Kamis, 11 Juli 2013

Kenaikan BBM vs Kesejahteraan Rakyat

Sebagai warga negara, rakyat miskin mempunyai hak dasar yang melekat pada dirinya untuk mendapatkan pemeliharaan hidup oleh negara,  sebagaimana dijamin dalam konstitusi dasar negara, UUD '45, Sebagai konsekuensinya, tentu negara harus bertanggung jawab melindungi, menjaga, dan memelihara kesehatan seluruh warganya tanpa kecuali dan khususnya warga negara yang hidup dalam deraian kemiskinan.

 Konstitusi dasar negara UUD 1945, sesuai amandemen Pasal 33 dan 34, mengamanatkan agar negara memberikan perlindungan atau jaminan sosial bagi seluruh rakyat yang tidak mampu dan lemah, atau yang masih hidup di bawah garis kemiskinan Bank Dunia yang menyatakan, prosentase orang miskin di Indonesia mencapai 53,4 persen (dengan kata lain ada 120.150.000 orang miskin di negara kita!). Dari angka ini dipastikan, masih ada sekitar 30 persen masyarakat miskin yang akan semakin miskin (36. 045.000 orang). Menarik mencermati angka-angka yang dipaparkan instansi pemerintah dalam cakupan rakyat miskin. Badan Pusat Statistik-BPS, misalnya, pada awal Juli 2007 melansir jumlah penduduk miskin hingga Maret 2007 sebanyak 37,17 juta jiwa, atau mengalami pengurangan sebesar 2,13 juta jiwa. Artinya, sekitar 16,58 persen dari 224,177 juta penduduk Indonesia. Hitungan matematika sederhana, angka ini mengalami penurunan jumlah rakyat miskin dicatatkan lembaga yang sama pada Maret 2006 sebanyak 39,30 juta atau 17,75 persen dari 221,328 juta total penduduk Indonesia saat itu. Orang miskin tak lain dari kumpulan warga  yang tidak mempunyai sumber daya sendiri untuk mendapatkan pendapatan, dikarenakan absennya pendidikan atau keahlian, hingga mereka hanya bisa bertahan hidup dengan pekerjaan yang kasar yang tak memerlukan keahlian/formasi- dengan pendapatan amat minim atau dengan mengemis. Ditambah dengan lemahnya posisi mereka dikarenakan tidak adanya jaminan sosial yang menutupi biaya kesehatan, pendidikan, perumahan. Berdasarkan kenyataan ini terlihat bahwa di negara Pancasila yang berperilaku kapitalis jelas ada katidakadilan yang dialami rakyat miskin, sementara di negara kapitalis itu sendiri rakyat miskin justru dapat subsidi lebih besar ketimbang orang kaya."Kondisi yang demikian inilah yang memprihatinkan. Seharusnya pemerintah lebih peduli pada rakyat miskin, bukan sebaliknya lebih peduli pada yang kaya,

Tingkat kemiskinan yang hanya dinilai dari angka yang sangat minim, 122.000 rupiah sebulannya! lalu bagaimana dengan orang-orang yang berpendapatan antara 122.000 sampai 1.000.000 rupiah (13 -111 dollar US) perbulannya? Di porsentasi manakah orang-orang tersebut berada? di antara amat miskin dan menengah ke bawah mungkin?

Sehubungan dengan kenaikan  harga BBM di bulan juli 2008, maka jelas telah memperlebar dan mempertajam semakin menghimpit kehidupan rakyat miskin. Tak dapat disangkal bahwa ekonomi rakyat miskin pun  semakin terjepit dan rakyat semakin menjerit. Namanya juga rakyat miskin, ia akan terus menjadi korban dari kebijakan destruktif. Ekonominya hanya berada di batas garis atau bahkan di bawah garis kemiskinan. Hidup pas-pasan. Barangkali makan nasi hanya sekali sehari, sisanya makan singkong, atau bahkan sangat mungkin “puasa” karena tidak punya uang untuk beli beras.
Inilah sebagian fakta yang menjadi kenyataan pahit bagi rakyat miskin, baik di tengah kota maupun di pelosok desa. Maka tak heran, bila segala macam penyakit dari mulai kurang gizi sampai dengan busung lapar, dan lain-lain dengan gampangnya menyerang dan semakin menambah deretan penderitaan bagi rakyat miskin.
Bila itu terjadi, maka harga berbagai jenis kebutuhan masyarakat, utamanya sembako akan bergerak naik dan dipastikan inflasi akan terdongkrak ke atas.Bila itu terjadi, maka harga berbagai jenis kebutuhan masyarakat, utamanya sembako akan bergerak naik dan dipastikan inflasi akan terdongkrak ke atas.tarif angkutan angkutan naik sekitar 30%, begitupun harga lainnya.
Tentu tindakan ini tak lain dari upaya para kaum pemodal dan pasar yang menguasai hajat hidup orang banyak. Tepatnya Para kaum borjuasi yakni sebuah gabungan TNCs kekuatan telah mendorong harga minyak naik, termasuk spekulator pasar yang tergabung dalam organisasi perdagangan dunia (WTO), Organisasi Negara-negara Eksportir Minyak (OPEC). Tentu implikasi yang besar dari Kenaikan harga minyak dapat menghambat pertumbuhan ekonomi rakyat, yang sangat tergantung pada pasokan bahan baker minyak,
Sementara selama bangsa ini merdeka ekonmi kerkayatan tak mendapat pelayanan yang jelas, seperti untuk mengajukan pinjaman bank bagi usaha mikro (ekonomi kerakyatan), tetap saja disamakan dengan dunia industri besar, yang biasanya selalu minta jaminan harta benda dan segudang syarat-syarat lainnya. Setelah itu, pungutan-pungutan lainnya masih berlangsung setelah usaha sudah mulai jalan seperti retribusi, pajak, dan berbagai pungutan tetek bengek lainnya. Sementara program untuk rakyat miskin yang dijanjikan, baik bersifat crash atau sustain (berkesinambungan), kerap mengalami persoalan implementasi di lapangan dan berakhir pada salah sasaran, pemborosan hingga penyelewengan anggaran. Termasuk banyaknya penikmat fasilitas rakyat miskin oleh mereka yang tidak miskin karena lemahnya pengawasan dan rendahnya kesadaran publik akan haknya. Disisi lain Persoalan klasik dan mendasar kerap pada patokan (benchmark) ketersediaan dan kesahihan data/jumlah rakyat miskin yang digunakan instansi pemerintah, dalam mengeksekusi aneka program tersebut. Padahal, anggaran untuk program-program sejenis bisa menghabiskan puluhan triliunrupiah. Sebut saja program Askeskin yang efektif berlaku sejak tahun anggaran 2005, sebagai embrio implementasi Sistem Jaminan Sosial Nasional sesuai amanat UU No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN, ditujukan untuk mewujudkan Jaminan Kesehatan Nasional dan menyeluruh (universal coverage), sekaligus meningkatkan aksesibilitas masyarakat miskin dan tidak mampu memperoleh pelayanan kesehatan berkualitas.
Namun, dalam pelaksanaannya, koordinasi, verifikasi, hingga pemutakhiran data rakyat miskin, yang seyogianya jadi pijakan dasar program, seringkali dianggap enteng oleh instansi pelaksana, mulai dari tingkat daerah hingga jajaran pusat atau tingkat kementrian.
Akan tetapi, dalam kemiskinan, biasanya masih ada semangat untuk hidup. Semangat juang umumnya cukup tinggi, karena secara alami, harus mempertahankan diri untuk hidup. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah rakyat miskin akan selamanya miskin? Apakah rakyat miskin tidak memiliki potensi untuk beranjak menjadi rakyat yang mandiri atau sejahtera?
yang pasti Program pengentasan kemiskinan itu harus berbentuk: penciptaan lapangan kerja yang luas, pendidikan kejuruan bagi orang-orang tak mampu, pemberian kredit usaha kecil, pendidikan gratis hingga tingkat kejuruan atau menengah ke atas.

























Kenaikan BBM Membuat Ekonomi Rakyat Miskin Makin Terjepit


Oleh
Danny Siagian

Bila Pemerintah menaikkan harga BBM (Bahan Bakar Minyak) lagi, tak dapat disangkal bahwa ekonomi rakyat miskin pun akan semakin terjepit dan rakyat semakin menjerit.
Namanya juga rakyat miskin. Ekonominya hanya berada di batas garis atau bahkan di bawah garis kemiskinan. Hidup pas-pasan. Barangkali makan nasi hanya sekali sehari, sisanya makan singkong, atau bahkan sangat mungkin “puasa” karena tidak punya uang untuk beli beras.
Inilah sebagian fakta yang menjadi kenyataan pahit bagi rakyat miskin, baik di tengah kota maupun di pelosok desa. Maka tak heran, bila segala macam penyakit dari mulai kurang gizi sampai dengan busung lapar, dan lain-lain dengan gampangnya menyerang dan semakin menambah deretan penderitaan bagi rakyat miskin.
Berbicara soal jumlah rakyat miskin di Indonesia, ada perbedaan yang mencolok antara Bank Dunia dan Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia. Bank Dunia mempublikasikan bahwa terdapat sebanyak 110 juta jumlah rakyat miskin di Indonesia, atau 48,8 persen dari jumlah penduduk Indonesia yang sekarang ini terhitung 225 juta penduduk.
Akan tetapi, data dari BPS yang disampaikan oleh Deputi Statistik Sosial Dr. Rusman Heriawan menyatakan, diperkirakan jumlah orang miskin akan berkurang 2 persen dari angka saat ini, yakni 36 juta orang (Koran Tempo, 19 Agustus 2005). Artinya, jumlah orang miskin di Indonesia hanya 16 persen dari jumlah penduduk.
Bila kita bandingkan perhitungan kedua institusi tersebut, terjadi selisih sebesar 32,8 persen. Sementara pihak lainnya, ada yang menyatakan bahwa sebanyak 52,4 persen warga Indonesia hidup dalam kemiskinan. Bila asumsi jumlah penduduk Indonesia 225 juta, yang dimaksud 52,4 persen menjadi 117,9 juta warga miskin di Indonesia.
Perhitungan ini memunculkan selisih persentase yang jauh lebih besar lagi dari kedua perhitungan diatas. Yang mana yang dapat dijadikan acuan standar?
Lepas dari masalah pola penghitungan dan jumlah yang paling akurat, ada faktor-faktor yang sangat penting untuk ditelusuri dari kehidupan rakyat miskin, berkaitan dengan kelangsungan hidup selanjutnya.
Miskin konotasinya biasanya “tak punya apa-apa”. Miskin juga berarti tidak mampu mengimbangi tingkat kebutuhan hidup standar.
Akan tetapi, dalam kemiskinan, biasanya masih ada semangat untuk hidup. Semangat juang umumnya cukup tinggi, karena secara alami, harus mempertahankan diri untuk hidup.
Yang menjadi pertanyaan adalah apakah rakyat miskin akan selamanya miskin? Apakah rakyat miskin tidak memiliki potensi untuk beranjak menjadi rakyat yang mandiri atau sejahtera?

Antisipasi
Sebagaimana diungkapkan seorang pakar: “ Poor people are not helpless, they can and do in order to change their situations. They have the potensial to be agents of social transformation” (Cecilia Loreto Mariz, 1994).
Secara jujur dapat dikatakan bahwa tak seorang pun yang sejak lahir ingin hidup miskin atau menjadi miskin. Kalau kebetulan terlahir dari keluarga miskin, apakah harus selamanya jadi miskin? Yang menjadi persoalan selanjutnya adalah, bagaimana caranya mengubah situasi agar tak selamanya menjadi miskin.
Hal pokok yang ingin diantisipasi adalah, bagaimana caranya agar para rakyat miskin ini bisa bertahan hidup, jika terjadi kenaikan harga-harga terutama harga kebutuhan sembako.
Fakta kemiskinan telah menjadi bagian dari kehidupan bangsa ini. Hampir tiap hari kita disodori kenyataan betapa kemiskinan kian merajalela. Kemiskinan tak lagi menjadi monopoli kota-kota besar, tetapi telah merongrong ke seluruh pelosok.
Sehubungan dengan rencana Pemerintah untuk menaikkan harga BBM yang akan dipercepat menjadi bulan September dari rencana sebelumnya bulan Januari 2006, maka jelas akan semakin menghimpit kehidupan rakyat miskin.

Pinjaman Lunak
Untuk mengatasi situasi yang semakin kompleks tersebut, maka dibutuhkan suatu terobosan berani dari pemerintah, dalam rangka mendorong iklim berusaha terutama bagi usaha mikro kecil hingga menengah. Usaha kecil seperti produksi rumah tangga harus didorong dan diberi kesempatan berkembang.
Selama ini, untuk mengajukan pinjaman bank bagi usaha mikro, tetap saja disamakan dengan dunia industri besar, yang biasanya selalu minta jaminan harta benda dan segudang syarat-syarat lainnya. Setelah itu, pungutan-pungutan lainnya masih berlangsung setelah usaha sudah mulai jalan seperti retribusi, pajak, dan berbagai pungutan tetek bengek lainnya.
Upaya antisipatif harus segera dilakukan mengingat jumlah rakyat miskin di Indonesia merupakan sebuah potensi besar. Dan bila dukungan berusaha dapat diwujudkan secara merata baik di perkotaan maupun di daerah, maka bukan tidak mungkin fundamental perekonomian akan tetap menggeliat, dan roda perekonomian nasional diharapkan akan tetap berputar.n

Penulis adalah Direktur Eksekutif LESPEK (Lembaga Studi dan Pengembangan Ekonomi Kerakyatan) Indonesia, dosen tidak tetap universitas swasta di Jakarta (sinarHarapan 2003)

Jumlah Rakyat Miskin Indonesia Mencapai 40 Persen
26 Desember 2001
TEMPO Interaktif, Jakarta:Jumlah rakyat miskin penduduk di Indonesia saat ini mencapai 40 persen, meningkat drastis dibandingkan masa sebelum krisis. Tahun 1997 lalu, jumlah rakyat miskin hanya 11 persen dari seluruh penduduk.
“Jumlah persentase itu sudah dikendalikan dengan adanya JPS (Jaring Pengaman Sosial) dan program BKKBN, seperti Kukesra (Koperasi untuk Kesejahteraan Rakyat) dan Takesra (Tabungan Kesejahteraan Rakyat),” ujar Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Yaumil Agoes Achir, usai bertemu Wakil Presiden Hamzah Haz di Istana Wakil Presiden (Wapres), Jakarta, Rabu (26/12).
Kedatangan Yaumil ke Istana Wapres adalah untuk melaporkan persiapan penandatanganan piagam pendataan keluarga di Indonesia. Ia mengatakan Wakil Presiden akan menandatangani master program hasil pendataan keluarga yang dilakukan sejak bulan Oktober 2000. Penandatanganan akan dilaksanakan Kamis besok (27/12) di kediaman Wapres.
Persentase 40 persen dari seluruh penduduk Indonesia merupakan hasil pendataan yang dilakukan BKKBN. Yaumil menjelaskan, BKKBN menggunakan pengkategorian keluarga miskin lebih sempit dibandingkan dengan pendataan JPS. Rakyat miskin menurut JPS di Indonesia berberkisar 25 persen dari jumlah penduduk. “Memang kategori yang kami ajukan lebih sempit seperti income per keluarga dibawah 350 ribu rupiah per bulan,” kata dia.
BKKBN, ungkap Yaumil, membagi keluarga miskin tersebut dalam dua kelompok. Kelompok tersebut adalah keluarga pra sejahtera dan keluarga sejahtera I. Untuk mengantisipasi meningginya angka penambahan rakyat miskin, BKKBN hingga saat ini masih menjalankan program Takesra dan Kukesra. Program tersebut dianggap masih mampu membantu keluarga miskin karena menggunakan skema tanggung renteng dengan keluarga miskin lainya.(Dede Ariwibowo-Tempo News Room)
14/02/08 13:39

Terjadi Ketidakadilan Atas Rakyat Miskin di Indonesia, Kata Pengamat



Semarang (ANTARA News) - Rakyat miskin di negeri ini mengalami ketidakadilan. Pasalnya, bantuan jaminan hidup (jadup) yang mereka terima dibandingkan dengan subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang dinikmati pemilik mobil pribadi terpaut sangat jauh.

