Minggu, 07 Juli 2013

Kembali kekesucian

Kembali kekesucian Di dalam AlQuran dan Al Hadits, persoalan fitrah memperoleh perhatian yang sangat besar,sebab kedua sumber tersebut memiliki perspektif tersendiri,tentang manusia ketika keduanya mengatakan bahwa manusia mempunyai fitrah.Dalam kamus Lisanul Arab ibnu Mandzhur menulis salah satu makna ‘fitrah’ dengan arti (Al-Ibtida wal ikhtiro / memulai dan mencipta). Sehingga dapat ditarik pengertian bahwa FITRAH adalah penciptaan awal atau asal kejadian. Fitrah berarti asal kejadian, bawaan sejak lahir, jati diri dan naluri manusiawi memiliki kecenderungan pada Agama. Agama (yang bersumber dari Tuhan) yang intinya adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, menurut al-Qur’an, adalah fitrah (QS. al-Rum: 30). Konsep fitrah memiliki dua pengertian yang salingberkaitan: pertama; Fitrah Mukhallaqah, yaitu fitrah yang diciptakan oleh Allah pada manusia, sejak awal kejadiannya, berupa naluri, kecenderungan positif, dan potensi-potensi dasar (qalbiyyah,aqliyah, dan jismiyah), yang selanjutnya dapat dikembangkan menjadi potensi yang efektif dalam hidupnya . Potensi-potensi dasar tersebut dilatih melalui jihad (pelatihan fisik), ijtihad (pelatihan rasio) dan mujahadah (pelatihan jiwa). Dengan pelatihan tersebut, manusia akan mereformasi dirinya terus menerus sehingga mampu membangun nilai-nilai luhur yang berguna bagi peradaban bangsa yang bersumber pada agama. Kedua ; Fitrah Munazzalah, yaitu fitrah yang diturunkan oleh Allah sebagai acuan hidup bagi manusia dan sebagai bimbingan hidupnya, sejalan dengan kebutuhan Fitrah Mukhallaqah-nya (Fitrah Munazzalah ini yang kemudian populer dengan istilah agama). Dimensi al-fitrah sebagai struktur psikis manusia bukan hanya memiliki daya-daya, melainkan sebagai identitas esensial yang memberikan ‘bingkai’ kemanusiaan bagi al-nafs (jiwa) agar tidak bergeser dari kemanusiaannya. Jika seluruh struktur jiwa masih berada pada lingkup ‘bingkai’ fitrah ini, maka jiwa (al-nafs) tidak akan kehilangan kemanusiaannya. Namun ia akan sampai pada puncak pengabdian pada Sang Maha Tak Terhingga. Sebaliknya jika sampai daya-daya jiwa manusia melampaui ‘bingkai’ fitrahitu, maka manusia akan keluar dari fitrah kemanusiaannya, baik dalam arti positif maupun dalam arti negatif. Dalam arti positif, bahwa manusia telah kehilangan nafsu insaniyyah, sehingga ia menyerupai ‘malaikat’. Sedangkan, dalam arti negatif, bahwa manusia telah kehilangan daya spiritualnya, sehingga jatuh terjerembab kepada ‘tempat kehinaan’. Mengenai fitrah kalangan fuqoha telah menetapkan hak fitrah manusia, sebagaimana dirumuskan oleh mereka, yakni meliputi lima ha: 1). Din (agama), 2) jiwa, 3). Akal, 4). Harga diri, dan 5). Cinta.Menurut Armai, bila interpretasi lebih luas konsep fitrah dimaksud bisa berarti bermacam-macam, sebagaimana yang telah diterjemahkan dan didefenisikan oleh banyak pakar d iatas, di antara arti-artinya yang dimaksud adalah : pertama; Fitrah berarti “ thuhr’ (suci), kedua; fitrah berarti “Islam”, ketiga; fitrah berarti “Tauhid” (mengakui keesaan Allah), keempat; fitrah berarti “Ikhlash” (murni), kelima; fitrah berarti kecenderungan manusia untuk menerima dan berbuat kebenaran, keenam; fitrah berarti “al-Gharizah” (insting), ketujuh; fitrah berarti potensi dasar untuk mengabdi kepada Allah, kedelapan; fitrah berarti ketetapan atas manusia, baik kebahagiaan maupun kesengsaraan. Murtadha Muthahhari Ulama dan Pemikir Islam dalam karyanya Al Fitrah Menyatakan “istilah fitrah (al fitrah) digunakan untuk manusia, yang merupakan bawaan alami artinya’ia merupakan sesuatu yang melekat dalam diri manusia (bawaan), dan bukan sesuatu yang diperoleh melalui usaha (Mukhtasabah) sejak lahir. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam Bersabda :“ Tidaklah seorang itu dilahirkan Melainkan ia telah berada diatas Fitrah, Maka Ayah dan Ibunya yang menjadikan ia Yahudi ataupun Nasrani ataupun Majusi. (HR. Bukhari). Allah Subhanahu wa Ta’ala memulai ciptaan-Nya dengan Kekuasaan-Nya dengan sebaik-baiknya,dan membuatnya berdasarkan kehendak-Nya dengan sebaik-baiknya.Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala menjalankan mereka pada jalan Iradah-Nya,artinya Allah Subhanahu wa Ta’ala menjalankan dan menempatkan mereka dijalan untuk mereka lalui. Dan menurunkan mereka ke dunia untuk menempuh Mahabah-Nya, baik secara sadar atau tidak, mereka menempuh Mahabah Allah Subhanahu wa Ta’ala.Allah Subhanahu wa Ta’ala Berfirman “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada Agama (Islam), sesuai Fitrah ALLAH. (Tetaplah atas) Fitrah ALLAH yang menjadikan (menciptakan) manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan ALLAH (itulah) Agama yang lurus,tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui” (QS. Ar Rum : 30).Makna ayat diatas mengandung arti, keadaan dengan fitrah itu manusia diciptakan Allah Subhanahu wa Ta’ala, dengan keadaan tertentu yang didalamnya terdapat kekhususan-kekhususan, yang ditempatkan-Nya dalam diri manusia saat ia diciptakan,dan keadaan itulah yang menjadi fitrahnya.Dan manusia diciptakan Allah Subhanahu wa Ta’ala,membawa fitrah dalam kejadian beragama yang benar (hanif atau tauhid). Kalau ada manusia tidak beragama tauhid, maka hal itu tidaklah wajar. Allah Subhanahu wa Ta’ala,adalah Al Mukhtari “(Yang menciptakan tanpa contoh)”, Sedangkan manusia adalah Al Taqlid “(Membuat sesuatu dengan mengikuti contoh)”.Manusia hanyalah mengikuti, bahkan disaat membuat sesuatu yang baru sekalipun,sebab mengandung unsur-unsur yang sudah ada sebelumnya,dan mengambil contoh dari alam dan merancangnya sesuai dengan pola-pola yang ada di alam semesta. Murtadha Muthahhari lebih tegas menyatakan bahwa, di dalam Al Ma’arif Al Islamiyah, Nahj Al Balaqhah,dan kitab-kitab lain disebutkan secara jelas , bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala, tidak pernah mencotoh dalam penciptaan yang dilakukan-Nya,semua Ciptaan-Nya tidak didahului oleh contoh sebelumnya, karena itu, fitrah yang dengan itu Allah Subhanahu wa Ta’ala, menciptakan manusia suatu karya yang tidak memiliki contoh dan tidak meniru karya sebelumnya. Firman Al-Qur’an artinya :Allah telah menciptakan manusia dengan tujuan agar manusia menjadi Hamba Allah yang pandai mengabdi (ibadah) kepada Allah SWT. Firman Allah SWT: Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (QS. 51:56). Allah Al-Khaliq (Pencipta) dan Al-Mushowwir (Pendesain) , pasti telah mendesain penciptaan manusia baik dari bahan dan prosesnya, sedemikian rupa agar hasil akhirnya lahir suatu makhluk manusia yang bisa mengabdi (ibadah) kepada Allah SWT. Jadi fitrahnya manusia adalah mengabdi ataui beribadah kepada Allah SWT. Karena fitrahnya manusia adalah mengabdi (ibadah) kepada Allah SWT, maka manusia dengan struktur jasmani dan rohaninya pasti bisa dipakai untuk mengabdi (ibadah) kepada Allah. Rohani dan jasmani manusia pasti cocok dan pas dipakai untuk beribadah. Sebaliknya jika dipakai maksiat (membangkang) kepada Allah pasti tidak nyaman, dan dipastikan pasti bakal cepat rusak dan celaka. Sungguh kecelakaan manusia adalah karena penyimpangan dari “FITRAHNYA”. Seandainya manusia telah lama dan jauh menyimpang dari fitrahnya maka kadang manusia telah merasa nyaman dengan kemaksiatan. Tetapi yang perlu dicatat itu hanyalah sementara karena pada ujungnya pasti bakal rusak / celaka karena penyimpangan dari fitrahnya. Firman allah: Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka gembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa. (QS. 6:44) Untuk lebih dekat kita memulai merenungi,dengan kejadian manusia itu sendiri, ketika dari nutfah (sari pati tanah), kemudian disimpan ditempat yang kokoh (rahim). Allah Subhanahu wa Ta’ala Berfirman :“Dan sungguh,KAMI (ALLAH) telah Menciptakan manusia dari sari pati (berasal) dari tanah.Kemudian KAMI Menjadikan sari pati (nutfah), yang disimpan dalam tempat yang kokoh (rahim)… ” (QS. Mu’minun : 12 & 13) ) “Kemudian (nutfah) itu KAMI Jadikan sesuatu yang melekat,lalu sesuatu yang melekat itu KAMI Jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu KAMI Jadikan tulang belulang,lalu tulang belulang itu KAMI bungkus daging.Kemudian KAMI menjadikannya mahluk yang (Berbentuk) lain. Maha Suci ALLAH Pencipta paling Baik..” (QS. Al Mu’minun : 14). “Dan (ingatlah) ketika Rabbmu mengeluarkan dari Sulbi (tulang belakang) anak cucu Adam keturunan mereka, dan ALLAH mengambil kesaksian terhadap roh mereka (seraya Berfirman), Bukankah AKU ini Rabb kalian? “mereka menjawab, “Benar (Engkau Rabb kami), kami menjadi saksi .” ( Hal ini Kami lakukan) agar di Hari Kiamat kalian tidak mengatakan, “ Sesungguhnya ketika itu kami lengah terhadap ini.”(QS. Al A’raf :172) Ayat diatas cukup jelas menerangkan bahwa, proses awal diciptakan manusia,oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala,mulai dari nutfah kemudian berbentuk, dan kemudian di lanjutkan dengan (QS Al A’raf :127), ayat ini menjelaskan setelah manusia terbentuk dan diberi roh , sebelum lahir ke muka bumi ini pernah dimintai kesaksiannya, mereka Menyaksikan dan Mengenal Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan baik, kemudian hal itu mereka bawa terus hingga lahir ke dunia, dan sampai akhirnya kelak di hari kiamat. Dengan puasa, Allah mengangkat manusia dalam maqom yang fitrah yakni mengangkat manusia dalam kesucian sesuai dengan fitrahnya manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar