Rabu, 16 Maret 2016

Sejarah Berdirinya Pesantren Ekologi Ath Thaariq Garut (Bagian 1)



Oleh : Nissa Wargadipura 

Cara - cara mempertahankan tanah : Petani Harur Kreatif
Tahun 1994, penulis adalah aktivis Forumm Pemuda Pelajar Mahasiswa Garut – FPPMG, yang bersama aktivis lainnya melakukan pendampingan masyarakat Desa Sagara yang berkonflik dengan Perhutani. Kasus ini didampingi sejak 1998, dan tanah yang diperjuangkan diredistibusi oleh negara sebagai Tanah Negara kepada rakyat pada 1997.
Seiring waktu, pada 1998 Soeharto turun dan Indonesia terkena krisis ekonomi, berbondong bondong masyarakat desa  yang bekerja di kota, pulang dan melakukan pembukaan tanah tanah terlantar yang berada di kawasan perkebunan dan Perhutani, untuk dijadikan lahan pertanian sebagai mata pencaharian. Kota Jakarta, Surabaya dan Bandung,  menurut mereka pada waktu itu sudah tidak lagi memberikan keuntungan bagi sumber kehidupan, selain dianggap berbahaya karena kerusuhan dan tawuran kerap terjadi.
Orang orang yang berangkat ke kota adalah masyarakat yang tidak mempunyai mata pencaharian di desa, mereka rata rata adalah buruh serabutan, tidak mempunyai lahan garapan. Situasi diatas memaksa mereka  untuk membuka lahan lahan terlantar di sekitar kawasan yang diklaim Perkebunan dan Perhutani (lihat tulisan saya atas sejarah kawasan rakyat yang di klaim PTPN VIII dan Perhutani)
Cara - cara mempertahankan tanah : Melibatkan seluruh keluarga dalam bertani
Pada 23 Mei 2000 di Jakarta, Gusdur pada waktu itu sebagai presiden, di depan forum itu dia mengutarakan yang intisarinya sebagai berikut: pertama,peran Negara (pemerintah) dalam pengelolaan alam akan dikurangi seminimal mungkin.Bahkan pada saatnya, pemerintah hanya sebagai pengawas bagi pengelolaan sumber-sumber agrarian yang dijalankan oleh masyarakat. Kedua, menyoroti soal fenomena maraknya pengelolaan tanah oleh masyarakat, gus dur menyatakan bahwa tidak tepat jika rakyat dituduh menjarah, karena, sebenarnya perkebunan yang nyolong tanah rakyat. Ngambil tanah kok nggak bilang-bilang. Ketiga, sebaiknya 40% lahan dari perkebunan dibagikan kepada petani penggarap yang membutuhkan. Bahkan kalau mau, saham perkebunan itu juga bisa dimiliki oleh masyarakat.

Pernyataaan itu menjadi Moment teramat sangat penting bagi masyarakat di desa di kabupaten Garut, terutama mereka yang berada didalam kawasan Perkebunan dan Perhutani. Gusdur telah memberi jalan bagi  rakyat jelata di desa untuk menggarap lahan
Maka terjadilah gelombang besar di berbagai tempat baik di kabupaten Garut, kabupaten Tasikmalaya, dan Kabupaten Ciamis.
Penulis adalah saksi dari fase fase berbagai bentuk perlawanan terhadap perkebunan dan perhutani di wilayah dimana penulispun bekerja sebagai organizer dengan beberapa aktivis FPPMG lainnya, hingga akhirnya terlahir sebuah organisasi bernama Serikat Petani Pasundan.

Cara - cara mempertahankan tanah :
Bekerja keras untuk hal hal yang mudah
Kecil namun berarti
Bunga Gumitir adalah penghalau serangga alami
Tidak harus mengeluarkan uang untuk membeli pestisida
Pekarangan indah dipenuhi bunga,
Bunga menjadi Teh Herbal, Benihpun bisa dibagikan
Akar Gumitir mampu menghadirkan cacing lebih banyak lagi
Jadi untuk apa Pestisida?
Pergulatan pengorganisasian terhadap buruh buruh tani yang telah menggarap lahan, dilakukan penulis sejak 1994 sampai 2008. Penulis bergaul begitu sangat dekat, metode live ini (tinggal bersama mereka), menggunakan pendekatan budaya dan melihat kehidupan ekonomi mereka langsung.
Selama melakukan pengorganisasian di wilayah wilayah Serikat Petani Pasundan, penulis merasa selalu gelisah, ditemukan lahan lahan garapan yang diklaim oleh anggota, namun tidak tergarap, kasus sewa, gadai bahkan tanah garapan dijual, kerap ditemukan ditengah pengorganisasian. Penasaran dengan kasus kasus diatas, pada 2007 diadakan pemeriksaan organisasi pada beberapa organisasi tani lokal, yang diambil sampelnya di Cisompet di desa Jatisari dan Desa Neglasari, dimana sistem pertanian yang dibangun dengan sistem palawija, di Desa Dangiang dan Sarimukti Kecamatan Cilawu dan di Desa Cipaganti Papandayan yang rata rata sistem pertaniannya hortikultura monokultur.
Temuan temuan penting didapatkan sepanjang pemeriksaan organisasi. Metode yang dipakai adalah, saling memeriksa antar anggota bersama kami sebagai fasilitator. 10 penggarap secara acak kami tetapkan, tujuan ini dilakukan agar setiap informasi yang diterima akurat.

Cara - cara mempertahankan tanah :
Menanam segala macam tanaman
Akan mendapatkan hasil yang lebih menguntungkan
Baik sisi gizi dan ekonomi keluarga
Anak anakpun cerdas karena memakan makanan yang baik
Berkurang pula masalah masalah kesehatan
Kita perlu makan berbagai jenis makanan yang segar
Sayur, buah, telur, kacang kacangan dan Karbohidrat.
Jadikanlah pekarangan kita sebagai sumber gizi keluarga kita

Pada informasi yang didapat, beberapa hal hal penting yang sangat mendasar kami dapatkan.
Ternyata hampir semua anggota tani mempunyai hutang, entah itu ke warung untuk kebutuhan pangan, bandar, saudara yang berkemampuan memberikan modal bertani, atau pada Toko Pertanian (toko obat : red). Hutang ini didapatkan untuk modal sarana produksi bertani. Contoh di Desa Cipaganti Papandayan Garut, Mang Udis membutuhkan biaya produksi untuk benih (contoh : kentang, kubis, bunga kol dan wortel), tenaga kerja membersihkan lahan, mengelola lahan sebelum ditanam, menanam/menurunkan semaian, ngaramas (membuang rumput ketika benih sudah berumur sebulan), pemberian pupuk tanaman beberapa kali (bisa sampai dua kali atau tiga kali dalam empat  bulan), pemberian semprotan pestisida, serta tenaga kerja untuk memanen. Semua modal sarana produksi tersebut akan dibayar setelah panen.

Cara - cara mempertahankan tanah :
Berpikir keras, bahwa semak semak banyak memberikan manfaat
Mitos kalau gulma adalah pengganggu
Jika kita lebih maju berpikir
Ternyata hampir 80% gulma adalah tanaman obat
Bila diolah dengan benar akan menjadi ekonomi alternatif
Mengeringkan TEH HERBAL NUSANTARA hasil dari pekarangan
(Pegagan, Sidaguri, Pecut Kuda, Cakar Ayam, dll)
Di Pesantren Kebon Sawah
Ketergantungan hutang pada setiap musim tanam inilah yang mengancam keterlepasan tanah bagi mereka anggota anggota serikat tani. Diibaratkan hutang terbut menggantung sampai sepanjang hayat, sampai akhir hidup. ketika panen tiba, kemungkinan dua kenyataan yang harus diterima. Untung atau rugi. Bila beruntung kehidupan mereka sangat konsumtif, dibelikannya mobil truk atau motor gede gunung, atau televisi paling besar, dan sofa sofa memenuhi ruang ruang tamu mereka.
Namun bila merugi terus menerus, taruhlah diberi kerugian dua kali saja dalam dua musim tanam berturut turut, seluruh kekayaannya hilang, bahkan anak anak gadis mereka dibawah umur terpaksa dinikahkan demi mengurangi beban hidup, ujung ujungnya adalah tanah terpaksa dilepaskan. Situasi ini terus terjadi sampai pada anak anaknya, sampai kini, sampai tidak ada kesadaran memperbaiki situasi.
Keterlibatan penulis dalam pemeriksaan tani lokal ini, semakin didapatkan informasinya, bahwa ternyata rata rata keluarga petani anggota serikat memenuhi pangannya bukan dari kebunnya, namun dari warung yang menjual segala kebutuhan pangan keluarga mereka, utama yang berada di wilayah pertanian hortikultur monokultur.
Di kawasan bertani memakai sistem palawija, mereka hanya menanam paling banyak 10 tanaman saja, sebutlah didominasi padi huma atau padi sawah, pisang, pohon durian, petai, jengkol, kelapa, pohon salam (ditemukan hanya beberapa orang saja yang menanamnya), singkong, albaziah, ubi, dan talas. Selebihnya digantungkan pada warung.


Cara - cara mempertahankan tanah :
Menanam segala macam tanaman
Akan mendapatkan hasil yang lebih menguntungkan
Baik sisi gizi dan ekonomi keluarga
Anak anakpun cerdas karena memakan makanan yang baik
Berkurang pula masalah masalah kesehatan
Kita perlu makan berbagai jenis makanan yang segar
Sayur, buah, telur, kacang kacangan dan Karbohidrat.
Jadikanlah pekarangan kita sebagai sumber gizi keluarga kita
Pola pola sistem pertanian monokultur ternyata sangat rentan terhadap pelepasan tanah. Biaya produksi yang tinggi, mewabahnya budaya konsumerisme di desa, semakin melengkapi menderitanya masa depan petani dan keturunannya.
Dari hasil pemeriksaan organisasi diatas pula, yang terpenting adalah saling memeriksa antar anggota,siapa dan sebelah mana lahan lahan garapan yang digarap, tidak digarap, disewa, digadai atau dijual.
Pengalaman pemeriksaan organisasi tersebut semakin menggelisahkan penulis, dalam proses refleksi cukup panjang, perenungan bagaimana mempertahankan organisasi, bagaimana membangun petani dengan sistem produksi yang berkelanjutan, mempunyai benih sendiri, memproduksi pupuk sendiri, karena terbukti dengan pupuk kimiaa ternyata tanah dan lingkungannya menjadi tidak baik, sampai bagaimana tanah dikelola sendiri tanpa harus menggunakan tenaga kerja.
Akhirnya penulis bersama suami memutuskan untuk membuat satu buah contoh kebun, yang dikelola oleh keluarga di kawasan Pesantren Ath Thaariq Garut.

Bagian I

Tidak ada komentar:

Posting Komentar