"Hal ini bisa diperbandingkan antara bantuan yang akan diterimakan rakyat miskin dengan subsidi BBM yang akan diterima para pemilik mobil pribadi," kata Drs. Djoko Setyowarno, M.T., dosen Unika A.A. Soegijapranata, di Semarang, Kamis.

Menurut dia, jika dihitung dari rencana pemerintah memberi bantuan pada rakyat miskin sebesar Rp75 ribu/bulan dengan subsidi BBM bagi pemilik mobil pribadi katakanlah per mobil dijatah 4-5 liter/hari, dan per liter bantuannya sekitar Rp2.000,00 atau dengan kata lain per hari pemilik mobil pribadi dapat subsidi Rp8.000,00 Rp10.000,00. Dan dari hitungan seperti ini jelas terlihat ada ketidakadilan yang dialami rakyat miskin di Indonesia.

Berdasarkan perkiraan ini, pemilik mobil pribadi nantinya akan mendapat subsidi antara Rp200 ribu hingga Rp250 ribu per bulan (jika satu bulan aktivitas mobil pribadi hanya dihitung 25 hari).

Sekarang, di Indonesia jumlah mobil pribadi ada jutaan, katanya, seraya menambahkan, jadi untuk mengetahui subsidi itu tinggal mengalikan dengan jumlah mobil pribadi.

Berdasarkan kenyataan ini terlihat bahwa di negara Pancasila yang berperilaku kapitalis jelas ada katidakadilan yang dialami rakyat miskin, sementara di negara kapitalis itu sendiri rakyat miskin justru dapat subsidi lebih besar ketimbang orang kaya."

"Kondisi yang demikian inilah yang memprihatinkan. Seharusnya pemerintah lebih peduli pada rakyat miskin, bukan sebaliknya lebih peduli pada yang kaya," demikian Djoko Setyowarno. (*)



Berita Sebelumnya



Resensi Buku - Knowledge Management dalam Organisasi Modern



Oleh Dyah Sulistyorini

Jakarta (ANTARA News) - Isu tentang implementasi Manajemen Pengetahuan atau Knowledge Management (KM) sebagai hal penting untuk meningkatkan kinerja perusahaan, belakangan semakin banyak dibicarakan dalam kaitan manajemen modern.

Knowledge Management (KM) sebagaimana yang didefinisikan oleh Amrit Tiwana dalam bukunya "The Knowledge Management Toolkit (2000)" adalah: pengelolaan pengetahuan organisasi untuk menciptakan nilai dan menghasilkan keunggulan bersaing atau kinerja yang prima.

KM dipandang penting, karena implementasinya memberi manfaat pada bidang operasi dan pelayanan, dapat meningkatkan kompetensi personal, memelihara ketersediaan knowledge dan inovasi serta pengembangan produk.

Sebuah contoh betapa pentingnya peran KM adalah apabila perusahaan menghadapi kasus pengunduran diri dari karyawan yang memiliki knowledge menonjol, sementara pada saat itu belum ada transfer knowledge bagi penggantinya. Bisa terjadi kepindahan karyawan itu diikuti dengan kepindahan pelanggan.

Di tengah situasi seperti itu, kehadiran buku baru tentang KM memberi makna penting mengingat literatur sejenis dalam bahasa Indonesia masih sangat kurang.

Buku karya Ningky Munir, staf pengajar Sekolah Tinggi Manajemen PPM (STM PPM) yang terbit Maret 2008 bisa menjadi alternatif literatur tentang KM.

Buku setebal 99 halaman itu berjudul "Knowledge Management Audit", PPM Pedoman Evaluasi Kesiapan Organisasi Mengelola Pengetahuan diterbitkan oleh Penerbit.

Keterbatasan literatur KM di Indonesia menyebabkan acuan penulis seperti yang terpampang pada daftar pustaka berasal dari literatur asing. KM adalah disiplin ilmu yang bisa dikatakan masih muda.

Sejak dipopulerkan tahun 1980-an, KM kini makin sering dibicarakan di antara para akademisi. Situs publikasi sekolah bisnis terkemuka di AS Harvard Business School dan INSEAD (Institut Europeen d'Administration des Affaires) sejak 1996 telah menambah kategori baru Knowledge Management (hal 6).

Buku tersebut berpijak pada penekanan tentang audit, namun pembahasan tentang fondasi buku seperti penjelasan tentang data, informasi, jenis pengetahuan serta tingkat dan komponen pengetahuan terasa terlalu ringkas.

Buku karya Paul L. Tobing berjudul "Knowlwdge Management; Konsep, Arsitektur dan Implementasi" (Graha Ilmu 2007), sebagai buku KM terasa lebih membumi. Paul yang memiliki latar belakang kademisi sekaligus praktisi mampu memberi ilustrasi tentang konsep-konsep dasar KM secara lebih nyata.

Namun, buku Audit KM milik Ningky memberi paparan yang pas untuk pertanyaan-pertanyaan praktis seperti kenapa dua perusahaan atau organisasi yang mempunyai produk yang sama, beroperasi di daerah yang sama tetapi memiliki kinerja yang jauh beda.

Buku ini berisi paparan sumberdaya yang dibutuhkan untuk mengembangkan kemampuan, bukan hanya semata-mata dari sumberdaya tradisional seperti sumberdaya alam, tenaga kerja dan dana melainkan juga sumberdaya tanwujud (intangible resource), yaitu pengetahuan (intellectual Capital).

KM Audit versi Ningky dilengkapi dengan ilustrasi dan tabel serta kuesioner, untuk memudahkan pembaca dalam memahami isinya, tetapi bahasa penyampaiannya kurang santai.

Buku yang terbagi menjadi 7 (tujuh) bab ini didahului oleh 2 (dua) bab pertama tentang uraian konsep dan teori dasar pengetahuan dan manajemen pengetahuan. Sekaligus berisi argumen tentang pentingnya pengetahuan sebagai sumber daya yang paling strategis di organisasi serta "manfaat" manajemen pengetahuan.

Menarik dicermati tentang hasil survey yang dilakukan oleh PPM Manajemen, tahun 2005-2007 bahwa masih cukup banyak organisasi berorientasi laba yang belum kenal dengan Manajemen Pengetahuan.

Responden yang diambil PPM Manajemen adalah 36 BUMN, 86 perusahaan swasta nasional skala besar, 61 swasta nasional skala menengah-kecil serta 6 perusahaan multinasional. (Hal 6).

Sedangkan berita bagus dari hasil survey itu adalah fakta bahwa kebanyakan perusahaan yang belum menerapkan KM merencanakan untuk memilikinya dalam satu-dua tahun mendatang.

Ningky memberi uraian kerangka audit KM serta dasar pemikirannya pada bab tiga dengan harapan setelah membaca bab ini, pembaca mampu menjelaskan sasaran yang ingin dicapai melalui audit Manajemen Pengetahuan dan kegiatan-kegiatan yang perlu dilakukan dalam audit KM.

Pada bab 4, 5 dan 6 secara berturut-turut memberikan detail penjelasan dan teknis penerapan audit.

Selanjutnya pada tiap pergantian bab, Ningky selalu menyelipkan kata-kata bijak. "Learning is a treasure that will follow its owner everywhere," demikian salah satu kutipan kata-kata mutiara itu.

Audit KM tulisan Ningky memberi harapan bahwa belum ada kata terlambat untuk menyadari pentingnya KM bagi upaya bertahan, bersaing dan mempertahankan kelangsungan organisasi dengan baik.

