Kamis, 11 Juli 2013

Refleksi Gerakan Partai Politik Pasca Reformasi

Lahirnya potret gerakan parpol yang semakin elitis bahkan eklusif  menjadi saksi kegagalan dalam mewujudkan keinginan rakyat. Keberadaannya menjadi asing bagi rakyat. Kiprah parpol semakin tak bisa menghentikan kecenderungan bergerak ke hal-hal yang sama sekali jauh dari realitas yang dihadapi dan diharapkan masyarakat sehari-hari. Berbagai persoalan rakyat hanya dibaca dengan tindakan recehan.
Untuk itu, Dalam banyak kasus rakyat hanya disuguhi dengan banyak kekecewaan kolektif ketika komitmen elit-elit parpol berhasil meraih kursi sentral-sentral kekuasaan. Mereka tak pernah membuktikan tindakan-tindakan yang lebih membumi, memihak dan populis. Bahkan mereka tak bisa bertarung di tengah kepentingan politik dan mengabdikan tindakannya kepada suara rakyat. Lebih jauh parpol menjadi arena politik dari perkembangan kepentingan pasar dan modal.Dan hingga kini, pertarungan politik , hanya lebih banyak terjadi untuk memperkokoh dan memenuhi kepentingan institusi dan elit partai. Dan idiologi pragmatis lebih menjadi kegandrungan para pemain parpol untuk diimplementasikan dibanding  memastikan isu-isu dan masalah penting yang di butuhkan rakyat. Sehingga tak bisa di cegah dalam perkembangan politik kontemporer lahir sejumlah kekecewaan, kecemasan dan keraguan soal eksistensi parpol dan system kepartaian. Bahkan lebih jauh, bila dihubungkan dalam kontek proses perkembangan demokratisasi dan kedaulatan rakyat, timbul pernyataan kontroversi berkenaan dengan peran nyata partai dalam mewujudkan keadilan social. Berbagai tindakan konspirasi politik mengarah pada demoralisasi.
Tentu dengan potret destruktif atas tindakan itu, melahirkan berbagai keraguan, kekecewaan dan kesakitan public. Public tak lagi memiliki alasan yang cukup kuat untuk menyakini atas kerja-kerja politik parpol. Bahkan klaim public akhirnya meyakini bahwa kinerja parpol belum mampu menjadi lembaga politik yang menopang demokrasi di Negara ini, apapun alasannya bila hendak memotret objektif. Padahal konstituen dari masing-masing parpol membaca penting keberadaan parpol dalam memastikan agar hak-hak rakyat dapat dipenuhi oleh penguasa, meskipun dengan persaingan kepentingan yang cukup ketat yang digelorakan oleh kelompok kepentingan pasar dan modal.


Potret keraguan
Tentu secara teoritis, partai merupakan reprsentasi dari keinginan dan cita-cita rakyat. Sehingga akan senantiasa megesampingkan kepentingan-kepentingan individu/elit-elit parpol. Namun realitas yang dapat dibaca, menunjukan gambaran realitas politik sebaliknya dibanding yang ideal dan sebanarnya. Untuk itu, dalam perkembangan politik kekinian meskipun di penuhi dengan tuntutan reformasi yang digelorakan oleh gerakan –gerakan anti fasis dan dekolonisasi, tumbuh ketidak puasaan dan ketidak percayaan atas kinerja parpol berserta para pemain utamanya (politisi). Bahkan melahirkan pada skeptifisme public. Apalagi dalam perkembangannya, rakyat disuguhi pada realitas soal akuntabilitas, daya empati, serta legitimasi parpol yang jauh dari tuntutan teks-teks yang tercatat dalam berbagai legislasi, semakin menunjukan kegagalannya dalam menjalankan mandate. Padahal parpol dalam negara modern, memiliki peran cukup penting sebagai representasi dari rakyat. Karena melalui parpol, berbagai proses rekrutmen pejabat public hingga pimpinan Negara. Dengan demikian tak berlebihan bila mengklaim berbagai keputusan/kebijakan Negara berada di tangan –tangan elit-elit parpol yang merupakan refresentasi  rakyat.
Namun hingga kini, tindakan-tindakan politik kepentingan telah melahirkan  ketidak percayaan konstuen. Hal ini dapat ditelusuri dari hasil-hasil kebijakan yang dihasilkannya. Diantaranya keluarnya UU no 25 tahun 2007 tentang modal asing, UU tentang perkebunan, UU  tentang Air. Perpes No 36 tentang pengadaan tanah bagi kepentingan pembangunan, PP No. 2/08 tentang Jenis dan Tarif atas jenis penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Penggunaan Kawasan Hutan Untuk kepentingan Pembangunan di Luar Kegiatan Kehutanan yang berlaku Pada Deparemen Kehutanan) dan kebijakan-kebijakan lainya. Dengan hasil itu, rakyat mulai meragukan kapabilitas parpol sebagai agen kepentingan dan keterwakilan rakyat. Bahkan semakin jauh dari rakyat.
Ruang Gerakan Independen
Tak heran kekecewaan itu menjadi momen penting bagi upaya-upaya perbaikan ditengah kekecewaan kolektif public pada parpol beserta para politisi. Di pertengahan tahun 2007 mulai menjadi perdebatan hangat keberadaan individu dalam melibatkan diri pada representasi rakyat dalam mengisi sentral-sentral kekuasaan. Ditengah-tengah kontroversi, akhirnya UU 32 yang menjadi panduan penting bagi  pilkada yang merupakan wujud dari pesta kedaulatan rakyat direvisi. Dengan berbagai kepentingan tentu bermain dalam upaya revisi itu. Namun rupanya niat tulus itu hingga kini belum tuntas, masih menyisakan berbagai kendala baik secara politik maupun secara politik adminitrasi. Berbagai aturan main yang lebih menjamin keterlibatan gerakan indevenden mengalami kendala. Tentu potret itu tak lain dari saksi kegagalan parpol dalam mengusung proses perkembangan demokratisasi di negeri ini.  Tentu kini pekerjaan politik yang berbasis pada kemualiaan, lebih idiologis martabat dan kehormatan yang harus diusung masih panjang oleh para pecinta dan pelayan keadilan social dan kemanusiaan. Semua elemen pecinta dan pelayanan keadilan dan kebenaran harus terus menyuarakan dengan lantang agar dapat mendudukan ulang para pemain politik, makelar politik, media politik dan objek politik ketempat yang masing-masing dihormati dan dihargai. Untuk kedepan ada beberapa hal yang esensi untuk dibaca sangat serius, diantaranya : Politik kenegaraan, politik perekonomian, politik keuangan, politik kesejahteraan social, Hak-hak asasi manusia, politik hukum, dan politik pendidikan. Berharap kajian-kajian yang mendalam itu, melahirkan atmosfir yang lebih memastikan agar kita bebas dari  penderitaan yang panjang berupa kemiskinan, pelanggaran HAM, konflik agrarian, KKN, dan pelayanan public yang  buruk.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar