Kamis, 28 Mei 2015

Membangun Keluarga Mandiri yang Terbebas dari Ketakutan dan Memilih Memerdekakan diri


Oleh : Nissa Wargadipura
D
i Jawa Barat, daerah pedesaan di Kabupaten Garut didominasi oleh populasi masyarakat buruh tani, baik yang tidak bertanah ataupun berlahan sempit. Terdapat tiga masalah agraria di tingkat desa yakni hancurnya keselamatan dan kesejahteraan rakyat, hancurnya kelangsungan pelayanan alam, serta hancurnya produktifitas rakyat, yang diakibatkan sistem ekonomi yang tidak berpihak pada rakyat.
Situasi hari ini petani masih sangat miskin akibat ketimpangan struktur agraria, petani memiliki lahan yang sangat sempit sehingga sulit mewujudkan kedaulatan pangan jika petani Indonesia masih memiliki lahan kurang dari 0,2 ha. Masih begitu kuatnya konversi lahan untuk non pertanian, dalam setahun lebih dari 100 ribu ha lahan pertanian beralih fungsi. Tentu hal ini akan semakin meminggirkan dunia pertanian dari pembangunan, dan menambah keluarga yang kelaparan di negeri ini.

Dalam menghadapi situasi diatas perempuan desa berusaha mengatasi kelaparan dan kemiskinan dengan mengupayakan kedaulatan pangan melalui peran sentralnya yaitu sebagai produsen dan wira usaha pertanian (dalam arti luas), penjaga kedaulatan pangan yang mencurahkan seluruh waktunya, pengelola pendapatan dan konsumsi rumah tangga dan masyarakat, dan pengelola penyediaan pangan saat kondisi ekonomi sulit.
Disisi lain menelaah tantangan ekologis yang dihadapi, dimana cuaca yang sangat ekstrim, anomaly dan tidak menentu. Pertanian berkelanjutan adalah cara yang tepat dalam memecahkan masalah pada saat ini.
Pertanian berkelanjutan ialah suatu cara bertani yang mengintegrasikan secara komprehensif aspek lingkungan hingga sosial ekonomi masyarakat pertanian. Suatu mekanisme bertani yang dapat memenuhi kriteria (1) keuntungan ekonomi; (2) keuntungan sosial bagi keluarga tani dan masyarakat; dan (3) konservasi lingkungan secara berkelanjutan. Dalam pelaksanaannya pertanian berkelanjutan identik dengan pertanian organik.
Pertanian berkelanjutan bertujuan untuk memutus ketergantungan petani terhadap input eksternal dan penguasa pasar yang mendominasi sumber daya agraria. Pertanian berkelanjutan merupakan tahapan penting dalam menata ulang struktur agraria dan membangun sistem ekonomi pertanian yang sinergis antara produksi dan distribusi dalam kerangka pembaruan agraria.
Pelaksanaan pertanian berkelanjutan bersumber dari tradisi pertanian keluarga yang menghargai, menjamin dan melindungi keberlanjutan alam untuk mewujudkan kembali budaya pertanian sebagai kehidupan. Oleh karena itu, diistilahkan sebagai “Pertanian Berkelanjutan berbasis masyarakat”, ini untuk membedakannya dengan konsep pertanian organik berhaluan agribisnis. Pertanian berkelanjutan merupakan tulang punggung bagi terwujudnya kedaulatan pangan.
Alih fungsi lahan lahan produktif yang tak terkendali mengakibatkan meningkatnya jumlah buruh tani. Bahkan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya warga yang tadinya bermata pencaharian petani kecil menjadi kaum urban bekerja jadi pedagang asongan, buruh pabrik dan buruh bangunan, dll. Lebih parah lagi para generasi muda tidak lagi mau bertani, akibatnya lahan-lahan yang masih dimiliki warga meskipun dengan luasan yang terbatas terjadi krisis kaderisasi . Mareka kaum muda lebih memilih jadi pedagang asongan, buruh pabrik, buruh bangunan, dan pekerjaan lainnnya.
Pesantren Ekologi Ath Thaariq, tinggal di area pertanian persawahan yang dari tahun ke tahun terus menurun hasilnya karena kacaunya ekosistem yang tidak terjaga, penggunaan pestisida yang diluar batas serta terus menurunnya  lahan pertanian karena beralih fungsi menjadi pemukiman.
Peristiwa ini sebenarnya sudah umum terjadi di seluruh wilayah, khususnya di kabupaten Garut, umumnya di Indonesia.
Pada saat ini Indonesia sedang menghadapi masa multi krisis yang berkelanjutan. Sistem ekonomi-politik kita telah mengubah wajah dan kondisi lingkungan social, ekologis dan ekonomi.
Gempuran kebijakan pembangunan yang eksesif di berbagai daerah, telah menyebabkan proses dehumanisasi, kemiskinan dan pemiskinan, termasuk kerusakan sosial-ekologis. Rehabilitasinya rumit karena telanjur menciptakan keterasingan di tanah sendiri.