Buku ini patut dibaca oleh organisasi yang memandang penting KM sebagai sesuatu yang dibutuhkan. Apalagi ditulis seorang akademisi untuk bisa dibaca dengan agak santai.
(*)

Baca Juga


Berita Sebelumnya



07/05/08 11:16

Risiko Politik Kenaikan Harga BBM bagi Yudhoyono



Oleh Arnaz F. Firman

Jakarta (ANTARA News) - Harga minyak mentah di pasar internasional semakin mencemaskan hati. Pada Selasa (6/5) harga "emas hitam" telah mencapai angka tertinggi, 122 dolar AS per barel di bursa London

Harga minyak mentah bahkan diduga bisa melonjak lagi hingga 150-200 dolar AS per barel, karena berkurangnya pasokan antara lain dari Nigeria yang para pekerjanya melakukan mogok serta serangan kelompok "militan".

Sementara itu, Iran yang juga merupakan produsen utama "emas hitam" masih menolak pemeriksaan internasional atas" fasilitas nuklirnya" yang dituduh AS digunakan untuk membuat "senjata pemusnah massal".

Kenaikan harga minyak mentah yang telah mencapai dua kali lipathanya dalam waktu setahun telah memaksa pemerintah Indonesia untuk menaikkan harga bahan bakar (BBM), dalam waktu dekat ini, karena sekalipun Indonesia merupakan produsen, tapi negara ini juga harus mengimpor minyak untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri.

Tahapannya sekarang bukan lagi memperbincangkan "naik" atau "tidak".

"Tapi naik berapa. Apakah naik 20, 25, 30 atau 35 persen," kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ketika bertemu dengan para pemimpin redaksi di Istana Negara, Jakarta, Senin.

Karena menyadari bahwa kenaikan harga BBM itu akan memukul rakyat, maka untuk mengurangi beban rakyat, terutama kaum miskin, telah ditetapkan berbagai kompensasi.

Kompensiasi itu dikemas dalam program seperti Kredit Usaha Rakyat(KUR), Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) hingga bantuan tunai langsung plus.

"Itu yang kita pikirkan. Itu kita hitung secara tepat," kata Kepala Negara.

Kenaikan harga BBM itu diperkirakan mulai dilakukan 1 Juni 2008, setelah jajaran menteri perekonomian melakukan berbagai kajian, terutama menyangkut besaran kenaikan itu serta kapan saatnya yang paling tepat.

Langkah pemerintah yang pasti tidak populer itu telah mendapat reaksi massa. Di beberapa kota di Jawa Timur, pada Selasa telah terjadi demonstrasi oleh berbagai unsur masyarakat, terutama mahasiswa.

Seakan bisa menebak bakal munculnya aksi menentang kenaikan harga BBM itu, dalam pertemuan dengan para pemimpin redaksi berbagai media tersebut, Presiden Yudhoyono telah mengatakan, "Selalu ada risiko, ya politik, sosial dan keamanan."

Pengakuan terbuka tentang bakal munculnya risiko di berbagai bidang kehidupan itu juga diakui Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Paskah Suzetta.

"Keresahan sosial itu terjadi karena ada gap daya beli masyarakat. Kenaikan itu akan dikompensasi dalam bentuk bantuan kepada masyarakat," kata Paskah Suzetta yang pernah menjadi wakil rakyat dari Partai Golkar itu.


Pilpres 2009

Sekalipun Indonesia adalah salah satu anggota negara Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC), namun Indonesia juga telah bertahun-tahun menjadi pengimpor minyak mentah dan BBM.

APBN 2008 menetapkan produksi minyak selama 2008 ini adalah sedikit di atas satu juta barel perhari, namun realisasinya ternyata rata-rata di bawah 950.000 barel per hari.

Masih lebih rendahnya tingkat produksi jika dibandingkan dengan target produksi, ditambah lagi dengan semakin tingginya konsumsi BBM serta kenaikan harga BBM di pasar internasional, telah mengkhawatirkan pemerintah.

Subsidi BBM bisa menyedot lebih dari Rp200 triliun atau 20 persen APBN-P, yang saat ini mencapai Rp920 triliun.

Karena itu, pemerintah akan mendorong masyarakat untuk menghemat listrik guna mengurangi konsumsi BBM, misalnya dengan minta pusat-pusat belanja untuk membatasi jam operasinya.

Pemerintah memang masih terus "menghitung" besaran kenaikan harga BBM, namun selama ini masyarakat "dicekoki" angka kenaikan 28,7 persen dengan memperhitungkan berbagai aspek sosial, ekonomi, dan politis.

Jika harga BBM naik, sudah pasti akan mengakibatkan naiknya biaya angkutan umum dan angkutan barang.

Karena harga BBM naik, maka pasti para pengusaha mempunyai alasan untuk menaikkan harga jual produk mereka.

Dengarkan saja dalih Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) MS Hidayat yang mengatakan "Dengan demikian (pengumuman kenaikan harga BBM) spekulasi dapat ditiadakan".

Tentu saja pengusaha tidak akan pernah mau rugi dan berapa pun besarnya kenaikan harga BBM itu, pasti akan dibebankan kepada konsumen.

Sekalipun kenaikan harga minyak mentah sudah terjadi selama beberapa bulan terakhir ini sehingga patokan penerimaan dalam APBN 2008 telah dinaikkan dari 60 dolar AS/barel menjadi 95 dolar/barel dalam APBN-P dan mungkin naik lagi pada APBN-P berikutnya lagi, misalnya 110 dolar AS perbarel, ternyata pemerintah belum juga memutuskan kenaikan harga BBM itu hingga saat ini.

Dengan menyimak pernyataan Presiden bahwa pemerintah menyadari bakal adanya risiko politik dan keamanan, maka tentu Yudhoyono sudah sudah melakukan "hitung-hitungan" pada pemilihan presiden 2009.

Dalam berbagai kesempatan, Yudhoyono selama ini mengatakan bahwa pengumuman maju atau tidak maju dalam Pilpres baru akan diumumkan sekitar tiga bulan sebelum Pilpres berlangsung, atau sekitar Juni-Juli 2009.

Selama masa pemerintahannya, Yudhoyono sudah pernah mengumumkan kenaikan harga BBM yang pasti disadarinya berdampak negatif terhadap orang-orang miskin.

Jika pengumuman kenaikan harga BBM harus terjadi lagi, sedangkan Pilpres tinggal satu tahun lagi, maka keputusan ini bagai "buah simalakama", yang bakal meruntuhkan popularitas dirinya.

Sebuah hasil survei tentang calon presiden atau capres baru-baru ini memperlihatkan bahwa SBY tetap merupakan calon paling populer jika dibandingkan dengan yang lainnya, misalnya Megawati Soekarnoputri, Sri Sultan Hamengku Buwono X, Wiranto, Jusuf Kalla, Akbar Tanjung hingga Sutiyoso.

Yang mungkin tengah dihitung Yudhoyono adalah berapa persenkah tingkat popularitasnya akan turun akibat keputusan menaikkan harga BBM itu. Karena selain memukul rakyat kecil, kenaikan BBM akan menjadi "amunisi" bagi lawan-lawan politiknya untuk menggerus popularitasnya.

Yudhoyono harus menghitung berapa kenaikan harga BBM yang "masuk akal" bagi jutaan konstituennya, sehingga tidak terlalu merugikan kehidupan sehari-hari mereka, tapi juga bisa mempertahankan kepopulerannya menjelang pilpres sehingga bisa tetap duduk di kursi presiden masa bakti 2009-2014. (*)


Komentar Pembaca


 Iyek 07/05/08 15:17

Bersama kita bisa. Rakyat sudah biasa menderita, siapapun presidennya pasti BBM NAIK JUGA. Saya cuma tdk suka dibohongi. Siapa paling banyak janji kpd rakyat tp tdk ditepati?

 Anton lautan@cbn.net.id 07/05/08 20:57

Kenaikan BBM sudah tidak dapat dihindari karena harga BBM dunia sudah sangat tinggi; tinggal perhatian pemerintah kepada masyarakan miskin untuk meminimalisir dampaknya ke kaum miskin. Kalau pemerintah tidak menaikkan harga BBM, akan berdampak sangat negatif pada MAKRO EKONOMI Indonesia karena APBN banyak tersedot untuk subsidi BBM (terpaksa menambah HUTANG deh, kasihan buyut2 kita), sedangkan APBN juga merupakan salah satu indikator penggerak ekonomi yaitu proyek pembangunan.

 Rahmad 08/05/08 08:55

Siapapun yang memimpin negeri ini BBM tetap pasti akan naik, hal ini tidak dapat dihindari. Jadi janganlah kita berpikir terlalu negatif dengan kebijakan ini. Memang berat dan sangat berat dengan keputusan ini,, Pak SBY pun sebagai seorang pribadi juga tidak ingin hal ini terjadi. Menurut saya, masalah kepopulerannya tdk sangat berpengaruh. Bagi orang yang mengerti dengan masalah ini akan setuju dengan pemikiran saya, tapi bagi orang yang tidak mengerti mngkn sngt tidak suka dgn kebijakan ini.

 anas 08/05/08 09:06

saya bukan pendukung SBY di tahun 2004, tapi saya melihat kesungguhan dan daya juang beliau untuk rakyat sungguh luar biasa, meski saya orang awam dan pendapatan juga pas-pasan, tapi saya yakin SBY telah berbuat yang terbaik untuk rakyat ini....kalo mo objektif bandingkan saja dengan kebijakan presiden-presiden sebelumnya yang justru jauh lebih membuat rakyat menderita, pemerintah sekarang harus menanggung beban pemerintah sebelumnya...jadi tolong pemimpin-pemimpin sebelum SBY jangan asal ASBUN.


Baca Juga


Berita Sebelumnya



Rencana Kenaikan Harga BBM Minta Korban di Makassar



Oleh Rolex Malaha

Makassar (ANTARA News) - Seorang anggota Reserse Kepolisian Resort Kota (Polresta) Makassar Timur, Sulawesi Selatan, Selasa, terkapar di aspal setelah sebuah batu besar bersarang tepat di batang hidungnya.

Darah mengucur deras dari hidung korban yang tertelungkup di aspal, di tengah kerusuhan menyusul unjuk rasa mahasiswa yang menolak rencana kenaikan harga bahan bakar minyak.

Hampir lima menit, anggota kepolisian berpakaian preman itu pingsan, sebelum dilarikan ke Rumah Sakit (RS) Bhayangkara untuk mendapat perawatan.

Seorang rekannya, AKP Yakob Mone, yang berpakaian dinas juga luka di kepala akibat lemparan batu, sementara dari kalangan mahasiswa, sedikit-dikitnya lima orang luka-luka terkena pentungan dan lemparan batu petugas.

Lima mahasiswa lainnya ditangkap dan dibawa ke markas Polresta Makassar Timur.

Sebelumnya, polisi bentrok dengan mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Makassar yang berdemonstrasi menolak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di depan kampus mereka di Jalan Sultan Alauddin, Makassar.

Pada awalnya, mahasiswa berunjuk rasa secara lancar walau diwarnai pembakaran ban bekas, seperti yang biasa dilakukan bila mahasiswa berdemo di tempat itu.

Situasi berubah kisruh, ketika mahasisa menghentikan mobil tangki pengangkut BBM yang melintas di lokasisi unjuk rasa, dan mahasiswa menempeli mobil itu dengan poster-poster kecaman terhadap pemerintah yang akan menaikkan harga BBM.

Akibatnya, Jalan Sultan Alauddin yang menjadi poros ekonomi penting di Sulawesi Selatan macet total.

Polisi kemudian menghalau mahasiswa yang menyandera mobil tersebut, dan berupaya memadamkan kobaran api yang membakar ban bekas dan mengepulkan asap hitam di tengah jalan.

Tindakan polisi itu mendapat perlawanan mahasiswa, sehingga bentrok tidak terelakkan.
Aksi baku lempar terjadi, sebelum polisi mendesak mahasiswa masuk ke dalam kampus dan menangkap lima orang diantaranya.

Melihat rekan-rekan mereka ditangkap, mahasiswa UIN yang semakin bertambah jumlahnya kemudian melakukan perlawanan dengan melemparkan batu.

Bentrokan terjadi beberapa kali, hingga personel bantuan dari Brigade Mobil Daerah (Brimobda) Sulsel yang dilengkapi mobil kanon air tiba di lokasi.

Situasi terkendali setelah Polwiltabes Makassar mengerahkan ratusan anggota Brimob Polda membuat pagar betis di depan pintu gerbang Kampus UIN.

Kapolresta Makassar Timur, AKBP Kamaruddin, juga menenangkan mahasiswa dengan menjanjikan akan melepas para mahasiswa usai dimintai keterangan, sementara mahasiswa mengancam akan membuat aksi yang lebih besar bila rekan-rekan mereka tidak dibebaskan sebelum salat maghrib.

Menyusul terjadinya bentrokan itu, toko-toko dan kios di sekitar kampus UIN serentak tutup.

Aksi demo anti-kenaikan BBM di Makassar itu diperkirakan akan meluas di hari-hari berikutnya, namun pihak aparat keamanan mengaku sudah siap mengantisipasinya.

Kapolwiltabes Makassar, Kombes Pol. Genot Haryanto, mengatakan mahasiswa dan masyarakat boleh saja berunjuk rasa namun, harus sesuai aturan dan mengingatkan, agar mereka tidak berbuat anarkis dan mengganggu aktivitas masyarakat lainnya.

Insiden bentrokan polisi-mahasiswa itu mendapat sorotan berbagai pihak, diantaranya dari pengamat ekonomi Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Prof Dr H. Halide, yang menyesalkan peristiwa tersebut.

Menurut dia, rencana pemerintah yang akan menaikkan harga BBM itu pasti mendapat reaksi keras dari masyarakat, terutama mahasiswa, apalagi mahasiswa Makassar selama ini memang dikenal cukup reaktif terhadap kebijakan-kebijakan yang mereka nilai merugikan rakyat.

"Pemerintah sudah berulangkali menaikkan harga BBM dan ini pasti mendapat reaksi karena akan menambah penderitaan rakyat. Seharusnya jika mengambil suatu kebijakan harus total dan sudah memikirkan dampaknya jauh ke depan," katanya.

Kebijakan menaikkan harga BBM sudah beberapa kali dilakukan pada era reformasi termasuk pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan M. Jusuf Kalla (JK).

"Ini menunjukkan ketidakmampuan pemerintah membuat perencanaan jangka panjang ataupun menengah," katanya.

Menurut Halide, idealnya kebijakan menaikkan harga BBM ini harus merupakan kebijakan atau langkah terakhir dari pemerintah karena kenaikan harga BBM akan berdampak luas pada sektor lainnya.

Pemerintah harus melindungi masyarakat miskin apabila rencana menaikkan harga BBM itu benar-benar direalisasikan, katanya, karena selama ini pemerintah kurang berani melepas kebijakan menghentikan subsidi BBM bagi angkutan pribadi.

"Seharusnya dari dulu itu sudah diberlakukan dan yang wajib disubsidi hanya kendaraan umum yang menjadi alat transportasi massa," katanya.

Sementara itu, Rusman, pedagang sayur yang sehari-hari membawa dagangannya berkeliling dengan sepeda motor di kompleks Asrama Polisi Tallo, mengaku kecewa dan sedih mendengar rencana pemerintah menaikkan harga BBM.

"Kalau bensin dinaikkan, otomatis kami pedagang kecil ini akan terbebani. Sekarang saja sudah sulit untuk menjual, jangan tambah lagi kesulitan dan penderitaan kami," ujarnya.

Sedangkan, Ny. Hayati, ibu rumah tangga yang tinggal di Jalan Sabutung, Kecamatan Ujung Tanah, Makassar, mengatakan bahwa keluarga tidak mampu seperti dirinya akan tambah menderita dengan kenaikan harga BBM.

