Selasa, 03 Agustus 2010

Bercermin dari Freeport

Bercermin dari Freeport
Tentu kasus PT Freeport yang menguasai 2,6 juta ha yang membentang dari pegunungan Weyland dibagian barat, Membramo sampai pegunungan Bintang timur pada garis perbatasan antara Indonesia dengan Papua Nugini bukan cerita piktif. Begitupun kasus-kasus lain. Bahkan kejadian aksi masa di depan kampus Universitas Cendrawasih, Abepura, Jayapura hari kamis hingga mengakibatkan empat aparat tewas dan 19 lainnya luka-luka, dan 40 orang di tangkap tentu bukan tanpa alasan aksi masa itu hadir (pikiran rakyat 16/3/2006). Hal yang tak bisa di pungkiri hingga hari ini, adalah KETIMPANGAN penguasaan STRUKTUR AGRARIA: berbagai upaya yang hendak di tata dalam keadilan agraria tak bisa di implementasikan bila persoalan ketimpangan struktur agraria menjadi dominan. Karena ketimpangan struktur agrari adalah Penguasaan yang tidak seimbang antar orang atau kelompok orang, maupun antar generasi terhadap sumber – sumber agraria yang berakibat terjadinya ketidakadilan dan dominasi dalam penggunaan dan pemanfaatan dan sumber- sumber agraria. Didalam aspek ‘ penguasaan, pengelolaan, pemilikan, ‘ ‘ pemanfaatan dan perencanaan dalam mengelola sumber-sumber agraria ‘ dan ketimpangan itu berakar panjang bukan lahir tanpa cerita sejarah yang jelas. Meskipun cerita soal agraria tak dapat dipahami oleh semua pihak. Dan kontek itu tak lain dari akibat dominasi model ekonomi yang berbasis kapitalis. Sehingga akar sejarah agraria selalu terkubur dan di hancurkan dengan cerita baru kaum positifisme, borjuasi, dan kaum kapitalis. Tanah dan warga kampung menjadi terasing. Warga Menjadi kaum urban tak ada pilihan lain, dibanding mati di lumbung padi. Berbagai potensi agraria desa telah tergadai menjadi areana penguasaan pasar dan modal. Tak ada yang bisa lepas dari penguasaan. Selain tanah-tanah kaum tuan tanah yang masih terjaga dan terlindungi. Mereka tak lain sentral politik kekuasan di desa. Semua tergantung pada hutbah dan patwanya. Rakyat hanya warga pengabdi yang tak bisa tengadah kelangit.

Dimasa orde baru Peyebab terjadinya ketimpangan struktur agraria adalah adanya hubungan – hubungan produksi yang tidak seimbang dan bersifat dominan antar orang atau kelompok orang tertentu. Tentu potret Bentuk – bentuk hubungan produksi yang tidak seimbang ini dapat terjadi dalam berbagai tingkatan kehidupan bermasyrakat : ditingkat lokal, satuan – satuan wilayah tertentu ( pulau dsb ), dalam masyarakat negara, bahkan dalam hubungan masyarakat global. Akibat dari Bentuk – bentuk hubungan produksi yang tidak seimbang ini kemudian menciptakan hukum dan birokrasi di dalam masyarakat yang bertujuan untuk melanggengkan terjadinya ketimpangan struktur agraria.bukan kepastian hukum atas wilayah kelolanya.

Ada berbagai faktor yang dapat mendorong terjadi atau semakin tajam ketimpangan struktur agraria :pertama,,Akumulasi modal yang tidak merata atau terkonsentrasi. Kedua, hukum yang tidak bertujuan menciptakan keadilan. Ketiga, birokrasi dan pemerintahan yang tidak demokratik. Keempat, inisiatif – inisiatif global economy. Kelima, dinamika internal dalam masyarakat ( seperti transaksi sumber – sumber agraria, perpindahan penduduk secara sukarela maupun paksa, hukum – hukum adat maupun kebiasaan pewariasan ).keenam, pertumbuhan penduduk.

Sementara Ciri – ciri ketimpangan struktur agraria bisa kita runut dari :
1. Ada sedikit banyak orang menguasai banyak sumber – sumber agraria, dan ada banyak orang yang menguasai sedikit sumber – sumber agraria
2. Ada dominasi dan sentrailisasi perencanaan pengelolaan sumber – sumber agraria dan lingkungan hidup oleh sekelompok orang kecil
3. Ketidaktepatan kebijakan – kebijakan dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber – sumber agraria dan lingkungan hidup ( bias kepetingan ekonm, bias eksploitasi sektoral, bias ‘ kota ’, bias ‘ benua ‘
4. Ada konflik horizontal atas pengeolaan sumber – sumber agraria
5. Tidak ada jaminan keadilan antar kelompok dan antar generasi untuk menguasai, menggunakan dan memanfaatan sumber – sumber agraria

Akibat – akibat yang di timbulkan oleh ketimpangan struktur agraria :
1. Hubungan kekuasaan antara kelompok / orang yang menguasai SA banyak dengan kelompok / orang yang menguasai SA sedikit atau tidak menguasai sama sekali menjadi tidak seimbang dan dominatif sifatnya
2. Terjadi aliran surplus produksi yang tidak merata, dan terjadi penindasan dan pemiskinan satu kelompok oleh kelompok lainnya dan kehancuran kehidupan
3. Muncul dan bertambahnya kelompok – kelompok masyarakat miskin baik di pedesaan maupun di perkotaan
4. Hilangnya kedaulatan pangan ( Food sovereignty ) pengeloalaan dan eksploitasi sumber – sumber agraria yang tidak berkelanjutan ( akibat tidak ada equal tenurial security )
5. Wilayah hidup dan wilayah kelola rakyat terhadap sumber – sumber agraria makin menyempit
6. Percepatan kehancuran ekositem
7. Peningkatan kaum Tunakismaan dalam kelompok – kelompok masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada pengelolaan dan pemanfaatan sumber – sumber agraria
8. Penghancuran hak – hak adat atau hak – hak asli dari masyarakat lokal
9. Hilangnya kesempatan menikmati sumber – sumber agraria bagi generasi mendatang
10. Terjadinya peningkatan aktivitas pendudukan tanah yang dapat menimbulkan keresahan sosial
11. Penajaman disitregrasi sosial
12. Terjadinya kelangkaan sumber – sumber agraria, khususnya sumber – sumber agraria yang tidak terbarui
13. Hilangnya biodiversity
14. Peningkatan ketergantungan masyarakat indonesia terhadap negara – negara lain yang melakukan pencadangan sumber- sumber agraria dengan bijak
Potret kehancuran agraria di jelaskan dalam Tap MPR No IX tahun 2001 tentang pemaruan agraria dan pengelolaan sumber daya alam dalam hal :
Menimbang: (c ) bahwa “pengelolaan sumber daya agraria/sumber daya alam yang berlangsung selama ini telah menimbulkan penurunan kualitas lingkungan, ketimpangan struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatannya serta menimbulkan berbagai konflik;”
Dan kerusakan dijeaskan dalam butir selanjutnya (d) bahwa “peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya agraria/sumber daya alam saling tumpang tindih dan bertentangan”


Dengan demikian pembaruan agraria merupakan rogram populis untuk menghentikan ketimpangan dan kemiskinan absolut. Menurut tap MPR No IX tahun 2001 tentang pembaruan agrari dan pengelolaan sumber daya alam yang dimaksud pembaruan agraria dalam pasal yaitu : Pasal 2
“Pembaruan agraria mencakup suatu proses yang berkesinambungan berkenaan dengan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan sumber daya agraria, dilaksanakan dalam rangka tercapainya kepastian dan perlindungan hukum serta keadilan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia.”

Sedangkan arah kebijakan pembaruan agraria menurut Tap MPR No IX pasal 5 yaitu Pasal 5 yaitu :
(1) Arah kebijakan pembaruan agraria adalah :

a. Melakukan pengkajian ulang terhadap berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan agraria dalam rangka sinkronisasi kebijakan antarsektor demi terwujudnya peraturan perundang-undangan yang didasarkan pada prinsip-prinsip sebagaimana dimaksud Pasal 4 Ketetapan ini.
b. Melaksanakan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (landreform) yang berkeadilan dengan memperhatikan kepemilikan tanah untuk rakyat.
c. Menyelenggarakan pendataan pertanahan melalui inventarisasi dan registrasi penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah secara komprehensif dan sistematis dalam rangka pelaksanaan landreform.
d. Menyelesaikan konflik-konflik yang berkenaan dengan sumber daya agraria yang timbul selama ini sekaligus dapat mengantisipasi potensi konflik di masa mendatang guna menjamin terlaksananya penegakan hukum dengan didasarkan atas prinsip-prinsip sebagaimana dimaksud Pasal 4 Ketetapan ini.
e. Memperkuat kelembagaan dan kewenangannya dalam rangka mengemban pelaksanaan pembaruan agraria dan menyelesaikan konflik-konflik yang berkenaan dengan sumber daya agraria yang terjadi.
f. Mengupayakan dengan sungguh-sungguh pembiayaan dalam melaksanakan program pembaruan agraria dan penyelesaian konflik-konflik sumber daya agraria yang terjadi.

Mengapa pembaruan penting, menurut tap MPR No IX butir (b) hal menimbang
“bahwa Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia mempunyai tugas konstitusional untuk menetapkan arah dan dasar bagi pembangunan nasional yang dapat menjawab berbagai persoalan kemiskinan, ketimpangan dan ketidakadilan sosial-ekonomi rakyat serta kerusakan sumber daya alam”


begitulah sebenarnya sikap politik yang jelas dilakukan oleh lembaga tinggi negara yang menjadi corong kebutuhan dan persoalan rakyat. Namun berkali-kali keputusan politik populis yang di dokumentasikan dalam lembaran negara di selewengkan oleh penguasa. Rakyat kembali hidup tak jelas. Apalagi dengan peta politik yang sekarang. Semua sentral kekuasaan di mobilisasi oleh politik eksekutif, maka kekuasaan tak akan kembali berpihak bagi rakyat. Berbagai kejadian dan momentum yang sebenarnya di pastikan untuk hidupnya kaum tertindas kembali menjadi hayalan.
Pemerintah tentu yang akan mendapatkan keuntungan dari berbagai kemenangan politik yang terjadi di negara ini. Semua energi dukungan akan kembali menyokong dan memperkuat kekuasaan eksekutif. Sedangkan kepentingan rakyat akan terkubur dan terpenjara. Dan menuju jalan kesejahteraan, keselamatan dan kesehatan rakyat kecil akan lebih sulit dan terjang. Sedangkan jalan bagi penguasa semakin mulus dan licin. Sekali lagi yang memegang kendali bukanlah orang yang dengan pasti bermitra dengan rakyat. Dan rakyat yang siap melakukan perubahan yang lahir dari rakyat sendiri sebenarnya yang akan menjadi perubahan politi negeri ini daari yang selama ini di kuasai oleh para makelar berpindah ke kekuasaan dan tangan rakyat. Tentu itu tak mudah. Diperlukan upaya maksimal. Namun bila kecerdasan kesadara n politik warga memuncak . maka tak ada yang tak mustahil kedaulan rakyat itu talih. Dan penguasa memperoleh tandungan kekuatan yang dahsat dari warganya sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar