masakan terong bumbu manis hasil pertanianku.
Kini aku harus membenihkannya, kata Ummi Nissa -pemimpin pesantren kami, benih yang baik itu harus mulus, bersih dan warnanya penuh.  Saya sudah memilihnya, ada tiga buah terong  yang akan saya jadikan benih, sampai saat ini tidak dipetik, dibiarkan menua saja di pohonnya. Semoga besok hari aku bisa mengembangkannya lebih besar lagi dengan benih terong organik yang telah aku pilih .
Saya sangat bangga menanam terong, semua orang di pesantren bisa merasakan tanamanku.
Agustus, 2013




Tidak ada komentar:

Posting Komentar