"Sekarang saja, harga-harga sembako sudah naik cukup tinggi. Kalau harga BBM naik, maka harga-harga itu akan naik lagi sebab pasti ongkos angkutan akan naik," ujarnya kesal.

Sementara itu, Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional (Menneg PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Paskah Suzetta, mengatakan bahwa pemerintah sedang mengkaji kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) sebesar 20 persen, 25 persen, dan 30 persen.

"Jadi, kenaikan BBM-nya maksimal 30 persen," kata Paskah di sela-sela Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) di Jakarta, Selasa.

Ia menambahkan bahwa pemerintah masih melakukan kajian-kajian untuk berbagai persiapannya dan minimal membutuhkan waktu sekitar dua minggu.

Persiapan juga terkait dengan rencana pemberian bantuan langsung tunai (BLT) sebagai kompensasi dari dampak kenaikan harga BBM tersebut kepada masyarakat "kelas bawah" yang paling terkena dampak kenaikan harga.

Dengan kenaikan harga BBM rata-rata sebesar 30 persen, pemerintah dapat mengurangi tekanan beban subsidi dalam APBN 2008 sampai Rp35 triliun. Hasil pengurangan subsidi itu akan dialihkan untuk kompensasi kepada rakyat kecil.

Pengamat ekonomi Unhas, Dr Marzuki mengatakan, kenaikan harga BBM sulit dihindari untuk mengurangi tekanan terhadap APBN, namun pemerintah harus membuat kebijakan meminimalisasi dampak kenaikan harga tersebut.

Sedangkan, pihak Organda di Sulsel menyebutkan, bila harga BBM naik 20 persen maka tarif angkutan akan naik sampai 30 persen.

Bila itu terjadi, maka harga berbagai jenis kebutuhan masyarakat, utamanya sembako akan bergerak naik dan dipastikan inflasi akan terdongkrak ke atas.

"Kami perkirakan, inflasi di Makassar akan menembus angka 13 persen tahun 2008 ini kalau harga BBM benar-benar dinaikkan," kata Kepala BPS Sulsel, Bambang Suprianto. (*)
 qohhar abdul qoqoh_ar@yahoo.co.id 07/05/08 07:57

ya semua tergantung pemerintah aja...... jangan main hakim sendiri dong,,,,kasihan rakyat cilik


Baca Juga


Berita Sebelumnya



Harga Minyak Melonjak ke Rekor Puncak di Atas 123 Dolar



New York (ANTARA News) - Harga minyak dunia melonjak ke rekor tertinggi baru di atas 123 dolar AS per barel, Rabu, di tengah kekhawatiran akan ketatnya pasokan dan berlanjutnya kerusuhan di negara kaya minyak Nigeria, para pedagang menyatakan.

Harga minyak telah meroket dalam sebulan terakhir, sehingga memicu kekhawatiran kenaikan tajam harga dapat meningkatkan tekanan inflasi yang dapat menghambat momentum ekonomi global.

Harga minyak mentah New York melesat ke tertinggi baru, memukul rekor harga Selasa 122,73 dolar AS, meski cadangan energi AS pekan lalu meningkat lebih besar dari yang diperkirakan.

Kontrak berjangka minyak utama New York, minyak mentah jenis "light sweet" untuk pengiriman Juni, ditutup pada sebuah rekor 123,53 dolar AS per barel, setelah menyentuh puncak tertinggi perdagangan harian 123,80 dolar AS.

Kontrak terangkat 1,69 dolar AS dibandingkan harga penutupan Selasa.

Di London, minyak mentah Brent melesat ke puncak teratas selama ini pada 122,70 dolar, sebelum mantap pada 122,32 dolar AS, naik tajam 2,01 dolar AS dari sehari sebelumnya.

Harga minyak terus bergerak naik Rabu, meski sebuah survei mingguan oleh pemerintah AS menunjukkan bahwa stok minyak mentah negara itu naik 5,7 juta barel menjadi 325,6 juta barel untuk pekan yang berakhir 2 Mei.

Perusahaan investasi AS Goldman Sachs pada Selasa, menproyeksikan harga minyak dapat mencapai 200 dolar AS per barel dalam dua tahun. Goldman Sachs tiga tahun lalu, memprediksi dengan tepat dan dengan sangat baik harga minyak akan menembus 100 dolar AS -- yang terjadi pada Januari lalu.

Para pedagang mengatakan sebuah gabungan kekuatan telah mendorong harga minyak naik, termasuk spekulator pasar dan keputusan oleh Organisasi Negara-negara Eksportir Minyak (OPEC) tidak menaikkan kuota produksinya.

Berkelanjutannya kerusahaan di Nigeria, produsen minyak mentah terbesar Afrika, telah membantu mendorong harga minyak ke posisi tertinggi selama ini.

"Kekhawatiran berlanjutnya serbuan Turki ke dalam wilayah Irak dalam mengejar separatis Kurdi juga menyokong pergerakan harga," kata para analis kepada AFP.

Para militan Nigeria menyerang sebuah kapal minyak di pesisir barat negara Afrika itu dan mengambil dua orang sebagai sandera pada pekan lalu.

Peristiwa Sabtu terjadi setelah sumur minyak yang dioperasikan oleh grup minyak Belanda-Inggris Shell dan sebuah stasiun pengiriman minyak di selatan Bayelsa mendapat serangan, mendorong perusahaan mengurangi produksinya.

Serangan-serangan seperti itu telah mengurangi produksi minyak Nigeria sekitar seperempatnya dalam dua tahun terakhir.

Kenaikan harga minyak juga didorong oleh ketegangan diplomatik atas ambisi nuklir Iran yang Teheran katakan untuk tujuan damai. Iran adalah produsen minyak OPEC terbesar kedua. (*)


Baca Juga



08/05/08 05:11

Wall Street Terjungkal Karena Harga Minyak Melambung di Atas 123 Dolar



New York, (ANTARA News) - Saham-saham di Wall Street jatuh pada Rabu waktu setempat atau Kamis pagi WIB, karena harga minyak mentah melambung ke rekor puncak baru di atas 123 dolar AS per barel.

Kenaikan harga minyak dapat menghambat pertumbuhan ekonomi AS melalui tekanan konsumen dan marjin laba perusahaan-perusahaan truk, perusahaan penerbangan dan perusahaan lainnya yang sangat tergantung pada pasokan bahan bakar minyak, kata para pedagang.

Indeks Dow Jones Industrial Average dari saham-saham blue chips ditutup turun 206,48 poin atau 1,59 persen pada 12.814,35, Dow kembali di bawah 13.000 poin.

Indeks komposit Nasdaq berakhir turun 44,82 poin atau 1,80 persen pada 2.438,49 sementara indeks Standard & Poor`s 500 jatuh 25,69 poin atau 1,81 persen menjadi ditutup pada 1.392,57.

Saham-saham lunglai karena harga minyak meroket. Kontrak berjangka minyak utama New York, minyak mentah jenis "light sweet" untuk pengiriman Juni, ditutup pada sebuah rekor 123,53 dolar AS per barel, setelah menyentuh puncak tertinggi perdagangan harian 123,80 dolar AS.

Kontrak terangkat 1,69 dolar AS dibandingkan harga penutupan Selasa.

Beberapa ekonom mencemaskan kenaikan harga minyak dapat memangkas pertumbuhan ekonomi AS, Amerika adalah importir minyak terbesar dunia, yang telah terancam oleh kemerosotan berkepanjangan pasar perumahan dan pembekuan kredit.

Para analis mengkhawatirkan kenaikan kuat minyak mentah sesuai perkiraan dan merusak prospek AS dan prospek global.

"Sebuah kenaikan harga minyak yang `super-super` akan menghambat pertumbuhan ekonomi global," kata Ed Yardeni dari Yardeni Research.

Sementara harga obligasi naik karena imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS berjangka 10-tahun turun menjadi 3,867 persen dari 3,893 persen pada Selasa, dan obligasi 30-tahun turun menjadit 4,622 persen dari 4,642 persen.