Saat bersamaan, praktik pemberdayaan komunitas justru mengadopsi sistem ekonomi uang yang sebenarnya membunuh secara sistematis kekuatan komunitas itu sendiri, karena tidak dihubungkan dengan basis produksi-konsumsi dan bahan-bahan energi pada komunitas tersebut.
Kerusakan yang berkelanjutan ini panglimanya adalah globalisasi ekonomi dalam bentuk perjanjian perdagangan bebas yang dipimpin WTO, Organisasi Perdagangan Dunia. WTO mengusung liberalisasi perdagangan yang menghancurkan sumber-sumber perekonomian rakyat dan mengakibatkan pemiskinan. Pasar bebas yang diatur WTO menyebabkan meningkatnya angka impor pangan Indonesia sehingga mematikan basis – basis produksi dan konsumsi rakyat. Meningkatnya investasi asing di sektor pertanian, perkebunan, dan pertambangan telah mengakibatkan terjadinya konflik agraria karena perampasan tanah oleh korporasi besar hingga hilangnya akses terhadap tanah sebagai sumber penghidupan. Globalisasi juga sengaja menghancurkan dan mengabaikan keanekaragaman hayati, mengabaikan produksi alamiah, juga produksi yang dikelola perempuan, para petani kecil Dunia Ketiga, tak bedanya menganggap bahwa perusakan dan perampasan sebagai penciptaan. Padahal perempuan adalah produsen dan pengelola utama pangan dunia. Namun, pekerjaan mereka dalam produksi dan pengelolaannya sekarang dihilangkan.
Latar  di atas  mendorong lahirnya Pesantren Ath Thaariq, sebuah pesantren yang dijadikan sebagai  tempat perlawanan sekaligus belajar tanpa batas ruang, mendorong pemulihan kerusakan sosial-ekologis dan ekonomi serta menghambat perusakan sosial-ekologis dan ekonomi di ruang hidup para pelaku pelajarnya.
Pesantren ini dihuni para santri usia dini, anak anak, remaja, mahasiswa sampai orang tua. Selain mempelajari kitab-kitab kuning, mereka juga belajar ilmu – ilmu sosial, Hak Asasi Manusia, demokrasi, pluralisme, kesetaraan, partisipatif, akuntabilitas, yang juga menjadi prinsip – prinsip yang dijunjung tinggi pesantren. 
Pesantren Ekologi Ath Thaariq didedikasikan secara khusus mendidik dan mencetak santri perempuan
menjadi pemimpin pesantren di desanya kelak. Mereka akan mentransformasi ilmu – ilmu yang didapat, menjadi pemimpin pesantren yang mengajak perempuan lainnya terus berproduksi bagi keluarga dan komunitasnya. Tidak tergantung pada upaya – upaya patriarki kapitalis. Tentu ini pekerjaan maha berat, namun bisa dimulai lewat pekerjaan – pekerjaan teraramat sederhana, sebuah pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan, bisa memastikan keberlangsungan hidup dan melepaskan diri dari ketergantungan. Cita-cita di atas diwujdukan dengan menerapkan sistem “pendidikan yang membebaskan” untuk membangun harkat dan martabat manusia ke arah lebih baik, yakni memiliki kemandirian dan jati diri yang utuh. Mereka mampu memecahkan berbagai problem hidup yang dihadapinya serta memiliki daya produktifitas tinggi yang bermanfaat bagi dirinya sendiri maupun masyarakat dan lingkungannya.
Seluruh pelaku dididik sebagai kader yang didorong untuk pemulihan kerusakan sosial-ekologis dan ekonomi. Gerakan – gerakan sederhana telah banyak dilakukan dari pesantren ini, pekerjaan – pekerjaan yang dilakukan adalah pondasi terhadap penentangan gerakan melawan globalisasi.
Perlawanan dilakukan dalam berbagai bentuk, diantaranya : tetap memelihara budaya lokal seperti gotong royong dan keswadayaan, sebuah gerakan yang menentang individualisme akibat ketatnya persaingan individu, salah satu dampak dari pasar bebas.

Setiap santri didorong bekerja keras, kreatif, inovatif, dan berpikiran kritis terutama dibidang produksi pertanian dan peternakan “lokal”. upaya -upaya untuk membiasakan lebih mandiri, tidak tergantung pada produk luar yang belum tentu bermanfaat bagi masa depan mereka. Pesantren selalu menekankan pendidikan yang bertumpu pada sumber daya lokal. Karena kini di seluruh dunia teramat sangat sulit menghasilkan pangan, baik karena  perubahan iklim maupun kompetisi lahan pangan dengan berbagai kebutuhan lainnya, atau penggunaan sumber pangan sebagai sumber energi.
Pesantren Ath Thaariq mendidik santrinya untuk mengkonsumsi pangan beragam, tidak saja beras sebagai sumber karbohidrat, pangan beragam, tapi juga jagung, talas, gadung, singkong dan sukun. Indonesia sangat kaya, punya beragam jenis pangan lokal untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri. Tercatat ada 77 jenis karbohidrat yang tersedia. Sementara pemerintah mengandalkan beras  dan terigu impor.
Begitupun asupan protein dari kacang – kacangan lokal, sayuran lokal serta buah – buahan lokal. Semua diproduksi sendiri, sebab yang lokal lebih tahan, ramah dan sehat. Kebiasaan – kebiasaan berperilaku ramah lingkunganpun dibentuk sejak dini, melalui usaha terus menerus seperti menyemai pohon keras produktif, pengelolaan sampah dapur dan plastik, membuat kompos dari lingkungan sendiri, bertanam sayuran organik, hingga tidak memakai “pembalut” pabrik.
Pesantren Ath Thaariq menjadi bagian sebuah gerakan untuk “melokalisasi diri”, sebuah ungkapan perlawanan, yang mengupayakan semua dilakukan dan dipenuhi di dalam area pesantren sendiri, mulai kebutuhan makan, minum, kecuali yang tidak bisa dibuat sendiri.
Konsep alam sangat kental pada pesantren kami, sebuah model pendidikan yang berusaha mengembangkan pendidikan secara alami, belajar dari semua makhluk yang ada di alam semesta. Alam dijadikan ruang belajar, sebagai media dan bahan ajar, dan sebagai objek pembelajaran.
Metode pendidikan yang diterapkan pesantren, selalu melalui metode – metode yang mudah, dari mulai permainan, diskusi yang menyenangkan, pembahasan kitab kuning dan pelajaran Al’Quran yang tidak memberatkan, santai namun padat berisi.
Ini sangat berbeda dengan pendidikan modern saat ini, yang sangat sangat diskriminatif, kapitalistik serta memecah-belah masyarakat.
Pendidikan yang diterapkan berusaha mengajarkan berbagi pada sesama, bersikap sportif, melalui proses, jika ingin sukses harus berjalan mulai bawah setelah itu baru merasakan hasil kerja keras. Anak-anak akan berpikir kreatif terhadap hal-hal yang ada disekelilingnya , sehingga kelak menjadi manusia dewasa yang kreatif dalam jiwa yang positif, ini adalah “nilai” dari kegiatan kami bagi kehidupan dan lingkungan.
Pesantren Ekologi Ath Thaariq  adalah sebuah lembaga pendidikan yang bergerak pada pembelajaran siswa  bagaimana supaya bisa survive, baik itu dalam masa belajar maupun setelah selesai belajar. Semua pembelajaran difokuskan pada pembelajaran melayani diri sendiri serta melayani alam, adalah bagian yang tidak terpisahkan dalam kurikulum belajar pesantren.
Lebih dari itu belajar bagaimana mengolah pertanian/kebun  dengan menggunakan benih warisan atau heirloom dan Open Pollinated Organic Seed. Seluruh system pengelolaan benih ini  berbasiskan pengetahuan ekologi, yang sangat mempertimbangkan keterjagaan ekosistem  sebagai bentuk ketundukan kita kepada  alam semesta. Lebih luas mengandung arti sebuah pendidikan yang  berbasis Agro Ekologi yaitu pendidikan yang mengenalkan kepada lingkungan pada pentingnya menanam tanpa merusak ekosistem, menjaga habitat, merawat, memanen, dan memasarkan dengan harga yang adil bahkan melakukan penelitian dan menjadi inventor, sehingga kelak siswa akan tumbuh menjadi pribadi yang berpandangan pada penyelamatan dan kepedulian pada manusia, bumi dan masa depan.
Pada saat ini area belajar Pesantren Ekologi Ath Thaariq Garut (7.500m2) sedang memasuki tahap menciptakan perlindungan bagi burung, kupu-kupu, serangga dan mikroorganisme di tanah melalui penyelamatan lebih dari 200 benih dan pohon. Disini, alam dengan segala keragaman dan dinamismenya adalah guru tertinggi.
Aktivitas utama dari Pesantren Ath Thaariq adalah : Mengembangkan Heirloom/Open Pollinated Organik Seed, melalui pengembangan system menanam, memelihara, memanen, mengolah pasca panen, mengemas dan memasarkan dalam bentuk hasil produksi:
1.      Mengembangkan 45 jenis benih local (Open Pollinated Organic Seed), melalui pengelolaan kebun Seed Saving Area, dan mampu dikonsumsi oleh komunitas sebagai keragaman pangan yang bernutrisi

2.      Mengembangkan dan mengkonsumsi sendiri tanaman  Pisang, Ganyong, Garut dan Talas sebagai Karbohidrat Non Beras untuk dikonsumsi sendiri sebagai pengganti karbohidrat beras serta menjadi tepung tepungan (dikonsumsi serta dijual) yang dikelola langsung secara terbuka oleh komunitas dengan pembagian hasil yang adil, diolah dengan berpedoman pada Nol Emisi Karbon, dikeringkan oleh sinar matahari langsung di Rumah Pengeringan.
3.      Mengembangkan 15 jenis Teh Herbal, yang didapatkan dari hasil menanam di kebun pekarangan sekolah, yang dikelola secara terbuka oleh siswa dengan pembagian hasil yang adil, dikeringkan oleh sinar matahari langsung di Rumah Pengeringan.
4.      Membuat berbagai pupuk organic untuk merehabilitasi tanah dengan cepat, mulai pembuatan dari Kompos Cacing, Pupuk Organik Cair, serta berbagai Micro Organisme Lokal (Zat Perangsang : Akar, batang, daun, bunga dan buah) .




--------Semoga Bermanfaat----------


[1] Penulis adalah Pemimpin pada Pesantren Ekologi Ath Thaariq, RT/RW 04/12 Kelurahan Sukagalih Tarogong Kidul Garut 44151, Kontak 081222302024, Web : pesantrenekologi.blogspot.com. FB : Nissa Wargadipura. Tulisan dibuat untuk diskusi panel pada 21 Mei 2015 dalam Konperensi Perserikatan Solidaritas Perempuan dengan tema “Membangun Gerakan Perempuan Indonesia Menghadapi Penetrasi Budaya Globalisasi Dan Mencari Model Alternatif Pembangunan Berkelanjutan”,  di Yogyakarta.


1 komentar:

  1. Sukses selalu Teh Nissa. Saya berharap sutu saat bisa belajar disini, sekaligus berbagi pengalaman yang saya punya.

    BalasHapus