Yield dan harga obligasi bergerak dalam arah berlawanan.(*)


Komentar Pembaca


 tehrouter 08/05/08 07:29

entahlah. harus senang atau bagaimana saya ndak tau


Baca Juga


Berita Sebelumnya

Nasib Kesehatan Rakyat Miskin


Selasa, 26 Februari, 2008 oleh: siswono
Nasib Kesehatan Rakyat Miskin
Gizi.net - Sebagai warga negara, rakyat miskin mempunyai hak dasar yang melekat pada dirinya untuk mendapatkan pemeliharaan hidup oleh negara, termasuk memelihara kesehatan, sebagaimana dijamin dalam konstitusi dasar negara, UUD '45, Pasal 28 H.

Sebagai konsekuensinya, tentu negara harus bertanggung jawab melindungi, menjaga, dan memelihara kesehatan seluruh warganya tanpa kecuali dan khususnya warga negara yang hidup dalam deraian kemiskinan dan selalu rentan terhadap aneka jenis penyakit.

Mereka yang hidup dalam kecukupan tentu akan memelihara kesehatannya melalui asupan gizi yang berkecukupan dengan sistem pemeliharaan kesehatan yang juga memadai. Namun, bagi si miskin, persoalan pemeliharaan kesehatan, hingga keluar dari idapan penyakit akan menjadi lain, di tengah ketidakmampuan mereka terhadap akses pelayanan kesehatan serta himpitan beban ekonomi.

Di sinilah negara harus bertindak secara tepat sasaran untuk meringankan beban penderitaan rakyat miskin. Baik pemberdayaan secara ekonomi, hingga meringankan beban warga negara miskin, yang juga terhimpit penyakit akibat kemiskinan itu sendiri.

Konstitusi dasar negara UUD 1945, sesuai amandemen Pasal 33 dan 34, mengamanatkan agar negara memberikan perlindungan atau jaminan sosial bagi seluruh rakyat yang tidak mampu dan lemah, atau yang masih hidup di bawah garis kemiskinan. Oleh karena itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai kepala negara sekaligus pimpinan eksekutif, wajib menjalankan amanat UUD 1945, melalui berbagai program sistematis bagi orang miskin.

Harus diakui, berbagai program untuk rakyat miskin telah diluncurkan dari rezim ke rezim. Sebut saja program Jaringan Pengaman Sosial (JPS), Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM), Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan Program Asuransi Rakyat Miskin (Askeskin) di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono - Jusuf Kalla, yang kini disibukkan oleh mandeknya klaim pembayaran, serta penarikan pengelolaan Askeskin dari PT Askes ke tangan Depkes oleh Menkes Siti Fadilah.

Umumnya program untuk rakyat miskin, baik bersifat crash atau sustain (berkesinambungan), kerap mengalami persoalan implementasi di lapangan dan berakhir pada salah sasaran, pemborosan hingga penyelewengan anggaran. Termasuk banyaknya penikmat fasilitas rakyat miskin oleh mereka yang tidak miskin karena lemahnya pengawasan dan rendahnya kesadaran publik akan haknya.

Persoalan klasik dan mendasar kerap pada patokan (benchmark) ketersediaan dan kesahihan data/jumlah rakyat miskin yang digunakan instansi pemerintah, dalam mengeksekusi aneka program tersebut. Padahal, anggaran untuk program-program sejenis bisa menghabiskan puluhan triliun rupiah.

Sebut saja program Askeskin yang efektif berlaku sejak tahun anggaran 2005, sebagai embrio implementasi Sistem Jaminan Sosial Nasional sesuai amanat UU No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN, ditujukan untuk mewujudkan Jaminan Kesehatan Nasional dan menyeluruh (universal coverage), sekaligus meningkatkan aksesibilitas masyarakat miskin dan tidak mampu memperoleh pelayanan kesehatan berkualitas.

Namun, dalam pelaksanaannya, koordinasi, verifikasi, hingga pemutakhiran data rakyat miskin, yang seyogianya jadi pijakan dasar program, seringkali dianggap enteng oleh instansi pelaksana, mulai dari tingkat daerah hingga jajaran pusat atau tingkat kementerian.

Angka Rakyat Miskin

Walau menjadi kewajiban negara untuk mengimplementasikan amanat konstitusi terhadap warga negara yang hidup dalam kemiskinan, tentu goodwill negara untuk merealisasikan asuransi kesehatan rakyat miskin (Askeskin), patut diapresiasi.

Sejak tahun pertama 2005, terdapat Rp 2.3 triliun alokasi dana Askeskin. Dan berturut tahun 2006 sebesar Rp 3,6 triliun, 2007 Rp 2,2 triliun dan untuk 2008 telah dianggarkan Rp 4,6 triliun. Artinya, total anggaran mencapai Rp 12,7 triliun, sementara jumlah rakyat miskin yang harus di-cover tahun ini sebanyak 76,4 juta orang, atau sekitar 30 persen dari total penduduk Indonesia.

Menarik mencermati angka-angka yang dipaparkan instansi pemerintah dalam cakupan rakyat miskin. Badan Pusat Statistik-BPS, misalnya, pada awal Juli 2007 melansir jumlah penduduk miskin hingga Maret 2007 sebanyak 37,17 juta jiwa, atau mengalami pengurangan sebesar 2,13 juta jiwa. Artinya, sekitar 16,58 persen dari 224,177 juta penduduk Indonesia. Hitungan matematika sederhana, angka ini mengalami penurunan jumlah rakyat miskin dicatatkan lembaga yang sama pada Maret 2006 sebanyak 39,30 juta atau 17,75 persen dari 221,328 juta total penduduk Indonesia saat itu.

Apakah angka ini menjadi rujukan instansi-instansi pemerintah dalam membuat dan menjalankan program bagi rakyat miskin? Jawabannya mungkin "tidak". Kalau melihat pemaparan dari pelaksanaan program Askeskin oleh PT Askes (Persero) yang ditunjuk melalui SK Menkes No.1241/Menkes/ SK/X/2004, juncto 1202/Menkes/SK/VIII/2005, sebagai pelaksana tunggal Program Askeskin dengan bayaran management fee sebesar 5 persen dari hampir Rp 8 triliun total dana Askeskin hingga 2007 yang dikucurkan pemerintah, maka jumlah rakyat miskin sebagai peserta Askeskin akan mencengangkan bila dibandingkan paparan BPS.

Menurut PT Askes, jumlah kepesertaan rakyat miskin dalam Program Askeskin berdasarkan data Gakin (keluarga miskin) yang kemudian dikoordinasikan dengan pemda, pada semester I 2005 sebanyak 36 juta jiwa. Semester II 2005 meningkat hampir dua kali lipat menjadi 60 juta jiwa. Pada 2006 sebanyak 60 juta jiwa, sedangkan 2007 menjadi 76,4 juta jiwa dari 19,1 juta rumah tangga miskin (RTM) dengan asumsi masing-masing anggota keluarga 4 orang. Anehnya lagi, dalam pengelolaan anggaran Askeskin 2008 sebesar Rp 4,6 triliun, jumlah rakyat miskin tidak bergerak alias tetap di posisi 76,4 juta jiwa.

Perhitungan Depkes sebagai pengelola baru Askeskin, dana yang tersedia diperkirakan mampu meng-cover sekitar 41 juta rakyat miskin. Artinya nasib sekitar 35,4 juta siap-siap terkapar akibat tidak mendapatkan akses kesehatan. Kalau beranjak dari perbandingan data-data BPS dan PT Askes/Depkes menyangkut keberadaan rakyat miskin, terlihat jelas perbedaan signifikan, sebesar 37,23 juta jiwa atau lebih dari dua kali lipat jumlah rakyat miskin versi BPS. Artinya, kalau ikut versi PT Askes/Depkes, maka rakyat miskin yang berhak mendapatkan Askeskin, hampir 33 persen dari total penduduk Indonesia, atau setara dengan total penduduk Mesir, yang jumlahnya 76 juta lebih, sesuai versi CIA World Factbook 2004.

Selisih 37 jutaan tentu bukanlah angka kecil, apalagi menyangkut anggaran negara yang akan dialokasikan dalam program kesehatan rakyat miskin. Bayangkan, jika masing-masing dialokasikan biaya berobat dan pemeliharaan kesehatan setiap bulan Rp 9.000, maka untuk jumlah tersebut dibutuhkan biaya sebesar Rp 333 miliar yang harus ditanggung anggaran negara atau hampir Rp 4 triliun dalam satu tahun.

Namun, melihat kekacauan dari pendataan, yang akhirnya berakibat pada amburadul dan tumpang-tindihnya pelaksanaan, membuktikan kurangnya awareness dari pelaksana atas data yang diikuti indikator-indikator dan kriteria yang digunakan dalam menentukan apakah seseorang masuk kategori miskin atau tidak.

Seharusnya, pelaksana kebijakan lebih tanggap dan peduli pada persoalan data melalui instrumen perhitungan dengan metode memadai secara ilmiah dan akurat agar bisa menjadi pedoman dalam mengimplementasikan setiap program termasuk kebijakan politik anggaran. Belum lagi realitas sosial menunjukkan, kemiskinan tidak bisa sekadar diukur dengan kacamata statistik belaka, tetapi berbagai faktor dan indikasi di lapangan harus menjadi pertimbangan, termasuk faktor geografi tempat rakyat miskin berada.

Persoalan kemiskinan dan kesehatan merupakan masalah besar yang dihadapi Indonesia dan juga dunia. Kita hanya mengingatkan agar Presiden Yudhoyono tidak menganggap enteng realitas kemiskinan di republik ini. Sebagai presiden yang juga dipilih langsung rakyat miskin, saatnya Yudhoyono menjamin adanya perlakuan memadai dan berdaya guna bagi kelangsungan kesehatan rakyatnya.

Kemiskinan dan kesehatan, dua hal yang tidak terpisahkan. Musuh terbesar dari kesehatan dalam membangun dunia adalah kemiskinan itu sendiri. Seperti diungkapkan Kofi Annan dalam pidatonya sebagai Sekjen PBB di World Health Assembly 2001, The biggest enemy of health in the developing world, is poverty. Pertanyaannya, bagaimana menangani nasib rakyat miskin, kalau jumlahnya saja masih simpang-siur, bahkan pengelolaannya berorientasi proyek dan lupa akan substansi?
 (Suara pembaruan)
Ternyata di Indonesia yang disebut rakyat miskin itu adalah masyarakat yang berpenghasilan di bawah 122.000 rupiah perbulan (sekitar 13 dolar perbulannya),
Padahal - kalau tidak salah, kalau dalam skala internasional, rakyat miskin itu adalah orang-orang yang berpenghasilan 1 dollar perharinya atau kurang dari 1 dollar, jadi perbulannya sekitar 30 dollar (270.000 rupiah- kalau 1 dollar US= 9000 rupiah).
Menurut sumber yang aku baca dari liputan6.com, tahun 2004 ada 16% (sekitar 36.100.000 orang) saja rakyat Indonesia yang miskin dan menurut grafik, angka ini dari tahun ke tahun menurun.
Percaya? kalau aku langsung tidak percaya dengan data-data yang ingin ditampilkan pemerintah.
Tingkat kemiskinan yang hanya dinilai dari angka yang sangat minim, 122.000 rupiah sebulannya! lalu bagaimana dengan orang-orang yang berpendapatan antara 122.000 sampai 1.000.000 rupiah (13 -111 dollar US) perbulannya? Di porsentasi manakah orang-orang tersebut berada? di antara amat miskin dan menengah ke bawah mungkin?

Saya yakin dari tahun ke tahun, ada banyak gaji yang yang tidak dinaikkan sementara kebutuhan sandang pangan, transportasi, dsb. terus naik tanpa pernah turun. Belum lagi keluarga-keluarga yang menambah jumlah anggota keluarganya, membuat kebutuhan mereka meningkat.
Menurut data dari Bank Dunia sendiri, jumlah orang miskin di Indonesia lebih dari persen yang disebutkan di atas tadi.
Jumlah ini jauh lebih kecil dari data Bank Dunia yang menyatakan, prosentase orang miskin di Indonesia mencapai 53,4 persen (dengan kata lain ada 120.150.000 orang miskin di negara kita!). Dari angka ini dipastikan, masih ada sekitar 30 persen masyarakat miskin yang akan semakin miskin (36. 045.000 orang)
Ayolah pak, jangan anggap yang bergaji 500 ribu perbulan sudah mapan! apakah dengan gaji sejumlah itu dia mampu keluar dari bank mendapatkan kredit untuk membeli sebuah rumah tipe amat sederhana? apakah bapak2 dan ibu2 berpikir dia bisa bertahan sampai akhir bulan tanpa berpuasa? apakah jika ada keluarganya yang sakit keras dia bisa menyulap tabungannya yang mendekati angka nol untuk membantu keluarganya itu? apakah ini bisa disebut lebih baik dari miskin???
Saya yakin ada lebih dari 16% dari 225 juta jiwa yang mengalami kemiskinan. Bukannya saya pesimis dan ingin melawan data dari pemerintah - kenyataannya badan internasional mengatakan hal yang berbeda.
Program pemerintah dalam pengentasan kemiskinan juga tidak jelas seperti yang aku kutip di sini dari sumber yang sama:
Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Sri Mulyani menyatakan, pemerintah akan segera memprioritaskan berbagai program pengentasan kemiskinan. Sri juga tidak menutup kemungkinan akan menghidupkan lagi program-program pembangunan masa Orde Baru. Antara lain, merevitalisasi program kesejahteraan rakyat, program pekan imunisasi nasional, dan kegiatan pos pelayanan terpadu (posyandu) sehingga seluruh masyarakat dapat mendapatkan pelayanan kesehatan secara merata.
Berbagai program pengentasan itu berbentuk apa ya? bagaimana prosesnya? sepertinya pemerintah sendiri belum mempunyai ide yang jelas untuk diperlihatkan pada rakyat. Sedangkan menurutku program dari Orde Baru seperti imunisasi dan posyandu bukan merupakan bagian dari pengentasan kemiskinan.
Orang ga punya sumber penghasilan kok malah dibantu dengan imunisasi???
Sementara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mendesak para menteri hingga kepala daerah untuk mempercepat program pengentasan kemiskinan
Sepertinya bapak presiden ingin segera melihat terhapusnya berita busung lapar di daerah-daerah seperti Nusa Tenggara dan Kalimantan.
Kalau saya pikir, pengentasan kemiskinan harus lebih dari sekedar memberi makan orang yang tak sanggup makan. Memang tugas pemerintah Susilo Bambang amat berat.
Orang miskin tak lain dari kumpulan warga  yang tidak mempunyai sumber daya sendiri untuk mendapatkan pendapatan, dikarenakan absennya pendidikan atau keahlian, hingga mereka hanya bisa bertahan hidup dengan pekerjaan yang kasar yang tak memerlukan keahlian/formasi- dengan pendapatan amat minim atau dengan mengemis. Ditambah dengan lemahnya posisi mereka dikarenakan tidak adanya jaminan sosial yang menutupi biaya kesehatan.
Program pengentasan kemiskinan itu harus berbentuk: penciptaan lapangan kerja yang luas, pendidikan kejuruan bagi orang-orang tak mampu, pemberian kredit usaha kecil, pendidikan gratis hingga tingkat kejuruan atau menengah ke atas.
Menurut sumber, pemerintah telah menyediakan APBN05 sebesar 11 trilyun untuk program pengentasan kemiskinan, dan dana itu sendiripun belum mencukupi.
Dana ini di antaranya terbagi atas program sekolah gratis dari tingkat sekolah dasar hingga sekolah lanjutan tingkat pertama sebesar Rp 6,27 triliun, perawatan rumah sakit gratis di kelas III dengan total anggaran Rp 3,8 triliun, serta pembangunan infrastruktur 13 ribu desa dengan anggaran Rp 3,34 triliun. Anggaran ini belum ditambah dengan dana kompensasi kenaikan bahan bakar minyak Rp 10,5 triliun.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar